Skip to main content

Zaman Edan (1)



Mendengar atau membaca ungkapan ‘Zaman Edan’,  ingatan kita langsung tertuju pada sosok Raden Ngabehi Ranggawarsita ( lidah orang Jawa biasanya mengucap Ronggowarsito ). Pujangga  Keraton Surakarta (1802-1873) ini terkenal dengan salah satu karyanya berjudul  Serat Kalatidha’ yang berarti ‘Zaman Keraguan’. 

Di dalam Serat Kalatidha yang terdiri dari 12 bait syair tersebut,  terdapat sebuah bait yang hingga sekarang masih relevan untuk dibicarakan. 








Bunyi syair tersebut adalah :

Amenangi Zaman Edan
Ewuh aya ing pambudi
Melu edan nora tahan
Yen tan melu anglakoni
Boya keduman melik
Kaliren wekasanipun
Ndilalah kersa Allah
Begja begjane wong kang lali
Luwih begja wong kang eling lan waspada.
Maknanya:
Menyaksikan Zaman Edan (Gila)
Serba susah dalam bertindak (serba ragu-ragu)
Ikut edan tidak akan tahan
Tapi kalau tidak ikut edan
Tidak akan mendapat bagian
Kelaparan pada akhirnya
Namun telah menjadi kehendak Alloh
Sebahagia-bahagianya orang yang lalai (lupa)
Akan lebih bahagia orang yang tetap ingat dan waspada.

Tulisan berikut akan mengungkap beberapa hal tentang latar belakang Ranggawarsita menulis Serat Kalatidha dan karya lainnya. Dan juga, siapa sebenarnya sosok Ranggawarsita tersebut?

Ranggawarsita Hanya Mengulang?
Dalam berbagai referensi, hampir semua penulis menyatakan bahwa Serat Kalatidha adalah karya Ranggawarsita. Tetapi dalam buku berjudul “ZAMAN EDAN RANGGAWARSITA Menaklukkan Hawa Nafsu Di Zaman Yang Tidak Menentu” karya Agus Wahyudi (2014), saya temukan kajian yang berbeda. Menurut Agus Wahyudi, ungkapan Kalatidha atau Zaman Keraguan tersebut sebenarnya sudah ada sebelum Ranggawarsita menulis Serat Kaltidha.
Ungkapan ini sudah tertuang dalam Serat Centhini jilid IV. Serat  Centhini merupakan maha karya sastra Jawa Klasik awal abad ke-19 yang lahir pada masa pemerintahan Raja Keraton Surakarta, Sri Susunan Pakubuwana V. Serat Centhini ditulis oleh beberapa pujangga Surakarta, salah satunya adalah Raden Ngabehi Yasadipura II yang tak lain adalah kakek Rangawarsita. Jadi Serat Centhini sudah lebih dulu ada sebelum Serat Kalatidha ditulis oleh Ranggawarsita.
Dalam Serat Centhini, sebelum membahas tentang Kalatidha, dijelaskan panjang lebar tentang Jangka Jayabaya, yakni urut-urutan periode zaman disertai tanda-tandanya. Setelah membahas ramalan Prabu Jayabaya lantas pengarang Centhini membahas 7 Zaman kecil yang merujuk pada tujuh kerajaan di Jawa. Dimulai dengan Kerajaan Pajajaran yang disebut secara jelas, lalu menggambarkan 6 kerajaan berikutnya namun tidak disebutkan nama-nama kerajaan tersebut, hanya disebutkan tanda-tandanya.
Secara implisit, keenam kerajaan tersbut adalah Kerajaan Majapahit, Demak, Pajang, Mataram Kota Gede Yogyakarta, Mataran Kartasura, dan Surakarta. Pada zaman Kerajaan Mataram Surakarta inilah pengarang Serat Centhini menyebut adanya keadaan zaman yang dinamakan Kalatidha atau Kala-bendhu.
Sebenarnya raja  yang berkuasa baik, patih dan penggawa juga baik. Keadaaan menjadi kacau karena rakyat memiliki keinginan macam-macam dan berlebihan. Mereka meratapi nasib yang tak kunjung baik dengan melakukan penyimpangan dlam gaya hidup. Pada zaman ini orang yang berwatak baik malah kalah dan tersingkir, yang berwatak buruk malah merajalela. Inilah kegilaan (zaman edan) yang terjadi pada masa itu menurut Serta Centhini.

Kutipan pengambaran zaman tersebut adalah demikian : “Sebagaimana tersebut dalam Panitisastra bahwa orang yang berwatak baik malah kalah. Demikian inilah pelajaran bagi yang bisa tanggap dan mau memperhatikan peristiwa yang telah terjadi. Bagi yang mengalami zaman gemblung atau zaman edan sungguh tak mengenakkan hati, benar-benar membingungkan. Jika mau ikut gila, sungguh tak sampai hati. Tapi kalau tidak ikut melakukan pastilah tidak akan memperoleh bagian untuk memiliki kekayaan dunia, hingga akhirnya akan kelaparan. Memang sudah menjadi henendak Gusti Allah bahwa yang lupa justru beruntung, namun sesungguhnya yang lebih beruntung adalah orang-orang yang ingat dan waspada”.  (Serat Centh jilid IV).

Kata-kata yang dipakai dalam Serat Centhini ini hampir tak ada bedanya dengan yang ditulis Ranggawarsita dalam salah satu bait serat Kalatidha. Jadi dalam hal ini,  Raden Ngabehi Ranggawarsita hanya sekadar menulis ulang saja tentang ‘Zaman Edan’ sesuai dengan isi naskah yang sudah ada sebelumnya, yakni dalam  Serat Centhini.

Namun diakui Raden Ngabehi Ranggawarsita juga memberikan tambahan beberapa bait syair sesuai perasaan hatinya sehingga lebih lengkap, antara lain tentang kekecewaan hati terhadap janji-janji Raja yang hendak memberikan jabatan kepadanya namun tidak ditepati. Jadi, Serat Kalatidha ini ditulis (ulang) oleh Raden Ngabehi Rangawarsita sebagai wujud kekesalannya terhadap orang-orang di sekeliling Pakubuwana IX yang gemar menjilat Raja demi kepentingan pribadi tanpa mempedulikan orang lain. 

Comments

  1. Walau membacanya sy perlu mengenyitkan kening :D tp jadi paham ternyata jaman edan udah dari dulu.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mbak. Saya sendiri juga perlu waktu berminggu minggu untuk bisa memahami pemikiran tokoh yang luar biasa itu. Tapi sekarang tambah semangat untuk terus belajar.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

TANGGAP WACANA ATUR PAMBAGYA HARJA

Pada rangkaian acara resepsi pernikahan, keluarga yang mempunyai hajat (punya kerja), berkewajiban menyampaikan sambutan (tanggap wacana) selamat datang kepada seluruh hadirin. Dalam tatacara resepsi adat Jawa disebut Atur Pambagya Harja, atau atur pambagya wilujeng. Dalam sambutan ini, orang yang punya kerja akan mewakilkan kepada orang tertentu yang ditunjuk, biasanya ketua RT/RW, atau orang yang dituakan di lingkungannya. Nah, ketika menjadi ketua RT, saya pernah mendapat tugas untuk menyampaikan pidato (tanggap wacana) tersebut. ****** Berikut contoh / tuladha atur pambagya harja yang pernah saya sampaikan…. Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -        Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -        Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Allah SWT, Gusti Ingkang Mah

CONTOH ATUR PANAMPI PASRAH TEMANTEN SARIMBIT ACARA NGUNDUH MANTU

Bp-Ibu Bambang Sutopo  Assalamu'alaikum wrwb. 1.      Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.. 2.      Panjenenganipun Bapa Suwardi minangka sulih sarira saking Bapa Gito Suwarno-Ibu Tuginem, ingkang tuhu kinurmatan. 3.      Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang bagya mulya. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Allah SWT - Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bp. Bambang Sutopo, S.Pd,  sekalian Ibu Jari, keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah saking kulawarga Bapa Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem. Ingkang sepisan , kula minangkani punapa ingkang dados kersanipun Bapa Bambang Sutopo sekalian dalasan sedaya kulawarga, ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bp Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem-sapendherek,  ingkang pidalem w onten ing   Dukuh Jenggrik,  Desa Purwosuman,  Kec. Sidoharjo, Kab Sragen. Kaping kalih , menggah salam taklim 

ATUR PASRAH BOYONG TEMANTEN KEKALIH

Salah satu rangkaian adat Jawa setelah melangsungkan resepsi pernikahan adalah, keluarga temanten perempuan memboyong kedua mempelai kepada keluarga orangtua mempelai laki-laki (besan).  Sebelum masuk rumah keluarga besan, diadakan acara “Atur Pasrah” dari keluarga mempelai perempuan, dan “Atur Panampi” dari keluarga besan. Berikut adalah tuladha (contoh) sederhana “Atur Pasrah” yang saya susun dan laksanakan. *** Assalamu ‘alaikum Wr.Wb. Bismillahirrahmanirrahim. Al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin. * Para sesepuh pinisepuh ingkang dahat kinabekten ** Panjenenganipun Bp.Waluyo dalasan Ibu Sumarni ingkang kinurmatan *** P ara rawuh kakung putri ingkang bagya mulya . Kanti  ngunjukaken raos syukur dumateng Allah SWT, Gusti Ingkang Moho Agung. Sowan kula mriki dipun saroyo dening panjenenganipun Bapa Haji Supriyadi, S.Pd dalasan Ibu Hajah Lasmi ingkang pidalem wonten Plumbungan Indah RT.27/RW.08 Kelurahan Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, kepareng matur

Pidato Kocak Dai Gokil

Humor sebagai salah satu bumbu komunikasi dalam berpidato hingga kini masih diakui kehebatannya. Ketrampilan   menyelipkan humor-humor segar dalam berpidato atau ceramah,   menjadi daya pikat tersendiri bagi audien atau pendengarnya sehingga membuat mereka betah mengikuti acara sampai selesai. Buku saku berjudul “Pidato-pidato Kocak ala Pesantren” karya Ustad Nadzirin (Mbah Rien) ini mungkin bisa menjadi referensi bagi pembaca yang ingin menciptakan suasana segar dalam berpidato. Buku setebal   88 halaman yang diterbitkan oleh Mitra Gayatri Kediri (tanpa tahun) ini berisi contoh-contoh pidato penuh humor. Membaca buku yang menyajikan enam contoh pidato yang oleh penulisnya dimaksudkan untuk bekal dakwah   para dai gokil dan humoris ini saya ngakak abis .  Pengin tahu cuplikannya? Silahkan simak berikut ini. “Saudara dan saudari.  Baik eyang putra maupun eyang putri…Semua tanpa kecuali yang saya cintai… Meski kalian semua tidak merasa saya cintai…” “…..Allah tela

Atur Wangsulan Lamaran Calon Temanten

Meski tugas juru bicara untuk menyampaikan lamaran (pinangan) seperti yang saya tulis kemarin berlangsung 'glagepan' dan 'gobyoss', namun oleh beberapa teman,  saya dianggap 'sukses'.  "Bagus Pak. Sederhana dan 'cekak aos' apa yang menjadi inti," kata teman.  Tapi bagi saya pribadi, respon teman itu mungkin bisa diartikan lain. Sekedar untuk menyenangkan saya atau 'nyindir'. Namun tetap saya ucapkan terima kasih, karena memberi saya kesempatan untuk belajar dari pengalaman.  Betul. Beberapa hari setelah kejadian itu, saya diminta lagi untuk menjadi 'juru bicara' sebagai pihak yang harus menyampaikan jawaban/tanggapan atas lamaran di keluarga lain. Saya pun tak bisa mengelak. Karena waktunya sangat mendadak maka konsep saya tulis tangan dengan banyak coretan.  Seperti diketahui, setelah adanya lamaran dari keluarga pihak lelaki, biasannya diikuti dengan kunjungan balasan untuk  menyampaikan jawaban atau balasan.

ATUR PASRAH CALON TEMANTEN KAKUNG BADE IJAB ( Kanthi Prasaja ) )

Setelah dua kali mendapat mandat menjadi ‘talanging basa’ atau juru bicara untuk menyampaikan dan menerima ‘lamaran’ atau pinangan, dikesempatan lain ternyata saya ‘dipaksa’ lagi menjalani tugas untuk urusan adat Jawa. Kali ini, saya diminta salah satu keluarga untuk menjadi juru bicara ‘atur pasrah calon temanten kakung’ - pasrah calon mempelai pria, kepada calon besan menjelang acara ijab qabul. Permintaan tersebut saya jalani, meski, sekali lagi, dengan cara yang amat sederhana dan apa adanya. Pengetahuan dan pengalaman yang sangat minim tidak menghalangi saya untuk melaksanakan tugas tersebut sebagai bagian dari pengabdian di tengah masyarakat. ****** Berikut contoh atau tuladha apa yang saya sampaikan tersebut. Assalamu 'alaikum wr.wb. ·           *** Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.      *** Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. ·          *** Panjenenganipun Bapak Susilo ingkang hamikili Bapak Sukimin sek

Tanggap Wacana Basa Jawi dan Contoh Lamaran

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi yang berpengaruh pada perubahan perilaku masyarakat, ternyata masih banyak orang tetap memegang teguh   dan ‘nguri-nguri’ (melestarikan) warisan ‘Budaya Jawa’. Salah satu warisan tersebut adalah ‘Tanggap Wacana Basa Jawi’ atau pidato bahasa jawa dalam acara-acara adat maupun ‘pasamuan’ (pertemuan) keluarga dan warga kampung, terutama   di ‘tlatah’ (daerah) Jawa Tengah dan Jawa Timur. Atau di berbagai daerah di Indonesia yang terdapat komunitas atau kelompok masyarakat ‘Jawa’. Bagi sebagian orang, meski mereka hidup di lingkungan masyarakat berbudaya Jawa, tanggap wacana basa jawi (pidato bahasa jawa) sering dianggap momok karena sulit pengetrapannya. Ketidakmampuan mereka bisa karena sudah ngga peduli dengan bubaya jawa atau ngga mau belajar, sehingga keadaan sekarang ini ibarat ‘Wong Jowo Ilang Jawane’ – orang Jawa sudah kehilangan jatidirinya sebagai orang Jawa. Namun bagi orang yang kebetulan di- tua -kan di li

ATUR PAMBAGYA HARJA WILUJENG

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -       Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -       Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingkang Maha Kawasa, awit saking peparing ni’mat saha berkahipun, panjenengan dalasan kula saget makempal manunggal, wonten papan punika kanthi wilujeng mboten wonten alangan satunggal punapa. Para Rawuh Kakung Sumawana Putri ingkang minulya. Kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bapa Ignasius Sarono, S.Pd dalasan Ibu Dra. Christiana Sri Wahyuni Kustiasih, M.Pd , ingkang pidalem ing Plumbungan Indah Sragen, wonten kalenggahan punika kepareng matur : Sepisan , bilih Bapa Ibu Iganasius Sarono ngaturaken syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingakang Maha Kawasa, awit   saking Berkahi-pun, saha donga pangestu panjenengan sedaya, sampun kal

ATUR PANAMPI PASRAH CALON TEMANTEN BADE IJAB

Assalamu'alaikum wrwb. -    Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten. -    Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. -    Panjenenganipun Bapak….                  ingkang hamikili Bapak Karjiyono, SE, MM – Ibu Rr. Erniani Djihad Sismiyati (alm) ingkang tuhu kinurmatan. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka sulih salira saking panjenenganipun Bp. Haji Mulyono Raharjo, S.Pd, MM   sekalian Ibu Sri Sayekti, Sm,Hk keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah calon temanten kakung. Ingkang sepisan , kula minangkani Bapak Mulyono Raharjo sekalian, dalasan sedaya kulawarga ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bapak Karjiyono, sapendherek, ingkang pidalem wonten ing   Jombor Lor, RT.01/18, Kel. Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Ngayogyakarta Hadiningrat. Kaping kalih , menggah salam taklim Bp. Karjiyono sekalian lumantar panjenengan s