Skip to main content

Menuntaskan Kesetiaan Bersama Bas Betot


Wanita berusia 54 tahun bernama Peni itu terus menyusuri jalanan kampung. Ia tak menghiraukan terik mentari yang membakar tubuh mungilnya. Peluh keringat berleleran menghapus bedak dan gincu di wajahnya. Dengan senyum yang selalu tersungging dibibirnya, ia berhenti di depan setiap rumah yang dilaluinya. 

Dengan memainkan alat musik “Bas Betot” sederhana, ia dendangkan lagu-lagu Jawa Campursari. “Bas Betot” milik Peni ini terbuat dari papan, berbentuk kotak yang berfungsi sebagai tabung suara, dengan lubang di tengahnya seperti gitar. Dawainya terbuat dari karet ban dalam sepeda. Ketika ditarik (dibetot) dawainya, akan terdengar suara  ngebas di telinga. Alat ini kemudian dinamakan ”bas betot”.

Suara emas Peni yang berpadu dengan suara ketipak-ketipuk-dang-duts “bas betot” yang dimainkan dengan jemari dan telapak tangannya, melahirkan musik yang indah. Baru beberapa bait lagu dinyanyikan, uang receh senilai seratus duaratus rupiah pun diterima dari penghuni rumah. Peni terus berpindah ke deretan rumah-rumah berikutnya, dengan acting yang sama, dan menerima imbalan sekedarnya.

Itulah Peni, pengamen tradisional jalanan kelas kampung yang tetap bertahan ditengah kerasnya perjuangan hidup. Peni menjalani profesi ini demi mempertahankan biduk rumah tangga dengan kondisi yang memprihatinkan. Suaminya, Waridin (61 tahun), sudah beberapa tahun tak berdaya karena menderita sakit Stroke.

Peni harus mengatur waktu dan tenaga sedemikian rupa untuk memenuhi semua kewajibannya sebagai isteri, sekaligus menjadi tulang punggung keberlangsungan hidup rumah tangga. Sementara anak satu-satunya, kini telah berkeluarga dan tinggal cukup jauh dari rumahnya. Praktis, ketika ia pergi mencari sesuap nasi melalui ngamen, suaminya tinggal sendirian di rumah. Namun saat pergi, Peni pamit dan minta bantuan pada tetangga untuk mengawasi suaminya serta membantu seperlunya jika membutuhkan.

Setiap pagi, usai membersihkan rumah, menyiapkan makanan dan segala sesuatu untuk suaminya, Peni pergi dari rumah dengan mengayuh sepeda onthel sejauh tiga kilometer menuju jalan raya. Setelah menitipkan sepeda di rumah orang yang dikenalnya, ia naik angkutan desa dengan tujuan pasar dan kampung-kampung wilayah perkotaan.

Dalam sehari, ia berjalan kaki tak kurang dari limabelas kilometer sambil mengendong kotak “Bas Betot” seberat beberapa kilogram. Namun ia membatasi waktu operasionalnya hanya sampai pukul 14 siang karena harus segera pulang mengurus suaminya. Dari jerih payahnya, setiap hari ia bisa membawa pulang hasil ngamen sekitar 50 – 70 ribu rupiah. Namun adakalnya, ia hanya bisa membawa hasil sekitar 20 ribu rupiah sehari.
***
Peni, hanya seorang pengamen jalanan kelas kampung. Meski tubuhnya kecil, sejatinya ia wanita kuat, tangguh dan ulet. Ia tak pernah mengeluh dan menyerah menghadapi problem hidupnya. Tetap bertahan terhadap beban hidup yang disandangnya. Demi kelangsungan hidup keluarga, ia jalani semua itu dengan penuh semangat, sabar dan gembira.

Pokoke tetep semangat, sabar lan seneng.” Itu prinsip Peni tentang bekal perjuangan hidupnya.

Dengan tetap semangat, sabar dan menjaga hati tetap senang, ia merasa bisa mengatasi tekanan hidup yang tidak bisa dihindari. Peni setia merawat suaminya yang sudah beberapa tahun menderita sakit Stroke, dengan penuh kasih sayang dan kesabaran. Sementara anaknya semata wayang yang sudah berkeluarga dan tinggal di tempat jauh, tak bisa diharapkan.

Bagi Peni, menjadi pengamen adalah pilihan hidup yang harus dijalaninya penuh semangat dan senang hati.

Suaminya, waktu belum terkena sakit Stroke, juga menjadi pengamen selama puluhan tahun. Meski suaminya pengamen, Peni mengaku dirinya tidak bisa menyanyi.  Namun ketika suaminya sakit tak berdaya, ia memutuskan untuk meneruskan profesi suaminya. Peni pun berusaha dan belajar keras untuk bisa menyanyi.

“Dulu saya sama sekali tidak bisa menyanyi. Karena dipaksa oleh keadaan, ‘kepepet’, saya mulai belajar menyanyi. Karena suami saya sakit maka saya belajar sendiri. Caranya, tiap hari mendengarkan siaran lagu-lagu di radio, dan juga nyetel kaset. Saya perhatikan semua, dan langsung saya praktekkan. Alhamdulillah, hampir semua lagu campursari sudah saya kuasai. Juga dangdut ‘koplo’ sudah saya hapalkan.” Cerita Peni tentang usaha kerasnya untuk menguasai lagu-lagu Campursari.
***
Peni, yang tinggal di sebuah desa berjarak 10 kilometer dari kota, punya jadwal dan peta lokasi untuk menjalankan aksi ngamennya. Dari rumah ia kayuh sepeda onthel sejauh tiga kilometer menuju jalan raya, untuk kemudian naik angkutan desa ke sasaran yang dituju sesuai trayek kendaraan umum yang dinaikinya.

Begitu turun dari angkudes, ia berjalan kaki keliling kampung, menjalankan aksi tarik suara dengan modal alat musik “Bas Betot” yang sudah butut.

Peni mengaku, saat ia menjalankan aksinya ngamen di depan rumah-rumah yang dilaluinya, sebagian besar pemiliknya memberikan uang receh senilai seratus hingga lima ratus rupiah. Namun ia tak kecewa kalau ada satu dua warga yang menutup pintu rumahnya ketika tahu ada pengamen mau lewat.

“Saya ikhlas saja. Yang penting cari rejeki halal dengan ngamen. Berapa hasilnya, ya itu pemberian Gusti Allah.”

Peni memang tidak mematok target penghasilan setiap harinya. Ia justru membatasi operasionalnya maksimal sampai pukul dua siang, karena ingat suaminya yang juga butuh perhatian. Untuk memastikan kondisi suaminya di rumah, ia membawa hp (handphone) sebagai alat komunikasi. Suaminya menggunakan hp dengan cara minta tolong kepada tetangga untuk memencetkan nomor Peni, kemudian bicara dengan suara sebisanya.
***
Siang itu, ketika ia siap memainkan musik dan menyanyikan sebuah lagu di depan rumahku, tiba-tiba suara dering hp terdengar dari dalam tas mungilnya. Ia segera membuka tas, mengambil hp dan menerima pesan dari seberang.

“Hu, hang hulih….,” Peni menirukan ucapan suaminya yang tidak begitu jelas lantaran sakit stroke. Namun ia paham maksudnya, yakni,  Bu, ndang mulih – Bu, segera pulang.” Ternyata, waktunya sudah hampir jam dua.
***
Sebelum Peni bergegas pulang, Peni menyelesaikan sebuah lagu/gendhing, berjudul Setyo Tuhu di depan rumahku. Aku menyukai lagu yang biasa dilantunkan penyanyi Manthous itu. Lagu ini sebenarnya berirama langgam yang halus, namun oleh Peni dinyanyikan dengan irama dangdut koplo

Sebuah lagu yang menggambarkan kesetiaan dan cinta sejati kepada sang kekasih. Seperti yang dijalani Peni kepada suaminya. Kesetiaan hidup bersama “Bas Betot” kesayangan dan lagu favoritnya, Setyo Tuhu, ia ingin menuntaskan kesetiaan sejati kepada sang suami.

Syair lagu dan suara melengking Peni membuatku trenyuh. Aku serahkan selembar uang sepuluh ribu rupiah.

“Mbak, tolong nyanyikan lagi ya, itu lagu Setyo Tuhu.” Pesanku.

Nggih Pak. Siap, terima kasih saya sudah diberi uang, ini cukup banyak.”

Aku, kang setyo satuhu
( Aku yang setia secara mendalam )
Wit mbiyen, nganti saiki
( Sejak dulu, hingga saat ini )
Bebasane, peteng kepapag obor sumunar
( Seperti gelap yang bertemu sinar terang )

Andiko pangayomanku
( Kamulah tempatku berteduh )
Lahir-batinku wus nyoto
( Lahir-batinku sudah terbukti )
Mung sajak-e, andiko semune kurang reno
( Hanya saja, kamu seperti kurang percaya )

Tondho yekti, paseksene rikalane ngangkat awrat
( Tanda bukti, terlihat ketika tengah mengangkat berat /
melalui masa sulit )
Mlampah tebih, datan lesu
( Berjalan jauh, tanpa merasa lelah )

Mugi antuk berkahing Gusti
( Semoga Tuhan YME memberi berkah )
Andiko mung tansah limpat
( Kamu hanya perlu terus berjalan maju )
Panyuwunku, Sedyo kulo, tansah anglam-lami...
( Permintaanku, semoga terkenang selalu..)

Suparto
Terinspirasi gaya tulisan almarhum Kuntowijoyo, seorang Sastrawan yang juga Sejarawan. Kuntowijoyo bukan hanya menulis tema-tema berat (akademis), tapi juga hal-hal ringan dan sederhana yang dijumpai sehari-hari menjadi cerita penuh hikmah.

Comments

  1. Selalu suka dengan tulisannya Pak Suparto. Keren, penuh makna.
    Terkadang saat saya melihat pengamen ibu-ibu suka berpikir... Gimana kehidupan keluarganya ya??

    ReplyDelete
  2. Makasih mbak April. Tapi belum bisa sebaik tulisan Mbak April. Saya masih terus belajar.
    Itulah salah satu sisi kehidupan pengamen.

    ReplyDelete
  3. Ya Alloh kita memang harus lebih sering menunduk ke bawah. Agar selalu bersyukur

    ReplyDelete
  4. Ya Alloh kita memang harus lebih sering menunduk ke bawah. Agar selalu bersyukur

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya. kita masih sering mengeluh dengan keadaan kita. padahal ada orang lain yang lebih ngeri hidupnya tapi tetap semangat...

      Delete
  5. "Tetep semangat, sabar, lan seneng."

    Luar biasa, Bu Peni.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

TANGGAP WACANA ATUR PAMBAGYA HARJA

Pada rangkaian acara resepsi pernikahan, keluarga yang mempunyai hajat (punya kerja), berkewajiban menyampaikan sambutan (tanggap wacana) selamat datang kepada seluruh hadirin. Dalam tatacara resepsi adat Jawa disebut Atur Pambagya Harja, atau atur pambagya wilujeng. Dalam sambutan ini, orang yang punya kerja akan mewakilkan kepada orang tertentu yang ditunjuk, biasanya ketua RT/RW, atau orang yang dituakan di lingkungannya. Nah, ketika menjadi ketua RT, saya pernah mendapat tugas untuk menyampaikan pidato (tanggap wacana) tersebut. ****** Berikut contoh / tuladha atur pambagya harja yang pernah saya sampaikan…. Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -        Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -        Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Allah SWT, Gusti Ingkang Mah

CONTOH ATUR PANAMPI PASRAH TEMANTEN SARIMBIT ACARA NGUNDUH MANTU

Bp-Ibu Bambang Sutopo  Assalamu'alaikum wrwb. 1.      Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.. 2.      Panjenenganipun Bapa Suwardi minangka sulih sarira saking Bapa Gito Suwarno-Ibu Tuginem, ingkang tuhu kinurmatan. 3.      Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang bagya mulya. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Allah SWT - Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bp. Bambang Sutopo, S.Pd,  sekalian Ibu Jari, keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah saking kulawarga Bapa Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem. Ingkang sepisan , kula minangkani punapa ingkang dados kersanipun Bapa Bambang Sutopo sekalian dalasan sedaya kulawarga, ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bp Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem-sapendherek,  ingkang pidalem w onten ing   Dukuh Jenggrik,  Desa Purwosuman,  Kec. Sidoharjo, Kab Sragen. Kaping kalih , menggah salam taklim 

ATUR PASRAH BOYONG TEMANTEN KEKALIH

Salah satu rangkaian adat Jawa setelah melangsungkan resepsi pernikahan adalah, keluarga temanten perempuan memboyong kedua mempelai kepada keluarga orangtua mempelai laki-laki (besan).  Sebelum masuk rumah keluarga besan, diadakan acara “Atur Pasrah” dari keluarga mempelai perempuan, dan “Atur Panampi” dari keluarga besan. Berikut adalah tuladha (contoh) sederhana “Atur Pasrah” yang saya susun dan laksanakan. *** Assalamu ‘alaikum Wr.Wb. Bismillahirrahmanirrahim. Al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin. * Para sesepuh pinisepuh ingkang dahat kinabekten ** Panjenenganipun Bp.Waluyo dalasan Ibu Sumarni ingkang kinurmatan *** P ara rawuh kakung putri ingkang bagya mulya . Kanti  ngunjukaken raos syukur dumateng Allah SWT, Gusti Ingkang Moho Agung. Sowan kula mriki dipun saroyo dening panjenenganipun Bapa Haji Supriyadi, S.Pd dalasan Ibu Hajah Lasmi ingkang pidalem wonten Plumbungan Indah RT.27/RW.08 Kelurahan Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, kepareng matur

Pidato Kocak Dai Gokil

Humor sebagai salah satu bumbu komunikasi dalam berpidato hingga kini masih diakui kehebatannya. Ketrampilan   menyelipkan humor-humor segar dalam berpidato atau ceramah,   menjadi daya pikat tersendiri bagi audien atau pendengarnya sehingga membuat mereka betah mengikuti acara sampai selesai. Buku saku berjudul “Pidato-pidato Kocak ala Pesantren” karya Ustad Nadzirin (Mbah Rien) ini mungkin bisa menjadi referensi bagi pembaca yang ingin menciptakan suasana segar dalam berpidato. Buku setebal   88 halaman yang diterbitkan oleh Mitra Gayatri Kediri (tanpa tahun) ini berisi contoh-contoh pidato penuh humor. Membaca buku yang menyajikan enam contoh pidato yang oleh penulisnya dimaksudkan untuk bekal dakwah   para dai gokil dan humoris ini saya ngakak abis .  Pengin tahu cuplikannya? Silahkan simak berikut ini. “Saudara dan saudari.  Baik eyang putra maupun eyang putri…Semua tanpa kecuali yang saya cintai… Meski kalian semua tidak merasa saya cintai…” “…..Allah tela

Atur Wangsulan Lamaran Calon Temanten

Meski tugas juru bicara untuk menyampaikan lamaran (pinangan) seperti yang saya tulis kemarin berlangsung 'glagepan' dan 'gobyoss', namun oleh beberapa teman,  saya dianggap 'sukses'.  "Bagus Pak. Sederhana dan 'cekak aos' apa yang menjadi inti," kata teman.  Tapi bagi saya pribadi, respon teman itu mungkin bisa diartikan lain. Sekedar untuk menyenangkan saya atau 'nyindir'. Namun tetap saya ucapkan terima kasih, karena memberi saya kesempatan untuk belajar dari pengalaman.  Betul. Beberapa hari setelah kejadian itu, saya diminta lagi untuk menjadi 'juru bicara' sebagai pihak yang harus menyampaikan jawaban/tanggapan atas lamaran di keluarga lain. Saya pun tak bisa mengelak. Karena waktunya sangat mendadak maka konsep saya tulis tangan dengan banyak coretan.  Seperti diketahui, setelah adanya lamaran dari keluarga pihak lelaki, biasannya diikuti dengan kunjungan balasan untuk  menyampaikan jawaban atau balasan.

ATUR PASRAH CALON TEMANTEN KAKUNG BADE IJAB ( Kanthi Prasaja ) )

Setelah dua kali mendapat mandat menjadi ‘talanging basa’ atau juru bicara untuk menyampaikan dan menerima ‘lamaran’ atau pinangan, dikesempatan lain ternyata saya ‘dipaksa’ lagi menjalani tugas untuk urusan adat Jawa. Kali ini, saya diminta salah satu keluarga untuk menjadi juru bicara ‘atur pasrah calon temanten kakung’ - pasrah calon mempelai pria, kepada calon besan menjelang acara ijab qabul. Permintaan tersebut saya jalani, meski, sekali lagi, dengan cara yang amat sederhana dan apa adanya. Pengetahuan dan pengalaman yang sangat minim tidak menghalangi saya untuk melaksanakan tugas tersebut sebagai bagian dari pengabdian di tengah masyarakat. ****** Berikut contoh atau tuladha apa yang saya sampaikan tersebut. Assalamu 'alaikum wr.wb. ·           *** Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.      *** Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. ·          *** Panjenenganipun Bapak Susilo ingkang hamikili Bapak Sukimin sek

Tanggap Wacana Basa Jawi dan Contoh Lamaran

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi yang berpengaruh pada perubahan perilaku masyarakat, ternyata masih banyak orang tetap memegang teguh   dan ‘nguri-nguri’ (melestarikan) warisan ‘Budaya Jawa’. Salah satu warisan tersebut adalah ‘Tanggap Wacana Basa Jawi’ atau pidato bahasa jawa dalam acara-acara adat maupun ‘pasamuan’ (pertemuan) keluarga dan warga kampung, terutama   di ‘tlatah’ (daerah) Jawa Tengah dan Jawa Timur. Atau di berbagai daerah di Indonesia yang terdapat komunitas atau kelompok masyarakat ‘Jawa’. Bagi sebagian orang, meski mereka hidup di lingkungan masyarakat berbudaya Jawa, tanggap wacana basa jawi (pidato bahasa jawa) sering dianggap momok karena sulit pengetrapannya. Ketidakmampuan mereka bisa karena sudah ngga peduli dengan bubaya jawa atau ngga mau belajar, sehingga keadaan sekarang ini ibarat ‘Wong Jowo Ilang Jawane’ – orang Jawa sudah kehilangan jatidirinya sebagai orang Jawa. Namun bagi orang yang kebetulan di- tua -kan di li

ATUR PAMBAGYA HARJA WILUJENG

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -       Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -       Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingkang Maha Kawasa, awit saking peparing ni’mat saha berkahipun, panjenengan dalasan kula saget makempal manunggal, wonten papan punika kanthi wilujeng mboten wonten alangan satunggal punapa. Para Rawuh Kakung Sumawana Putri ingkang minulya. Kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bapa Ignasius Sarono, S.Pd dalasan Ibu Dra. Christiana Sri Wahyuni Kustiasih, M.Pd , ingkang pidalem ing Plumbungan Indah Sragen, wonten kalenggahan punika kepareng matur : Sepisan , bilih Bapa Ibu Iganasius Sarono ngaturaken syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingakang Maha Kawasa, awit   saking Berkahi-pun, saha donga pangestu panjenengan sedaya, sampun kal

ATUR PANAMPI PASRAH CALON TEMANTEN BADE IJAB

Assalamu'alaikum wrwb. -    Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten. -    Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. -    Panjenenganipun Bapak….                  ingkang hamikili Bapak Karjiyono, SE, MM – Ibu Rr. Erniani Djihad Sismiyati (alm) ingkang tuhu kinurmatan. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka sulih salira saking panjenenganipun Bp. Haji Mulyono Raharjo, S.Pd, MM   sekalian Ibu Sri Sayekti, Sm,Hk keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah calon temanten kakung. Ingkang sepisan , kula minangkani Bapak Mulyono Raharjo sekalian, dalasan sedaya kulawarga ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bapak Karjiyono, sapendherek, ingkang pidalem wonten ing   Jombor Lor, RT.01/18, Kel. Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Ngayogyakarta Hadiningrat. Kaping kalih , menggah salam taklim Bp. Karjiyono sekalian lumantar panjenengan s