Segala puji bagi Allah Azza wa Jalla yang telah mengaruniakan kepada kita beragam nikmat dalam hidup kita. Meskipun banyak di antara nikmat itu yang seringkali tidak kita sadari kehadirannya. Termasuk di antaranya nikmat dalam bentuk ujian dan musibah yang ditakdirkanNya dalam kehidupan kita.
Hidup kita yang singkat ini tidak mungkin akan terlepas dari rangkaian ujian dan musibah. Mengapa? Karena tabiat dan karakter kehidupan dunia ini memang seperti itu adanya. Dunia adalah Darul Ibtila’, sebuah negeri dimana ujian dan musibah silih berganti kehadirannya. Apalagi jika kita telah memilih komitmen untuk beriman kepada Allah dan RasulNya.
Allah SWT mengatakan:
أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ * وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan menyatakan: ‘Kami telah beriman’, padahal mereka belum diuji? Sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka niscaya Allah pasti mengetahui orang-orang yang jujur (dengan komitmen imannya), dan Dia pasti mengetahui orang-orang yang berdusta (dengan komitmen imannya).” (QS. al-‘Ankabut ayat 2-3).
Karena itu, manusia yang paling berat ujiannya di dunia ini adalah mereka yang berada di puncak penghambaan dan ketaatan pada Allah Ta’ala. Itulah sebabnya, manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi dan Rasul, kemudian yang paling mendekati dan mengikuti mereka. Rasulullah Saw. bersabda:
أَشَدُّ النَّاسِ بَلَاءً الأَنْبِيَاءُ، ثُمَّ الصَّالِحُونَ، ثُمَّ الْأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ، يُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ، فَإِنْ كَانَ فِي دِينِهِ صَلَابَةٌ زِيدَ فِي البَلَاءِ
"Manusia yang paling berat ujiannya adalah para Nabi, kemudian para orang shalih, kemudian yang paling menyerupai mereka. Seseorang itu akan diuji sesuai dengan kadar agamanya. Maka jika agamanya kuat, akan ditambah pula ujiannya." (HR. Tirmidzi).
Maka, kita takkan mungkin berlari dan menjauh dari ujian dan musibah itu selama kita masih berada di dunia ini. Sehingga langkah yang paling tepat bagi kita adalah bagaimana kita selalu belajar menikmati ujian dan musibah itu sebagai sebuah karunia dari Allah Azza wa Jalla.
Untuk itu, kita harus merenungkan beragam hikmah dan manfaat di balik kehadiran setiap ujian dan musibah itu. Di antaranya adalah:
Pertama, ujian dan musibah itu akan selalu mengingatkan kita tentang betapa Mahabesar dan Mahakuasanya Allah Ta’ala, serta betapa mahalemah serta maha tidak berdayanya kita sebagai makhluk ciptaanNya. Karena tanpa ujian dan musibah dalam hidupnya, manusia akan lupa bahwa ia adalah makhluk yang payah dan lemah, lantaran pencapaian-pencapaian dunia yang ia dapatkan.
Karena itu, Ibnu Qayyim al-Jauziyyah ketika menjelaskan tentang kekalahan kaum muslimin dalam Perang Uhud di zaman Rasulullah Saw, beliau menjelaskan bahwa salah satu “manfaat” dari kekalahan itu adalah bahwa Allah ingin agar para kekasihNya itu dapat menunjukkan bulatnya penghambaan, ketundukan, kepasrahan dan ketaatan mereka pada Allah; baik di kala senang maupun susah, di kala menang maupun saat kalah!
Sebab seorang hamba yang sejati adalah yang memilih untuk menghamba dan tunduk-taat pada Allah di seluruh kondisi dan episode hidupnya di dunia. Hamba yang sejati tidak pernah memilih untuk tunduk beribadah pada Allah saat senang dan lapang saja. Atau sebaliknya, hanya datang pada Allah saat sempit dan terhimpit. Tapi saat berkelimpahan, ia menjauh dari Allah dan asyik dengan dunianya.
Kedua, ketika Allah menimpakan ujian dan musibah pada kita, maka itu artinya Allah masih memberikan kesempatan pada kita untuk kembali padaNya dan memperbaiki jalan hidup kita. Karena kita tidak pernah ragu bahwa penyebab utama hadirnya ujian dan musibah itu adalah dosa dan kesalahan kita sendiri.
Maka, ujian dan musibah itu adalah kesempatan untuk merenung diri dan bertaubat pada Allah Ta’ala. Sebagaimana yang Allah katakan:
وَبَلَوْنَاهُمْ بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
"Dan Kami menguji mereka dengan karunia kebaikan dan keburukan (musibah), agar mereka kembali (bertaubat pada Allah)."(QS. al-A’raf ayat 168)
Karena itu, bersyukurlah jika Allah masih mengaruniakan ujian dan musibah, karena itu adalah kesempatan satu kali lagi untuk memperbaiki diri dan meruntuhkan keangkuhan hati atas capaian-capaian duniawi kita.
Ketiga, yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa ujian dan musibah itu akan menjadi penghapus dosa dan peninggi derajat kemuliaan kita di sisi Allah.
Siapa di antara kita yang tidak punya dosa?
Siapa di antara kita yang tidak pernah jatuh dalam kesalahan?
Kita bahkan seringkali bingung: bagaimana caranya menghapuskan dosa-dosa itu. Hingga akhirnya, Allah hadirkan ujian dan musibah dalam hidup kita. Ujian dan musibah yang akan membasuh dosa-dosa itu.
Maka, seorang hamba yang bersabar dan menguatkan hati saat musibah menimpanya, niscaya akan Allah hapuskan dosa dan salahnya. Bahkan Allah akan muliakan ia dengan pahala yang besar dan kemuliaan di sisinya. Nabi kita, Muhammad Saw mengatakan:
مَا يُصِيبُ المُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ، وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ، وَلاَ حُزْنٍ، وَلاَ أَذًى، وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ
"Tidak ada satu pun kepayahan, kesusahan, kegalauan, kesedihan, gangguan dan kegundahan yang menimpa seorang muslim; bahkan meski itu adalah sebuah duri yang menusuknya, melainkan dengan itu Allah akan hapuskan kesalahan-kesalahannya."(HR. al-Bukhari).
Bahkan dalam hadits lain, Rasulullah Saw mengatakan:
إِنَّ عِظَمَ الجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ البَلاَءِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
"Sesungguhnya besarnya balasan itu sebanding dengan besarnya ujian. Dan sesungguhnya Allah itu jika mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Maka siapa yang ridha (menerima ujian itu), niscaya ia layak mendapatkan ridha Allah. Namun siapa yang marah (menerima ujian itu), maka ia pun pantas menerima kemarahan (Allah)." (HR. al-Tirmidzi)
Maka, Allah Ta’ala pasti akan selalu menguji kita. Ujian dan musibah-kecil ataupun besar-akan selalu menjadi penghias utama jalan kehidupan kita di dunia ini. Kita tinggal memilih akan menjadi sosok hamba yang bagaimana saat ujian dan musibah itu hadir:
Apakah menjadi hamba yang mengeluh dan mengumbar kecewa, atau menjadi hamba yang teguh bersabar sembari meresapi nikmat indah ujian dan musibah dari Allah itu. Masing-masing ada konsekwensinya tersendiri dalam hidup kita, di dunia dan akhirat.
Yang pasti, hamba yang mengeluh dan mengumbar kecewa akan ditimpa 2 musibah sekaligus: musibah itu sendiri, lalu musibah kehilangan balasan Allah yang nilainya jauh lebih besar dari ujian dan musibah yang menimpa.
Sebaliknya, hamba yang bersabar meneguhkan hati, justru akan mendapat 2 karunia: karunia kelapangan dan ketenangan jiwa, serta karunia akhirat berupa pengampuan dosa dan kemuliaan derajat di sisi Allah Ta’ala.
--
Sumber : Dr. Muhammad Ihsan Zainuddin, Lc., M.A.
Dep. Dakwah DPD Wahdah Islamiyah Makassar
Comments
Post a Comment