Skip to main content

Deparpolisasi (Bag.2) : Parpol Harus Koreksi Diri


Terlepas dari pro dan kontra terhadap deparpolisasi, yang lebih penting adalah bagaimana hal tersebut bisa menjadi bahan koreksi bagi para petinggi parpol. Sudah menjadi rahasia umum, betapa parpol selama telah menjadi tempat yang paling diburu untuk “dibeli” para bakal calon Gubernur, Bupati dan Walikota sebagai “kendaraan” maju dalam Pilkada. Untuk mendapatkan kendaraan tersebut, prosesnya sangat berliku dan tidak murah. Coba kita lihat gambaran alur yang ‘njlimet’ dan ‘biaya fantastis’ yang harus dikeluarkan oleh para kandidat untuk maju dalam pilkada.

 

Awalnya, reformasi 1998 telah membuahkan sistem demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan pemerintahan daerah yang disebut otonomi daerah. Buah reformasi berikutnya adalah bahwa sebagai Kepala Daerah (Gubernur, Bupati, Walikota dan Wakil masing-masing) harus dipilih langsung oleh rakyat dan tidak lagi melalui representasi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Dibuatlah aturan, bahwa menjadi Kepala Daerah itu terbuka bagi siapapun asal terpenuhi syaratnya serta diusung oleh sebuah partai politik (parpol) dan/atau gabungan parpol, bahkan bisa juga tanpa diusung parpol yang disebut calon independen. Calon Kepala Daerah yang diusung parpol bisa dari kadernya sendiri dan/atau bukan, tetapi ia memerlukan parpol untuk mengusungnya.
Nah, pada titik yang terakhir itulah, ibarat orang mau bepergian ke suatu tempat, spesifikasi kendarannya tertentu dan tidak bisa disediakan oleh setiap orang. Tetapi setiap orang yang membutuhkan kendaraan tersebut akan dilayani dan diantar sampai ke tujuan dengan beberapa syarat. Seperti sewa kendaraan untuk dinaiki agar bisa terpenuhi syarat pencalonannya sebagai Kepala Daerah walau sesungguhnya bukan kadernya.
Ujung dari gambaran ini adalah, yakni kesepakatan yang ditandai dengan sejumlah angka bernilai tukar akan menjadi pengeluaran alias beban sang calon Kepala Daerah. Selain itu tentu akan dikeluarkan juga biaya-biaya lain. Misalnya dalam rangka sosialisasi calon, program-program yang ditawarkan, serta lain-lainnya, semua itu merupakan investasi yang secara nalar sehat akan diperhitungkan harus kembali plus rentabilitas jika kelak terpilih dan memangku jabatan Kepala Daerah. Jadi paradigma sang calon bisa seperti orang berdagang yang menuntut kembali modal ditambah keuntungan. Orang Jawa bilang, ”jer basuki mawa bea” – semua ngga ada yang gratis broo….
Untuk mengembalikan modal dan tambahannya itulah sang Kepala Daerah harus berpikir dan berusaha dengan kewenangan yang dimiliki. Melalui berbagai upaya dan strategi “siluman”, akhirnya Kepala Daerah banyak terperosok pada lubang yang dibangun sendiri, dengan istilah populer terjebak dalam kubang perilaku korup.
Kenyataan ini sungguh sangat ironis karena dengan fakta makin banyaknya kepala daerah yang terlibat kasus korupsi, berarti dana pembangunan untuk rakyat di daerah tersedot ke kantong pribadi pejabat.
Indonesia Corruption Watch (ICW) yang sejak 2013 secara intens memantau persidangan kasus korupsi,  mencatat bahwa aktor korupsi didominasi pejabat publik. Yang mencengangkan, pada tahun 2015 saja, ada 225 pejabat di Daerah (Provinsi, Kabupaten dan Kota) terlibat korupsi. Ini meningkat  dari tahun 2014 (171 pejabat) dan tahun 2013 (141 pejabat).
Mengapa banyak kepala daerah, baik gubernur, bupati/wali kota terlibat korupsi? Ada beberapa penyebabnya. Diantaranya, budaya korupsi yang menjadi tren di kalangan kepala daerah belakangan ini merupakan akibat dari biaya politik yang tinggi. Seorang calon walikota/bupati misalnya harus mempersiapkan dana Rp 5 - 10 miliar dan calon gubernur Rp 20 - 100 miliar. Jumlah itu tentu masih tergolong minim dalam memenangkan perhelatan pilkada.
Bandingkan dengan pemasukan “halal” seorang walikota/bupati sebesar 300-400 juta setiap tahunnya. Artinya, lebih besar pasak dari pada tiang kan?. Jika sudah begini, akan sangat susah menuntut kepala daerah untuk melaksanakan pemerintahan yang bersih dan jauh dari praktek korupsi. Konsekuensi dari ongkos politik yang tinggi tersebut, akhirnya membuat kepala daerah mengakali pelbagai sumber dana yang ada untuk balik modal sekaligus untung. Biasanya begitu menjabat, APBD lah yang mereka gunakan. Anggaran daerah (APBD) ini pula yang kemudian kembali digunakan oleh mereka yang telah menjabat dan kembali ikut menjadi peserta pemilihan kepala daerah. Caranya adalah dengan membesarkan pos bantuan sosial di anggaran yang nantinya di pakai untuk bagi-bagi sumbangan dalam rangka kampanye terselubung.
Ahok Melawan
Nah, sampai disini saya menduga, Ahok yang selama ini terkenal garang melawan korupsi mungkin merasa, jika mencalonkan melalui parpol akan terjebak dalam arus pusaran politik yang membahayakan dirinya dan masyarakat Indonesia, sehingga ia memilih jalur independen. Pernyataan Ahok yang “keras” soal pencalonannya maju dalam Pilkada DKI lewat jalur independen (yang kemudian diartikan petinggi PDIP sebagai deparpolisasi), patut diapresiasi.
Ahok menyatakan calon independen di pilkada bukan ancaman bagi parpol. Dia menyebut peparpolisasi bisa juga dilakukan oleh pengurus parpol saat bertindak atau mengeluarkan kebijakan yang bertentangan atau melawan hati nurani rakyat.
“Yang kami lakukan (jadi calon independen) sekarang justru menunjukkan perlawanan bahwa parpol itu tidak boleh dikuasai seenaknya, “ kata Ahok.
Menurut Ahok, munculnya calon independen dalam pemilihan kepala daerah tidak bisa serta-merta disamakan dengan upaya deparpolisasi karena adanya calon independen tidak lepas dari persetujuan partai politik yang ada di DPR. Ahok memprediksi, alasan para politisi yang mengesahkan adanya calon independen dalam pilkada karena para politisi ingin memperbaiki partainya.
"Parpol waras menyetujui adanya calon independen karena parpol waras sadar partainya bagus, tetapi dikuasai orang-orang yang kurang bagus," ujar dia.
Ia kemudian mencontohkan sebuah partai yang terlalu didominasi para petinggi partainya. Menurut Ahok, adanya calon independen justru untuk menghilangkan budaya tersebut.
"Jadi, adanya calon independen justru untuk menyehatkan parpol agar tidak dimonopoli oleh orang-orang tertentu yang mengatasnamakan parpol," kata dia.
Apa yang akan terjadi dan bagaimana hasilnya, waktu yang akan berbicara….

Suparto
#OneDayOnePost

Comments

  1. Kalau jalur independen biayanya sekitar berapa pak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. sebenarnya cukup besar juga. terutama biaya untuk memenuhi syarat mengumpulkan dukungan warga minimal 7,5 % dari jumlah penduduk yg ditunjukkan dg KTP. tetapi beban politiknya lebih ringan, karena tidak ada komitmen politik dengan parpol jika terpilih nanti.

      Delete
  2. Tapi dengan keluarnya cost yang lumayan besar itu juga bukankah kemungkinan untuk balik modal juga ada? Yah walaupun tidak ada komitmen politik dengan parpol, bisa jadi komitmennya dengan para sponsorship. 😂😂😂 #gek aku ki ngomong opo thow..😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. itulah yg sering membelokkan idealisme seorang pejabat publik. ketika banyak kepentingan terlibat didalamnya, bikin runyam kekuasaan...

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

TANGGAP WACANA ATUR PAMBAGYA HARJA

Pada rangkaian acara resepsi pernikahan, keluarga yang mempunyai hajat (punya kerja), berkewajiban menyampaikan sambutan (tanggap wacana) selamat datang kepada seluruh hadirin. Dalam tatacara resepsi adat Jawa disebut Atur Pambagya Harja, atau atur pambagya wilujeng. Dalam sambutan ini, orang yang punya kerja akan mewakilkan kepada orang tertentu yang ditunjuk, biasanya ketua RT/RW, atau orang yang dituakan di lingkungannya. Nah, ketika menjadi ketua RT, saya pernah mendapat tugas untuk menyampaikan pidato (tanggap wacana) tersebut. ****** Berikut contoh / tuladha atur pambagya harja yang pernah saya sampaikan…. Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -        Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -        Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Allah SWT, Gusti Ingkang Mah

CONTOH ATUR PANAMPI PASRAH TEMANTEN SARIMBIT ACARA NGUNDUH MANTU

Bp-Ibu Bambang Sutopo  Assalamu'alaikum wrwb. 1.      Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.. 2.      Panjenenganipun Bapa Suwardi minangka sulih sarira saking Bapa Gito Suwarno-Ibu Tuginem, ingkang tuhu kinurmatan. 3.      Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang bagya mulya. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Allah SWT - Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bp. Bambang Sutopo, S.Pd,  sekalian Ibu Jari, keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah saking kulawarga Bapa Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem. Ingkang sepisan , kula minangkani punapa ingkang dados kersanipun Bapa Bambang Sutopo sekalian dalasan sedaya kulawarga, ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bp Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem-sapendherek,  ingkang pidalem w onten ing   Dukuh Jenggrik,  Desa Purwosuman,  Kec. Sidoharjo, Kab Sragen. Kaping kalih , menggah salam taklim 

ATUR PASRAH BOYONG TEMANTEN KEKALIH

Salah satu rangkaian adat Jawa setelah melangsungkan resepsi pernikahan adalah, keluarga temanten perempuan memboyong kedua mempelai kepada keluarga orangtua mempelai laki-laki (besan).  Sebelum masuk rumah keluarga besan, diadakan acara “Atur Pasrah” dari keluarga mempelai perempuan, dan “Atur Panampi” dari keluarga besan. Berikut adalah tuladha (contoh) sederhana “Atur Pasrah” yang saya susun dan laksanakan. *** Assalamu ‘alaikum Wr.Wb. Bismillahirrahmanirrahim. Al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin. * Para sesepuh pinisepuh ingkang dahat kinabekten ** Panjenenganipun Bp.Waluyo dalasan Ibu Sumarni ingkang kinurmatan *** P ara rawuh kakung putri ingkang bagya mulya . Kanti  ngunjukaken raos syukur dumateng Allah SWT, Gusti Ingkang Moho Agung. Sowan kula mriki dipun saroyo dening panjenenganipun Bapa Haji Supriyadi, S.Pd dalasan Ibu Hajah Lasmi ingkang pidalem wonten Plumbungan Indah RT.27/RW.08 Kelurahan Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, kepareng matur

Pidato Kocak Dai Gokil

Humor sebagai salah satu bumbu komunikasi dalam berpidato hingga kini masih diakui kehebatannya. Ketrampilan   menyelipkan humor-humor segar dalam berpidato atau ceramah,   menjadi daya pikat tersendiri bagi audien atau pendengarnya sehingga membuat mereka betah mengikuti acara sampai selesai. Buku saku berjudul “Pidato-pidato Kocak ala Pesantren” karya Ustad Nadzirin (Mbah Rien) ini mungkin bisa menjadi referensi bagi pembaca yang ingin menciptakan suasana segar dalam berpidato. Buku setebal   88 halaman yang diterbitkan oleh Mitra Gayatri Kediri (tanpa tahun) ini berisi contoh-contoh pidato penuh humor. Membaca buku yang menyajikan enam contoh pidato yang oleh penulisnya dimaksudkan untuk bekal dakwah   para dai gokil dan humoris ini saya ngakak abis .  Pengin tahu cuplikannya? Silahkan simak berikut ini. “Saudara dan saudari.  Baik eyang putra maupun eyang putri…Semua tanpa kecuali yang saya cintai… Meski kalian semua tidak merasa saya cintai…” “…..Allah tela

Atur Wangsulan Lamaran Calon Temanten

Meski tugas juru bicara untuk menyampaikan lamaran (pinangan) seperti yang saya tulis kemarin berlangsung 'glagepan' dan 'gobyoss', namun oleh beberapa teman,  saya dianggap 'sukses'.  "Bagus Pak. Sederhana dan 'cekak aos' apa yang menjadi inti," kata teman.  Tapi bagi saya pribadi, respon teman itu mungkin bisa diartikan lain. Sekedar untuk menyenangkan saya atau 'nyindir'. Namun tetap saya ucapkan terima kasih, karena memberi saya kesempatan untuk belajar dari pengalaman.  Betul. Beberapa hari setelah kejadian itu, saya diminta lagi untuk menjadi 'juru bicara' sebagai pihak yang harus menyampaikan jawaban/tanggapan atas lamaran di keluarga lain. Saya pun tak bisa mengelak. Karena waktunya sangat mendadak maka konsep saya tulis tangan dengan banyak coretan.  Seperti diketahui, setelah adanya lamaran dari keluarga pihak lelaki, biasannya diikuti dengan kunjungan balasan untuk  menyampaikan jawaban atau balasan.

ATUR PASRAH CALON TEMANTEN KAKUNG BADE IJAB ( Kanthi Prasaja ) )

Setelah dua kali mendapat mandat menjadi ‘talanging basa’ atau juru bicara untuk menyampaikan dan menerima ‘lamaran’ atau pinangan, dikesempatan lain ternyata saya ‘dipaksa’ lagi menjalani tugas untuk urusan adat Jawa. Kali ini, saya diminta salah satu keluarga untuk menjadi juru bicara ‘atur pasrah calon temanten kakung’ - pasrah calon mempelai pria, kepada calon besan menjelang acara ijab qabul. Permintaan tersebut saya jalani, meski, sekali lagi, dengan cara yang amat sederhana dan apa adanya. Pengetahuan dan pengalaman yang sangat minim tidak menghalangi saya untuk melaksanakan tugas tersebut sebagai bagian dari pengabdian di tengah masyarakat. ****** Berikut contoh atau tuladha apa yang saya sampaikan tersebut. Assalamu 'alaikum wr.wb. ·           *** Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.      *** Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. ·          *** Panjenenganipun Bapak Susilo ingkang hamikili Bapak Sukimin sek

Tanggap Wacana Basa Jawi dan Contoh Lamaran

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi yang berpengaruh pada perubahan perilaku masyarakat, ternyata masih banyak orang tetap memegang teguh   dan ‘nguri-nguri’ (melestarikan) warisan ‘Budaya Jawa’. Salah satu warisan tersebut adalah ‘Tanggap Wacana Basa Jawi’ atau pidato bahasa jawa dalam acara-acara adat maupun ‘pasamuan’ (pertemuan) keluarga dan warga kampung, terutama   di ‘tlatah’ (daerah) Jawa Tengah dan Jawa Timur. Atau di berbagai daerah di Indonesia yang terdapat komunitas atau kelompok masyarakat ‘Jawa’. Bagi sebagian orang, meski mereka hidup di lingkungan masyarakat berbudaya Jawa, tanggap wacana basa jawi (pidato bahasa jawa) sering dianggap momok karena sulit pengetrapannya. Ketidakmampuan mereka bisa karena sudah ngga peduli dengan bubaya jawa atau ngga mau belajar, sehingga keadaan sekarang ini ibarat ‘Wong Jowo Ilang Jawane’ – orang Jawa sudah kehilangan jatidirinya sebagai orang Jawa. Namun bagi orang yang kebetulan di- tua -kan di li

ATUR PAMBAGYA HARJA WILUJENG

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -       Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -       Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingkang Maha Kawasa, awit saking peparing ni’mat saha berkahipun, panjenengan dalasan kula saget makempal manunggal, wonten papan punika kanthi wilujeng mboten wonten alangan satunggal punapa. Para Rawuh Kakung Sumawana Putri ingkang minulya. Kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bapa Ignasius Sarono, S.Pd dalasan Ibu Dra. Christiana Sri Wahyuni Kustiasih, M.Pd , ingkang pidalem ing Plumbungan Indah Sragen, wonten kalenggahan punika kepareng matur : Sepisan , bilih Bapa Ibu Iganasius Sarono ngaturaken syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingakang Maha Kawasa, awit   saking Berkahi-pun, saha donga pangestu panjenengan sedaya, sampun kal

ATUR PANAMPI PASRAH CALON TEMANTEN BADE IJAB

Assalamu'alaikum wrwb. -    Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten. -    Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. -    Panjenenganipun Bapak….                  ingkang hamikili Bapak Karjiyono, SE, MM – Ibu Rr. Erniani Djihad Sismiyati (alm) ingkang tuhu kinurmatan. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka sulih salira saking panjenenganipun Bp. Haji Mulyono Raharjo, S.Pd, MM   sekalian Ibu Sri Sayekti, Sm,Hk keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah calon temanten kakung. Ingkang sepisan , kula minangkani Bapak Mulyono Raharjo sekalian, dalasan sedaya kulawarga ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bapak Karjiyono, sapendherek, ingkang pidalem wonten ing   Jombor Lor, RT.01/18, Kel. Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Ngayogyakarta Hadiningrat. Kaping kalih , menggah salam taklim Bp. Karjiyono sekalian lumantar panjenengan s