Skip to main content

Ramadhan, Idul Fitri dan Saling Memaafkan


Ibadah puasa Ramadhan baru saja kita laksanakan. Ibadah puasa Ramadhan sesungguhnya suatu proses pendidikan dan latihan bagi orang-orang beriman,  menghantarkan pada puncak nilai-nilai kemanusiaan yang disebut dengan takwa.
Itulah makna firman Allah, “Hai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu menjadi orang yang bertakwa,” (Qur’an Surat (QS) Al-Baqarah [2]:183).
Dengan pendidikan dan latihan sebulan lamanya, grafik iman dan takwa kita meningkat, dosa-dosa telah terampuni, dan pahala melimpah diperoleh. Semoga kita lulus ujian dan memperoleh piagam penghargaan yang bertuliskan :
Ghufira lahu ma taqaddama min dzambih - Diampuni dosa-dosanya yang telah lampau,” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Tetapi, dosa-dosa yang telah terampuni itu, barulah dosa-dosa yang berhubungan dengan Allah. Sedangkan dosa dan kesalahan kepada sesama manusia belum terampuni sebelum kita saling memaafkan.
Maka, inilah yang kita lihat di hari nan fitri saat ini,  orang saling bersilaturahim, mohon maaf lahir dan batin, agar betul-betul fitri, bersih dari segala noda. Setelah dosa kita terhadap Allah (secara vertikal) diampuni, kesalahan kita terhadap sesama manusia (horizontal) juga terhapus.
Dalam tradisi masyarakat Indonesia, kita mengenal istilah Halal bi Halal, yang sering dimaknai sebagai bersilaturahim dan bersalaman untuk saling meminta dan memberi maaf agar hati yang membeku menjadi cair. Dengn hll bi halal semua rasa benci, dendam, permusuhan, dengki, buruk sangka dan sifat negatif lainnya hilang dari diri kita. 
Inti Halal bi Halal adalah silaturahim untuk saling memaafkan. Silaturahim berarti menyambung atau menghubungkan tali kasih sayang yang dilandasi nilai-nilai persaudaraan, dan kesetiakawanan diantara seluruh umat manusia.
Hal ini mengambil sumber dari ajaran Islam tentang hubungan manusia dengan Allah (hablun min Alloh) dan hubungan manusia dengan sesamanya (hablun min an-nas). Dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 22, Allah berfirman, ”… dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?”
Dalam ayat tersebut pemberian ampunan dari Allah tegas dikaitkan dengan pelaksanaan perintah memberi maaf dan berlapang dada atas kesalahan orang lain terhadap dirinya.
Kaitannya dengan silaturahim, dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda : Maukah kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan puasa? Yaitu engkau damaikan orang-orang yang bertengkar. Barang siapa yang ingin panjangkan usia dan banyak rejeki, sambungkanlah tali silaturahim,”
Karena itulah, Hari Lebaran atau Idul Fitri ini dianggap saat yang paling tepat untuk merajut tali persaudaraan. Meneguhkan kembali tali silaturahim untuk menemukan makna hidup yang lebih indah. Dihiasi dengan hati yang bening, terlepas dari belenggu penderitaan karena kotornya hati.
Menebar kasih sayang terhadap sesama melalui silaturahim terasa indah dan mengesankan. Tapi syaratnya harus tulus ikhlas. Jangan dikotori dengan perasaan untuk mengingat-ingat dan mencari kesalahan, aib dan kejelekan orang lain. Yang perlu justru mengingat-ingat dan meneliti aib dan kejelekan diri sendiri secara jujur, sebelum menilai orang lain.
Silaturahim tidak terbatas hanya saling berkunjung atau  berjabatan tangan saja, tetapi mempunyai makna yang lebih dalam. Yakni kita harus mampu menghubungkan/menyambungkan dan menghimpunkan berdasarkan kasih sayang. Rasulullah SAW, bersabda, ”Yang disebut silaturahim itu bukanlah sekedar seseorang yang membalas kunjungan atau pemberian, tetapi silaturahim itu nenyambungkan yang terputus,”(Hadits Riwayat Bukhari).
Menurut Abdullah Gymnastiar (2001), kalau orang berkunjung kepada kita dan kita membalas mengunjunginya, ini tidak memerlukan kekuatan mental yang tinggi. Bisa jadi hal itu dilakukan lantaran kita merasa berhutang budi.
”Tetapi jika ada orang yang tidak pernah bersilaturahim kepada kita, kemudian dengan niat tulus kita kunjungi orang tersebut walaupun harus menempuh perjalanan cukup jauh dan sulit, maka inilah yang disebut silaturahim dengan sebenarnya,” kata Aa Gym, panggilan Abdullah Gymnastiar.
Apalagi kalau ada orang yang membenci kita, kemudian kita berupaya untuk menemuinya. Padahal, jelas-jelas hak kita pernah terambil/terampas, hati kita sempat terlukai, tetapi kita tidak dedam ingin membalasnya, malah kita kunjungi dengan ketulusan, maka disinilah kekuatan dari hahekat silaturahim.
Suatu ketika Rasulullah memberi nasehat, ”Hendaklah kalian mengharapkan kemuliaan dari Allah,”
“Apakah yang dimasud itu ya Rasul,” tanya seorang sahabat.
“Hendaknya kalian suka menghubungkan tali silaturahmi kepada orang yang telah memutuskan engkau, memberikan sesuatu kepada orang yang tidak pernah memberi sesuatu kepadamu, dan hendaknya kamu memaafkan orang yang menyakitimu,”(Hadits Riwayat Al-Hakim).
Itulah tiga hal yang disebut Rasulullah dengan ungkapan afdhalul fadhail (perbuatan yang paling utama diantara yang utama), ”(Ada) suatu perbuatan yang paling utama diantara perbuatan yang utama, bersilaturrahim dengan orang yang memutuskannya, memberi pada orang yang tidak pernah memberi, dan memaafkan orang yang berlaku kurang baik pada kita,” (HR. Imam Thabrani dari Mu’adz bin Jabal).
Memaafkan Itu Mulia
Suasana Idul Fitri adalah momen paling tepat untuk melakukan hal ini. Setelah sebulan kita jalankan puasa dan berbagai ibadah yang lain dan berharap diapuni segala dosa kita kepada Allah, maka kita berusaha membersihkan hati, saling memaafkan dengan sesama manusia.
Dalam kondisi demikian, sikap memaafkan adalah sifat yang mulia dan menjadi ciri bagi orang bertaqwa. Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam Al Qur’an adalah sikap memaafkan, ”Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf (kebajikan), serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh,” (Qur’an Surat Al-A’raf [7]:199)

Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan orang lain yang dibenci. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa memaafkan adalah lebih baik, ”... dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang,” (QS. At-Taghabun, [64]:14)

    Di dalam Qur’an Surat Asy-syura [42]:43, Allah berfirman, "Barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia," (QS. Asy-syura, 42: 43).
Dengan dasar tersebut, kaum beriman adalah orang-orang yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan dalam Al Qur'an, "...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain," (QS. Ali ‘Imran [3]:134)
Dalam berbagai referensi disebutkan, mereka yang mampu memaafkan akan menjadi lebih sehat baik jiwa maupun raganya. Penderitaannya berkurang setelah memaafkan orang yang menyakitinya.
Beberapa teman pernah menyatakan, setelah memaafkan kesalahan orang lain, ia merasakan dirinya lebih baik, secara batiniyah maupun jasmaniyahnya. Gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut makin berkurang setelah dirinya menjadi orang yang suka memaafkan.
Sifat pemaaf memicu terciptanya kondisi yang lebih baik dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri. Sebaliknya, kemarahan dan kejengkelan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan kesehatan jasmani mereka.
Kemarahan adalah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun berat, terasa membahagiakan, sekaligus menunjukkan akhlak terpuji. Memaafkan mampu menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang indah dan sehat, baik secara lahir maupun batin.

Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang.

Dari sisi kebugaran jiwa, dengan memaafkan orang lain, ruang emosi kita akan relatif bersih dari beban negatif kebencian, dendam pada orang lain. Sebenarnya, kebencian kita pada orang lain justru merugikan kita lebih dulu sebelum membahayakan orang lain. Karena hari-hari yang kita lalui habis untuk memikirkan orang yang kita benci, sehingga hati kita menjadi panas membara.
Kalau kita tidak mau memaafkan orang lain dan kita tidak sudi menerima permintaan maaf dari orang lain. Maka akan menyebabkan kebencian dan dendam terus berlanjut sehingga merusak sistem emosi.
Apa yang harus kita lakukan?. Bersihkan hati dengan  menghapus kebencian dan dendam dari kesalahan orang lain yang kita anggap telah merugikan, menyakiti kita. Kemudian, menghapus keinginan untuk membalas dendam.
Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan – sebagaimana segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.
Dalam agama Islam, memaafkan termasuk karakteristik utama ketakwaan dan termasuk perilaku / sifat yang sangat disenangi Allah.
Dengan demikian, betapa pentingnya kita menyambungkan tali kasih sayang (silaturahim). Kalau kasih sayang tersambung kepada makhluk-makhluk Alloh, maka Allah pun akan menyayangi kita. Apabila kasih sayang Allah tercurah untuk kita, akan terasa indah dan bahagia kita menikmati hidup di dunia ini. Dan insya Allah,  kita juga akan menjadi orang yang beruntung hidup di dunia dan akhirat.

Mudik dan Kesucian
Suasana Idul Fitri merupakan momen/peristiwa yang istimewa, karena sudah menjadi tradisi sebagian besar masyarakat Indonesia untuk “mudik” dan berkumpul dengan seluruh keluarganya.
Kalau di luar bulan Syawal, kita mau ketemu orang satu persatu, orang per-orang sangat sulit, maka kesempatan di bulan Syawal inilah kesempatan yang paling baik untuk bertemu dengan seluruh keluarga dan kerabat atau kawan-kawannya yang sudah lama tidak ketemu.
Keinginan orang untuk mudik ke kampung pada saat lebaran, kalau kita cermati, sebenarnya muaranya sama, yakni keinginan untuk saling bertemu, kemudian memberi salam kedamaian dengan bersalaman (saling memaafkan), dengan mengharapkan berkah dari Allah SWT.
Secara harfiah, mudik itu sering diartikan pulang kampung. Tetapi secara simbolik, mudik juga berarti ‘kembali kepada asal’. Kembali ke asal kultural/budaya, seperti orang-orang yang berada di perantauan kembali ke asalnya, yakni kampung halaman.
Dalam pengertian simbolis yang lebih dalam  adalah kembali kepada kesucian. Suci dari dosa terhadap Tuhan, dan suci dari kesalahan terhadap sesamanya. Suci hatinya, bening hatinya, bersih pikirannya.Tenang dan tentram hidupnya.
Sayangnya, masyarakat kita ini baru mampu menangkap makna simbolis secara tradisi saja. “Sing penting bisa ketemu keluarga, sedulur atau konco-konco,” Makna yang lebih dalam belum dipahami.
Tapi sebenarnya, mohon ampun atas segala dosa kepada Tuhan maupun minta maaf atas segala kesalahan kepada sesama itu tidak harus dilakukan di bulan Ramadhan atau bulan Syawal saja. Yang paling baik adalah, begitu kita merasa berbuat dosa, langsung ingat, kemudian mohon ampun kepada Alloh, bertaubat, selanjutnya memperbaiki diri dan tidak mengulangi perbuatan dosa.
Begitu juga ketika kita berbuat salah kepada sesama, seketika itu  dengan penuh kesadaran langsung meminta maaf. Demikian pula kita, kalau ada orang lain yang meminta maaf, harus memberikan maaf. Sebab jika kita tidak mau, orang lain tersebut sudah terlepas dari kesalahannya terhadap kita.
Mengapa harus sesegera mungkin minta ampun kepada Allah dan minta maaf kepada sesama atas segala dosa dan kesalahan kita? Karena kita tidak tahu batas umur manusia. Bagaimana kalau mendadak Allah besok atau lusa menentukan kematian bagi kita? Padahal kita masih banyak dosa dan kesalahan. Inilah yang harus dijaga dan perlu mendapat perhatian. Terutama kesalahan terhadap sesamanya, kalau kita belum menyatakan meminta maaf, Allah belum mengampuninya.

Semoga menjadi renungan dan bermanfaat.

Suparto, Sragen, 3 Syawal 1437 H

Comments

  1. Saling memaafkan kunci kebahagiaan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi pengen mudik...tapi ga dapet ijin...sediiih

      Delete
    2. Jadi pengen mudik...tapi ga dapet ijin...sediiih

      Delete
    3. Sabar ya mb Lisa. Pasti ada hikmahnya.
      Saya kemarin juga sempat sedih karena bbrp sodara dari Bogor ke Sragen tapi tdk bs ketemu. 'Tlingsingan' di jalan.

      Delete
  2. Mumpung masih suasana lebaran, mohon maaf lahir dan batin

    ReplyDelete
    Replies
    1. semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita. aamiin.

      Delete
    2. semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita. aamiin.

      Delete
  3. Mumpung masih suasana lebaran, mohon maaf lahir dan batin

    ReplyDelete
  4. mengutip dari sebuah film Korea "memaafkan adalah memberi ruang pada rasa benci"

    ReplyDelete
    Replies
    1. memaafkan juga berarti menghapus rasa dendam...

      Delete
    2. memaafkan juga berarti menghapus rasa dendam...

      Delete
  5. Semoga kita termasuk orang2 yg pemaaf ya... aamiin.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

TANGGAP WACANA ATUR PAMBAGYA HARJA

Pada rangkaian acara resepsi pernikahan, keluarga yang mempunyai hajat (punya kerja), berkewajiban menyampaikan sambutan (tanggap wacana) selamat datang kepada seluruh hadirin. Dalam tatacara resepsi adat Jawa disebut Atur Pambagya Harja, atau atur pambagya wilujeng. Dalam sambutan ini, orang yang punya kerja akan mewakilkan kepada orang tertentu yang ditunjuk, biasanya ketua RT/RW, atau orang yang dituakan di lingkungannya. Nah, ketika menjadi ketua RT, saya pernah mendapat tugas untuk menyampaikan pidato (tanggap wacana) tersebut. ****** Berikut contoh / tuladha atur pambagya harja yang pernah saya sampaikan…. Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -        Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -        Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Allah SWT, Gusti Ingkang Mah

CONTOH ATUR PANAMPI PASRAH TEMANTEN SARIMBIT ACARA NGUNDUH MANTU

Bp-Ibu Bambang Sutopo  Assalamu'alaikum wrwb. 1.      Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.. 2.      Panjenenganipun Bapa Suwardi minangka sulih sarira saking Bapa Gito Suwarno-Ibu Tuginem, ingkang tuhu kinurmatan. 3.      Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang bagya mulya. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Allah SWT - Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bp. Bambang Sutopo, S.Pd,  sekalian Ibu Jari, keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah saking kulawarga Bapa Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem. Ingkang sepisan , kula minangkani punapa ingkang dados kersanipun Bapa Bambang Sutopo sekalian dalasan sedaya kulawarga, ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bp Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem-sapendherek,  ingkang pidalem w onten ing   Dukuh Jenggrik,  Desa Purwosuman,  Kec. Sidoharjo, Kab Sragen. Kaping kalih , menggah salam taklim 

ATUR PASRAH BOYONG TEMANTEN KEKALIH

Salah satu rangkaian adat Jawa setelah melangsungkan resepsi pernikahan adalah, keluarga temanten perempuan memboyong kedua mempelai kepada keluarga orangtua mempelai laki-laki (besan).  Sebelum masuk rumah keluarga besan, diadakan acara “Atur Pasrah” dari keluarga mempelai perempuan, dan “Atur Panampi” dari keluarga besan. Berikut adalah tuladha (contoh) sederhana “Atur Pasrah” yang saya susun dan laksanakan. *** Assalamu ‘alaikum Wr.Wb. Bismillahirrahmanirrahim. Al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin. * Para sesepuh pinisepuh ingkang dahat kinabekten ** Panjenenganipun Bp.Waluyo dalasan Ibu Sumarni ingkang kinurmatan *** P ara rawuh kakung putri ingkang bagya mulya . Kanti  ngunjukaken raos syukur dumateng Allah SWT, Gusti Ingkang Moho Agung. Sowan kula mriki dipun saroyo dening panjenenganipun Bapa Haji Supriyadi, S.Pd dalasan Ibu Hajah Lasmi ingkang pidalem wonten Plumbungan Indah RT.27/RW.08 Kelurahan Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, kepareng matur

Pidato Kocak Dai Gokil

Humor sebagai salah satu bumbu komunikasi dalam berpidato hingga kini masih diakui kehebatannya. Ketrampilan   menyelipkan humor-humor segar dalam berpidato atau ceramah,   menjadi daya pikat tersendiri bagi audien atau pendengarnya sehingga membuat mereka betah mengikuti acara sampai selesai. Buku saku berjudul “Pidato-pidato Kocak ala Pesantren” karya Ustad Nadzirin (Mbah Rien) ini mungkin bisa menjadi referensi bagi pembaca yang ingin menciptakan suasana segar dalam berpidato. Buku setebal   88 halaman yang diterbitkan oleh Mitra Gayatri Kediri (tanpa tahun) ini berisi contoh-contoh pidato penuh humor. Membaca buku yang menyajikan enam contoh pidato yang oleh penulisnya dimaksudkan untuk bekal dakwah   para dai gokil dan humoris ini saya ngakak abis .  Pengin tahu cuplikannya? Silahkan simak berikut ini. “Saudara dan saudari.  Baik eyang putra maupun eyang putri…Semua tanpa kecuali yang saya cintai… Meski kalian semua tidak merasa saya cintai…” “…..Allah tela

Atur Wangsulan Lamaran Calon Temanten

Meski tugas juru bicara untuk menyampaikan lamaran (pinangan) seperti yang saya tulis kemarin berlangsung 'glagepan' dan 'gobyoss', namun oleh beberapa teman,  saya dianggap 'sukses'.  "Bagus Pak. Sederhana dan 'cekak aos' apa yang menjadi inti," kata teman.  Tapi bagi saya pribadi, respon teman itu mungkin bisa diartikan lain. Sekedar untuk menyenangkan saya atau 'nyindir'. Namun tetap saya ucapkan terima kasih, karena memberi saya kesempatan untuk belajar dari pengalaman.  Betul. Beberapa hari setelah kejadian itu, saya diminta lagi untuk menjadi 'juru bicara' sebagai pihak yang harus menyampaikan jawaban/tanggapan atas lamaran di keluarga lain. Saya pun tak bisa mengelak. Karena waktunya sangat mendadak maka konsep saya tulis tangan dengan banyak coretan.  Seperti diketahui, setelah adanya lamaran dari keluarga pihak lelaki, biasannya diikuti dengan kunjungan balasan untuk  menyampaikan jawaban atau balasan.

ATUR PASRAH CALON TEMANTEN KAKUNG BADE IJAB ( Kanthi Prasaja ) )

Setelah dua kali mendapat mandat menjadi ‘talanging basa’ atau juru bicara untuk menyampaikan dan menerima ‘lamaran’ atau pinangan, dikesempatan lain ternyata saya ‘dipaksa’ lagi menjalani tugas untuk urusan adat Jawa. Kali ini, saya diminta salah satu keluarga untuk menjadi juru bicara ‘atur pasrah calon temanten kakung’ - pasrah calon mempelai pria, kepada calon besan menjelang acara ijab qabul. Permintaan tersebut saya jalani, meski, sekali lagi, dengan cara yang amat sederhana dan apa adanya. Pengetahuan dan pengalaman yang sangat minim tidak menghalangi saya untuk melaksanakan tugas tersebut sebagai bagian dari pengabdian di tengah masyarakat. ****** Berikut contoh atau tuladha apa yang saya sampaikan tersebut. Assalamu 'alaikum wr.wb. ·           *** Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.      *** Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. ·          *** Panjenenganipun Bapak Susilo ingkang hamikili Bapak Sukimin sek

Tanggap Wacana Basa Jawi dan Contoh Lamaran

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi yang berpengaruh pada perubahan perilaku masyarakat, ternyata masih banyak orang tetap memegang teguh   dan ‘nguri-nguri’ (melestarikan) warisan ‘Budaya Jawa’. Salah satu warisan tersebut adalah ‘Tanggap Wacana Basa Jawi’ atau pidato bahasa jawa dalam acara-acara adat maupun ‘pasamuan’ (pertemuan) keluarga dan warga kampung, terutama   di ‘tlatah’ (daerah) Jawa Tengah dan Jawa Timur. Atau di berbagai daerah di Indonesia yang terdapat komunitas atau kelompok masyarakat ‘Jawa’. Bagi sebagian orang, meski mereka hidup di lingkungan masyarakat berbudaya Jawa, tanggap wacana basa jawi (pidato bahasa jawa) sering dianggap momok karena sulit pengetrapannya. Ketidakmampuan mereka bisa karena sudah ngga peduli dengan bubaya jawa atau ngga mau belajar, sehingga keadaan sekarang ini ibarat ‘Wong Jowo Ilang Jawane’ – orang Jawa sudah kehilangan jatidirinya sebagai orang Jawa. Namun bagi orang yang kebetulan di- tua -kan di li

ATUR PAMBAGYA HARJA WILUJENG

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -       Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -       Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingkang Maha Kawasa, awit saking peparing ni’mat saha berkahipun, panjenengan dalasan kula saget makempal manunggal, wonten papan punika kanthi wilujeng mboten wonten alangan satunggal punapa. Para Rawuh Kakung Sumawana Putri ingkang minulya. Kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bapa Ignasius Sarono, S.Pd dalasan Ibu Dra. Christiana Sri Wahyuni Kustiasih, M.Pd , ingkang pidalem ing Plumbungan Indah Sragen, wonten kalenggahan punika kepareng matur : Sepisan , bilih Bapa Ibu Iganasius Sarono ngaturaken syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingakang Maha Kawasa, awit   saking Berkahi-pun, saha donga pangestu panjenengan sedaya, sampun kal

ATUR PANAMPI PASRAH CALON TEMANTEN BADE IJAB

Assalamu'alaikum wrwb. -    Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten. -    Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. -    Panjenenganipun Bapak….                  ingkang hamikili Bapak Karjiyono, SE, MM – Ibu Rr. Erniani Djihad Sismiyati (alm) ingkang tuhu kinurmatan. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka sulih salira saking panjenenganipun Bp. Haji Mulyono Raharjo, S.Pd, MM   sekalian Ibu Sri Sayekti, Sm,Hk keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah calon temanten kakung. Ingkang sepisan , kula minangkani Bapak Mulyono Raharjo sekalian, dalasan sedaya kulawarga ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bapak Karjiyono, sapendherek, ingkang pidalem wonten ing   Jombor Lor, RT.01/18, Kel. Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Ngayogyakarta Hadiningrat. Kaping kalih , menggah salam taklim Bp. Karjiyono sekalian lumantar panjenengan s