Skip to main content

Catatan Perjalanan : Menembus Medan Maut


Oleh Suparto

Awal Januari. Dengan senang hati, kusambut ajakan teman untuk mengikuti wisata ke kawasan Gunung Bromo. 

“Ini kesempatan emas yang sudah lama kunanti. Gratis lagi…” pikirku. 

Terbayang dibenakku, “….perjalanan yang mengasyikkan. Apalagi ketika berada di puncak gunung,  dengan mata telanjang bisa menyaksikan Sang Mentari muncul dari balik bumi…”. 

Tetapi apa yang terjadi? Berikut catatan perjalananku.



Pukul 13.30 Bus Pariwisata yang kami tumpangi mulai bergerak meninggalkan kota Sragen menuju kawasan wisata Gunung Bromo, Malang, Jawa Timur. Keberangkatan Bus molor dari rencana semula pukul 12.00, lantaran menunggu beberapa teman yang datang terlambat. Meski tergolong lancar, tetap saja perjalanan Sragen – Malang memakan waktu sekitar 7 jam.

Menjelang pukul 9 malam, rombongan tiba di penginapan, Hotel Sukapura Probolinggo. Beberapa teman terlihat lelah dan mengantuk. Setelah menerima penjelasan dari pemandu wisata, kami langsung beristirahat, tidur di kamar hotel yang sudah disiapkan. Sementara beberapa orang masih menikmati hiburan musik yang disuguhkan pihak hotel dan biro perjalanan.

Pukul 02.30 dini hari, semua peserta sudah dibangunkan  untuk persiapan menempuh perjalanan menuju ke puncak Gunung Penanjakan agar bisa menyaksikan keindahan “matahari terbit” (sun rise) secara alami.

jeep maut
Setelah dibagi dalam beberapa kelompok, kami berlima menumpang kendaran mobil Hardtop. Untuk menahan cuaca dingin yang menggigit tulang, kubalut seluruh badan dengan kelengkapan pakaian tebal seperti topi gunung, sarung tangan, jaket, syal dan celana jeans.

Jarum jam menunjuk angka 03.00 dini hari ketika kendaraan yang kami tumpangi mulai tancap gas menyusuri jalan berkelok dan menanjak, menembus kawasan hutan Probolinggo menuju ke puncak Gunung Penanjakan dengan ketinggian sekitar 2.700 meter dari permukaan laut (dpl).  Sementara hujan gerimis mulai turun mengiringi perjalan kami.

Di kegelapan dini hari, samar-samar kulihat medan berat berupa tebing terjal, jurang dan jalan licin yang sangat mengerikan dan berbahaya. Kami berlima hanya bisa diam membisu. Tetapi hati dan mulut kami terus berdoa, dalam kondisi tegang, dan sesekali menahan nafas. Namun sang pengemudi entah sengaja atau tidak, justru makin kencang menginjak gas mempercepat laju kendaraan produksi tahun 1979 ini. Maklum, Handoko, nama pemuda berusia 30 tahun asal Probolinggo ini sudah puluhan tahun menjadi sopir yang mengantar para wisatawan di seputar gunung Bromo.

Setelah satu jam perjalanan yang mendebarkan, sekitar pukul 04.00 kami tiba di punggung gunung Penanjakan. Perasaan lega, lantaran terbebas dari medan berat. Tetapi, perut terasa lapar, keringat dingin keluar dan badan lelah akibat guncangan di kendaraan. Di lokasi ini, kami bertemu dengan kelompok lain yang mulai berdatangan. Seorang teman mengajak istirahat sejenak di warung untuk mencari makan dan minum agar badan bisa segar kembali. Usai makan dan minum, kami sholat subuh di mushala yang tidak jauh dari warung tersebut.

Pukul 05.15 dengan berjalan kaki, kami mulai bergegas menuju ke puncak gunung Penanjakan. Sampai di pelataran, sudah berkumpul ratusan orang dari berbagai daerah di Indonesia.
ratusan orang berjubel di pelataran gunung Pananjakan


Mereka adalah para wisatawan, pecinta alam atau fotografer yang ingin menyaksikan langsung terbitnya matahari di ufuk timur dari puncak sebuah gunung. 

“Ini tentu peristiwa yang dahsyat dan mendebarkan. Bisa melihat matahari terbit, muncul dari balik bumi, dengan mata telanjang dari puncak gunung,” bisik beberapa teman, menggambarkan perasaannya.

Waktu terus berjalan. Jarum jam menunjuk angka 05.30. Ratusan orang sudah mulai konsentrasi mengarahkan pandangan kearah timur agar tidak kehilangan kesempatan untuk menyaksikan matahari terbit yang diperkirakan akan muncul beberapa puluh menit lagi. Puluhan orang yang lain dengan kamera foto dan videonya siap ditangan untuk mengabadikan momen indah itu. Namun, pemandangan yang terlihat pagi itu hanya kabut tebal menutup cakrawala timur. Beberapa orang mulai terlihat resah. 

“Sepertinya hari ini kita tidak bisa melihat matahari terbit nih. Kabutnya malah makin tebal saja. Gagal total ini….”, gumam beberapa orang sembari melihat jam tangannya.


Betul, tak terasa jarum jam sudah bergerak mendekati angka 07.00. Artinya, keinginan untuk menyaksikan matahari terbit (sun rise) sudah tidak mungkin lagi. 

Ratusan orang yang berjejal di puncak gunung itu mulai resah. Mereka menarik nafas dalam-dalam, dan menunjukkan raut muka tidak menyenangkan dengan berbagai perasaanya masing-masing.

Mereka ada yang kecewa karena perjalanan jauh  yang ditempuhnya melalui medan berat dan menguras tenaga seolah sia-sia. Yang lain berkomentar, “besuk lagi kalau ke sini jangan di musim penghujan. Jelas cuaca kurang menguntungkan…”.

Tetapi ada yang dengan legowo, ikhlas menerima kenyataan itu. 

“Ya, inilah manusia, hanya bisa berusaha, tetapi Allah yang Maha Penentu. Jagad raya dan seluruh isinya ini adalah milik Allah Tuhan Yang Maha Kuasa, dan Dia pula yang mengaturnya”, kata seseorang  dengan gaya seperti Ustad.
lautan pasir


Setelah gagal menyaksikan matahari terbit, kami beserta ratusan orang mulai meninggalkan lokasi pelataran gunung Penanjakan. 

Kami mencari mobil Hardtop sesuai nomor kelompok masing-masing. Tujuan kami selanjutnya adalah kawasan lain Gunung Bromo untuk menyaksikan keindahan lautan pasir dan kawah.

Sekitar pukul 07.30 mobil mulai bergerak menembus kabut tebal yang membatasi jarak pandang perjalanan turun gunung. Tetapi sang sopir tidak peduli dengan kondisi jalan berkelok, dan kabut tebal. Sopir itu tetap mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi. Seolah-seolah dengan mata tertutup pun mobil yang dikendarainya bisa berjalan k arah yang ditujunya.

Namun hati kami mulai berdebar lagi, menahan nafas dan terus berdoa. Peristiwa dipuncak gunung Penanjakan yang mengecewakan sepertinya sudah tidak kami ingat lagi. Kini kami mulai fokus ke medan menurun yang kami lalui, sambil membayangkan medan yang kami lalui sekarang tidak lebih aman daripada saat menanjak dini hari  tadi.
kawah gunung Bromo


Setengah jam perjalanan, kabut tebal mulai sirna tersibak oleh mentari pagi yang menerobos sela-sela pepohoman.

"Masya Allah, medan yang kami lalui sekarang mulai terlihat jelas, sangat mengerikan. Ternyata jalan menurun yang berkelok-kelok, dengan tebing tinggi dan jurang menganga di tengah hutan," gumamku. Aku menyebutnya sebagai medan maut.



“Awas, hati-hati mas”. Kalimat itu keluar puluhan kali dari mulut kami untuk mengingatkan sopir. Tetapi sang sopir tak menggubrisnya. Ia malah menginjak gas makin dalam, seolah mengejek kami. Badan kami terguncang makin hebat, bikin perut sakit, kepala pusing dan kuping mendenging. Kami harus berpegangan kuat pada jok agar tidak terjatuh.

Satu jam kemudian, medan mengerikan dan menyebalkan terlewati. Perjalanan mulai memasuki kawasan gunung Bromo. Sejauh mata memandang, yang  terlihat hanya lautan pasir nan indah. Cuaca cerah. Kami berjalan kaki ratusan meter, sementara beberapa teman naik kuda, menuju puncak untuk menyaksikan kawah gunung Bromo.

Subhanallah. Alhamdulillah. Kini rasa kecewa karena gagal menyaksikan matahari terbit, atau tubuh lelah setelah melewati medan mengerikan, hilang. Berganti dengan perasaan menyenangkan dan rasa syukur kepada Sang Penguasa Jagad Raya yang telah menciptakaan keindahan alam ini….

Comments

Popular posts from this blog

TANGGAP WACANA ATUR PAMBAGYA HARJA

Pada rangkaian acara resepsi pernikahan, keluarga yang mempunyai hajat (punya kerja), berkewajiban menyampaikan sambutan (tanggap wacana) selamat datang kepada seluruh hadirin. Dalam tatacara resepsi adat Jawa disebut Atur Pambagya Harja, atau atur pambagya wilujeng. Dalam sambutan ini, orang yang punya kerja akan mewakilkan kepada orang tertentu yang ditunjuk, biasanya ketua RT/RW, atau orang yang dituakan di lingkungannya. Nah, ketika menjadi ketua RT, saya pernah mendapat tugas untuk menyampaikan pidato (tanggap wacana) tersebut. ****** Berikut contoh / tuladha atur pambagya harja yang pernah saya sampaikan…. Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -        Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -        Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Allah SWT, Gusti Ingkang Mah

CONTOH ATUR PANAMPI PASRAH TEMANTEN SARIMBIT ACARA NGUNDUH MANTU

Bp-Ibu Bambang Sutopo  Assalamu'alaikum wrwb. 1.      Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.. 2.      Panjenenganipun Bapa Suwardi minangka sulih sarira saking Bapa Gito Suwarno-Ibu Tuginem, ingkang tuhu kinurmatan. 3.      Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang bagya mulya. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Allah SWT - Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bp. Bambang Sutopo, S.Pd,  sekalian Ibu Jari, keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah saking kulawarga Bapa Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem. Ingkang sepisan , kula minangkani punapa ingkang dados kersanipun Bapa Bambang Sutopo sekalian dalasan sedaya kulawarga, ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bp Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem-sapendherek,  ingkang pidalem w onten ing   Dukuh Jenggrik,  Desa Purwosuman,  Kec. Sidoharjo, Kab Sragen. Kaping kalih , menggah salam taklim 

ATUR PASRAH BOYONG TEMANTEN KEKALIH

Salah satu rangkaian adat Jawa setelah melangsungkan resepsi pernikahan adalah, keluarga temanten perempuan memboyong kedua mempelai kepada keluarga orangtua mempelai laki-laki (besan).  Sebelum masuk rumah keluarga besan, diadakan acara “Atur Pasrah” dari keluarga mempelai perempuan, dan “Atur Panampi” dari keluarga besan. Berikut adalah tuladha (contoh) sederhana “Atur Pasrah” yang saya susun dan laksanakan. *** Assalamu ‘alaikum Wr.Wb. Bismillahirrahmanirrahim. Al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin. * Para sesepuh pinisepuh ingkang dahat kinabekten ** Panjenenganipun Bp.Waluyo dalasan Ibu Sumarni ingkang kinurmatan *** P ara rawuh kakung putri ingkang bagya mulya . Kanti  ngunjukaken raos syukur dumateng Allah SWT, Gusti Ingkang Moho Agung. Sowan kula mriki dipun saroyo dening panjenenganipun Bapa Haji Supriyadi, S.Pd dalasan Ibu Hajah Lasmi ingkang pidalem wonten Plumbungan Indah RT.27/RW.08 Kelurahan Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, kepareng matur

Pidato Kocak Dai Gokil

Humor sebagai salah satu bumbu komunikasi dalam berpidato hingga kini masih diakui kehebatannya. Ketrampilan   menyelipkan humor-humor segar dalam berpidato atau ceramah,   menjadi daya pikat tersendiri bagi audien atau pendengarnya sehingga membuat mereka betah mengikuti acara sampai selesai. Buku saku berjudul “Pidato-pidato Kocak ala Pesantren” karya Ustad Nadzirin (Mbah Rien) ini mungkin bisa menjadi referensi bagi pembaca yang ingin menciptakan suasana segar dalam berpidato. Buku setebal   88 halaman yang diterbitkan oleh Mitra Gayatri Kediri (tanpa tahun) ini berisi contoh-contoh pidato penuh humor. Membaca buku yang menyajikan enam contoh pidato yang oleh penulisnya dimaksudkan untuk bekal dakwah   para dai gokil dan humoris ini saya ngakak abis .  Pengin tahu cuplikannya? Silahkan simak berikut ini. “Saudara dan saudari.  Baik eyang putra maupun eyang putri…Semua tanpa kecuali yang saya cintai… Meski kalian semua tidak merasa saya cintai…” “…..Allah tela

Atur Wangsulan Lamaran Calon Temanten

Meski tugas juru bicara untuk menyampaikan lamaran (pinangan) seperti yang saya tulis kemarin berlangsung 'glagepan' dan 'gobyoss', namun oleh beberapa teman,  saya dianggap 'sukses'.  "Bagus Pak. Sederhana dan 'cekak aos' apa yang menjadi inti," kata teman.  Tapi bagi saya pribadi, respon teman itu mungkin bisa diartikan lain. Sekedar untuk menyenangkan saya atau 'nyindir'. Namun tetap saya ucapkan terima kasih, karena memberi saya kesempatan untuk belajar dari pengalaman.  Betul. Beberapa hari setelah kejadian itu, saya diminta lagi untuk menjadi 'juru bicara' sebagai pihak yang harus menyampaikan jawaban/tanggapan atas lamaran di keluarga lain. Saya pun tak bisa mengelak. Karena waktunya sangat mendadak maka konsep saya tulis tangan dengan banyak coretan.  Seperti diketahui, setelah adanya lamaran dari keluarga pihak lelaki, biasannya diikuti dengan kunjungan balasan untuk  menyampaikan jawaban atau balasan.

ATUR PASRAH CALON TEMANTEN KAKUNG BADE IJAB ( Kanthi Prasaja ) )

Setelah dua kali mendapat mandat menjadi ‘talanging basa’ atau juru bicara untuk menyampaikan dan menerima ‘lamaran’ atau pinangan, dikesempatan lain ternyata saya ‘dipaksa’ lagi menjalani tugas untuk urusan adat Jawa. Kali ini, saya diminta salah satu keluarga untuk menjadi juru bicara ‘atur pasrah calon temanten kakung’ - pasrah calon mempelai pria, kepada calon besan menjelang acara ijab qabul. Permintaan tersebut saya jalani, meski, sekali lagi, dengan cara yang amat sederhana dan apa adanya. Pengetahuan dan pengalaman yang sangat minim tidak menghalangi saya untuk melaksanakan tugas tersebut sebagai bagian dari pengabdian di tengah masyarakat. ****** Berikut contoh atau tuladha apa yang saya sampaikan tersebut. Assalamu 'alaikum wr.wb. ·           *** Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.      *** Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. ·          *** Panjenenganipun Bapak Susilo ingkang hamikili Bapak Sukimin sek

Tanggap Wacana Basa Jawi dan Contoh Lamaran

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi yang berpengaruh pada perubahan perilaku masyarakat, ternyata masih banyak orang tetap memegang teguh   dan ‘nguri-nguri’ (melestarikan) warisan ‘Budaya Jawa’. Salah satu warisan tersebut adalah ‘Tanggap Wacana Basa Jawi’ atau pidato bahasa jawa dalam acara-acara adat maupun ‘pasamuan’ (pertemuan) keluarga dan warga kampung, terutama   di ‘tlatah’ (daerah) Jawa Tengah dan Jawa Timur. Atau di berbagai daerah di Indonesia yang terdapat komunitas atau kelompok masyarakat ‘Jawa’. Bagi sebagian orang, meski mereka hidup di lingkungan masyarakat berbudaya Jawa, tanggap wacana basa jawi (pidato bahasa jawa) sering dianggap momok karena sulit pengetrapannya. Ketidakmampuan mereka bisa karena sudah ngga peduli dengan bubaya jawa atau ngga mau belajar, sehingga keadaan sekarang ini ibarat ‘Wong Jowo Ilang Jawane’ – orang Jawa sudah kehilangan jatidirinya sebagai orang Jawa. Namun bagi orang yang kebetulan di- tua -kan di li

ATUR PAMBAGYA HARJA WILUJENG

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -       Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -       Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingkang Maha Kawasa, awit saking peparing ni’mat saha berkahipun, panjenengan dalasan kula saget makempal manunggal, wonten papan punika kanthi wilujeng mboten wonten alangan satunggal punapa. Para Rawuh Kakung Sumawana Putri ingkang minulya. Kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bapa Ignasius Sarono, S.Pd dalasan Ibu Dra. Christiana Sri Wahyuni Kustiasih, M.Pd , ingkang pidalem ing Plumbungan Indah Sragen, wonten kalenggahan punika kepareng matur : Sepisan , bilih Bapa Ibu Iganasius Sarono ngaturaken syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingakang Maha Kawasa, awit   saking Berkahi-pun, saha donga pangestu panjenengan sedaya, sampun kal

ATUR PANAMPI PASRAH CALON TEMANTEN BADE IJAB

Assalamu'alaikum wrwb. -    Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten. -    Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. -    Panjenenganipun Bapak….                  ingkang hamikili Bapak Karjiyono, SE, MM – Ibu Rr. Erniani Djihad Sismiyati (alm) ingkang tuhu kinurmatan. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka sulih salira saking panjenenganipun Bp. Haji Mulyono Raharjo, S.Pd, MM   sekalian Ibu Sri Sayekti, Sm,Hk keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah calon temanten kakung. Ingkang sepisan , kula minangkani Bapak Mulyono Raharjo sekalian, dalasan sedaya kulawarga ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bapak Karjiyono, sapendherek, ingkang pidalem wonten ing   Jombor Lor, RT.01/18, Kel. Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Ngayogyakarta Hadiningrat. Kaping kalih , menggah salam taklim Bp. Karjiyono sekalian lumantar panjenengan s