Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2016

FLP YANG MENGUBAH HIDUPKU

Oleh : Suparto usai Parade Baca Puisi di area CFD Solo Saya mengenal dan bergabung di Forum Lingkar Pena ( FLP ) sekitar dua tahun lalu. Meski sudah tigapuluhan tahun banyak membaca buku,   tetapi nama FLP  hanya sekilas saya kenal. Awalnya, ketika seorang teman, lulusan S2 Universitas Sorbonne Paris, Prancis, mengajak saya bergabung di FLP Cabang Solo Raya, saya langsung mengiyakan. Saya tertarik untuk mengenal kiprah organisasi komunitas kepenulisan itu, dan terlibat didalamnya. Mulailah saya  menemukan dunia baru yang ikut mengubah warna hidup saya, di usia hampir enam puluh tahun.   *** Kegiatan FLP Solo Raya yang pertama saya ikuti berlangsung di tempat sangat sederhana, di   halaman rumah kuno, di belakang Gedung Toko Gramedia Solo. Waktu itu, para peserta duduk melingkar di atas tikar, mendengarkan uraian tentang dunia kepenulisan yang disampaikan oleh Sekretaris FLP Solo Raya, Taufiqurahman yang dikenal dengan nama pena Opik Oman. Kegiatan hari itu diisi juga deng

Maaf, Ini Off The Record

Tulisan saya kemarin berjudul No Comment  ternyata mendapat   banyak respon dari pembaca. Hampir semua komentarnya menyertakan kata “No Comment”. Namun dari sekian banyak  komentar “No Comment”, ada satu orang teman yang komentarnya menarik perhatian saya. Dia menyatakan, “aku ikutan no comment atau off the record aja yahh.” L Nah, berangkat dari komentar terakhir yang saya sebutkan itu, kali ini saya ingin menyoroti penggunaan pernyataan “off the record” secara proporsional. Dalam dunia pers, off   the record adalah pernyataan permintaan dari nara sumber   untuk tidak menyiarkan keterangan yang diberikannya. Jika nara sumber mengatakan bahwa keterangannya adalah off the record maka itu artinya apa yang disampaikannya bukan untuk konsumsi berita bagi klalayak. Informasi itu bisa dipakai sebagai bahan pengetahuan bagi wartawan saja. Mungkin menyangkut informasi yang rahasia.  Informasi yang bersifat off the record biasanya hanya diketahui oleh si nara sumber. Jika infor

No Comment

Sebuah mobil lawas, jenis  Colt Station berwarna putih itu sudah semingguan terparkir di pinggir jalan di sebelah barat kampung saya.  Kendaraan itu menarik perhatian setiap orang yang melihatnya lantaran di body -nya ada tulisan “No Comment” cukup besar berwarna merah. Saya tidak tahu siapa pemilik mobil itu. Saya mau nanya tetangga, sepertinya terpengaruh tulisan di body mobil "No Comment" yang artinya, "tidak ada komentar" atau "malas komen"   atau "ngga mau komentar"   atau sejenisnya. "Kalau saya nanya, jangan-jangan nanti dijawab No Comment," pikir saya ragu. Sebenarnya saya pengin tahu maksud atau alasan pemiliknya memberi lebel mobilnya dengan kalimat aneh itu. *** Saya jadi ingat zaman Orde Baru dulu, kalimat itu sangat populer di kalangan pejabat pemerintahan atau militer ketika berhadapan dengan wartawan.    Waktu itu tidak sembarangan pejabat boleh memberikan keterangan kepada wartawan at

Orang Asing Yang Saya Kenal (Bag.8)

Pernah Berhenti Sekolah Akibat Kerusuhan Timor Timur, Kini Jadi Pejabat Kementerian Oleh : Suparto Ini catatan lanjutan tentang orang-orang asing yang saya kenal. Senin, 20 Mei 2013. Dua orang wanita warga negara asing dari Republik Demokratik Timor Leste, datang di kantor Badan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Sragen. Kedatangan tamu dari negara bekas provinsi ke-27 Republik Indonesia ini didampingi personil dari lembaga Training Center & IT Solution SMILE GROUP Yogyakarta. “Nama   saya Natalina M.A. da Costa,” ucap wanita berkacamata itu memperkenalkan diri. “Saat ini saya diserahi tugas sebagai Kepala Departemen Perizinan Kementerian Perdagangan, Industri dan Lingkungan Hidup Republik Demokratik Timor Leste,” lanjutnya. Natalina datang bersama seorang stafnya bernama Modesta Januario. Kamipun berbincang akrab, karena Natalina masih fasih berbahasa Indonesia, meski negaranya sudah lepas dari RI puluhan   tahun lalu. Melihat raut

Apakah Politisi Masih Dibutuhkan?

suasana sidang dpr-ri (ft.google image) Dua tulisan saya kemarin tentang Sekolah Politik Sragen yang diharapkan banyak pihak akan melahirkan politisi handal dan berkualitas, ditanggapi dingin oleh teman saya, kang Kidi. Teman yang satu ini memang dikenal cerdas dan kritis. “Fungsi partai politik adalah sebagai corong aspirasi rakyat. Tapi kenyataannya, politisi yang ada gak jelas apa yang di perjuangkan. Memperjuangkan kepentingan pribadi/golongan atau kepentingan rakyat gak jelas,” kata Kang Kidi yang mengaku sebagai pengamat politik pinggiran. “Fenomena yang ada, rakyat tertindas, ketidak adilan ada di setiap lini kehidupan, maka hanya KEJUJURAN-lah yg akan memenangkan,” imbuhnya. Apa yang disampaikan Kang Kidi bisa benar, bisa tidak. Dia mungkin mengamati melalui pemberitaan di berbagai media massa tentang maraknya korupsi yang melibatkan politisi. Sampai kemudian dia berkesimpulan, kalau semua politisi itu jahat. Katanya membela rakyat, tapi kenyataannya justru

DOA UNTUK MADU RUQYAH

Pagi nan cerah Ketika Sang Mentari baru merekah Seorang sahabat berharap berkah Dari usaha Madu Ruqyah Semoga Allah kasih nikmat yang berkah Usahanya lancar rejekinya bertambah Buat beli susu dan pakaian sang bocah Juga segala kebutuhan di rumah Hati senang senyum sumringah Hidup semangat penuh gairah Syukuri semua berkah Agar nikmat terus bertambah Tapi jangan lupa tetap sedekah ---- Suparto Sragen, 27-9-2016 #OneDayOnePost --- Untuk Siti Janiah Nur

Sekolah Politik Sragen, Mencetak Politisi Handal?

Sekolah Politik Sragen diharapkan banyak pihak bisa melahirkan politisi handal dan berkualitas. Kalau poltisinya berkualitas, insyaallah akan melahirkan produk hukum dan kebijakan yang berkualitas pula. Kebijakan yang pro rakyat. Bukan kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Itu adalah harapan yang mengemuka saat seminar politik dan launching Sekolah Politik Sragen, Kamis (22/9/2016) lalu (Baca :  Telah Lahir Sekolah Politik Sragen ). Sebelas orang tokoh yang berbicara dan menyampaikan orasi politik, semua menyelipkan harapantersebut.   Direktur Sekolah Politik Sragen, Heru Susanto Ketua DPRD Sragen, Bambang Samekto, direktur Sekolah Politik Sragen (SPS), Heru Susanto, ketua KNPI Taufik Nugroho, politisi senior Rus Utaryono, dan lain-lain menekankan soal harapan itu. Begitu juga seratusan orang peserta yang hadir, tersirat harapan yang sama. Namun, jika melihat rencana pertemuan yang hanya ditargetkan sebanyak tujuh kali dalam satu angkatan. bisakah harapan itu terwu