Manajemen diri dalam proses
memaafkan menurut Al-Qur’an
Ketika ada orang lain yang
menyakiti hati kita, secara tidak sadar kita langsung marah. Terjadi perubahan
emosi menjadi emosi negatif dalam diri kita terhadap seseorang atau peristiwa
tertentu.
Oleh sebab itu, dalam proses memaafkan terlebih dulu seseorang harus dapat mengalahkan amarahnya.
Oleh sebab itu, dalam proses memaafkan terlebih dulu seseorang harus dapat mengalahkan amarahnya.
Dalam surat Ali-Imran[3] :
133 disebutkan, “Dan bersegeralah kamu
pada ampunan Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi,
yang disediakan untuk orang yang bertaqwa. Yaitu orang yang berinfak, baik
diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, serta
memaafkan kesalahan orang lain.”
Di dalam ayat tersebut ada
tiga fase sikap, yaitu :
- Menahan amarah
Di
dalam fase ini, di dalam hati ada keinginan
bereaksi kepada orang lain yang berbuat salah, namun ia menahan reaksi tersebut
dan di dalam hatinya masih ada perasaan tidak tenang.
Dalam sebuah hadist riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah orang yang keras (kuat) itu karena banyaknya berkelahi, tetapi orang kuat adalah orang yang mampu menguasi dirinya pada saat sedang marah.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
Dalam sebuah hadist riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah orang yang keras (kuat) itu karena banyaknya berkelahi, tetapi orang kuat adalah orang yang mampu menguasi dirinya pada saat sedang marah.” (HR. Muttafaq ‘Alaih).
Ada
beberapa tips yang dapat dipraktikkan untuk menguasai amarah :
a.
Diam
(jangan bicara).
Dalam
diam, kita dapat menenangkan diri. Kita dapat nengatur napas menjadi stabil,
tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
Biasanya, orang yang marah napasnya akan memburu. Jika kita diam, maka kita dapat mengatur napas dan emosi. Pastikan bahwa emosi kita tidak mengalir ke arah emosi yang negatif terhadap orang yang menyakiti kita.
Manfaatkan kondisi diam tersebut untuk mengatur dan mempertahankan emosi positif terhadap orang yang menyakiti (membuat sakit hati) kita.
Jika emosi kita tetap dalam kondisi yang positif, maka amarah tidak akan muncul. Sebab, kita melihat perlakuan orang lain yang dinilai menyakitkan oleh kebanyakan orang dari arah yang berbeda _arah yang positif, bukan negatif.
Jadilah air yang tenang dan menyejukkan. Jadikan kondisi diam dapat membawa kesejukan bagi orang-orang yang ada di sekitar kita.
Biasanya, orang yang marah napasnya akan memburu. Jika kita diam, maka kita dapat mengatur napas dan emosi. Pastikan bahwa emosi kita tidak mengalir ke arah emosi yang negatif terhadap orang yang menyakiti kita.
Manfaatkan kondisi diam tersebut untuk mengatur dan mempertahankan emosi positif terhadap orang yang menyakiti (membuat sakit hati) kita.
Jika emosi kita tetap dalam kondisi yang positif, maka amarah tidak akan muncul. Sebab, kita melihat perlakuan orang lain yang dinilai menyakitkan oleh kebanyakan orang dari arah yang berbeda _arah yang positif, bukan negatif.
Jadilah air yang tenang dan menyejukkan. Jadikan kondisi diam dapat membawa kesejukan bagi orang-orang yang ada di sekitar kita.
b. Memohon perlindungan kepada Allah dari
godaan setan.
Manusia
adalah makhluk yang lemah. Karena kelemahannya tersebut, maka bersandar
sepenuhnya kepada Allah Yang Mahakuat menjadi sebuah keharusan.
Jika kondisi jiwa kita mendadak bergolak emosi negatif, maka sangat wajar kita berdoa untuk memohon kepada Allah agar menjaga emosi kita.
Kita sebagai makhluk yang lemah harus menyandarkan diri sepenuhnya kepada Allah Yang Mahakuat agar kita menjadi kuat untuk melawan godaan setan yang selalu mengajak ke arah hal-hal yang megatif.
Jika kondisi jiwa kita mendadak bergolak emosi negatif, maka sangat wajar kita berdoa untuk memohon kepada Allah agar menjaga emosi kita.
Kita sebagai makhluk yang lemah harus menyandarkan diri sepenuhnya kepada Allah Yang Mahakuat agar kita menjadi kuat untuk melawan godaan setan yang selalu mengajak ke arah hal-hal yang megatif.
c.
Mengubah
posisi.
Ketika
kita sedang marah dalam kondidsi berdiri, maka jangan sampai kita berkacak
pinggang. Sikap berkacak pinggang akan menaikkan tensi kemarahan.
Cobalah untuk menggenggam kedua telapak tangan ke belakang. Posisi tersebut dapat mengurangi kemarahan.
Jika hal tersebut belum menurunkan tingkat amarah, maka kita dapat memgambil posisi duduk. Jika masih belum ada perubahan amarah, maka kita dapat mengambil posisi bersandar.
Cobalah untuk menggenggam kedua telapak tangan ke belakang. Posisi tersebut dapat mengurangi kemarahan.
Jika hal tersebut belum menurunkan tingkat amarah, maka kita dapat memgambil posisi duduk. Jika masih belum ada perubahan amarah, maka kita dapat mengambil posisi bersandar.
d.
Berwudhu.
Berwudhu
sangat bermanfaat untuk menurunkan tingkat amarah. Dengan membasuh
anggota-anggota tubuh yang paling sering dipakai untuk beraktivitas
sehari-hari, maka akan menurunkan temperatur tubuh.
Bersamaan dengan itu, amarah pun juga akan mereda. Setan-setan yang membangkitkan potensi jiwa ke arah hal-hal yang negatif juga akan menyingkir. Dengan begitu, emosi kita akan bebas dari amarah dan hal-hal negatif yang lain.
Bersamaan dengan itu, amarah pun juga akan mereda. Setan-setan yang membangkitkan potensi jiwa ke arah hal-hal yang negatif juga akan menyingkir. Dengan begitu, emosi kita akan bebas dari amarah dan hal-hal negatif yang lain.
- Memaafkan
Jika
amarah telah sirna, maka kita harus memaafkan orang yang telah menyakiti diri
kita. Kita dapat mengusir dengan tuntas emosi negatif yang menguasai jiwa kita.
Hati kita tersakiti, karena kita menggunakan emosi negatif dalam memaknai suatu peristiwa, kemudian kebencian pun akan muncul. Jika kita memaknai suatu peristiwa dengan emosi positif, maka kita akan memaafkan dan mengasihi, dan kebencian pun akan sirna.
Hati kita tersakiti, karena kita menggunakan emosi negatif dalam memaknai suatu peristiwa, kemudian kebencian pun akan muncul. Jika kita memaknai suatu peristiwa dengan emosi positif, maka kita akan memaafkan dan mengasihi, dan kebencian pun akan sirna.
Ibnu
Al-‘Arabi pernah menatakan,
“Disebut siksa karena manis
kata-katanya
Hal itu seperti kulit, dan kulit adalah
pelindung.”
Kita
merasa tersakiti karena kita tidak ”mengupas kulit” yang membungkus hinaan
ataupun hal-hal yang menyakiti perasaan. Jika kita menelan mentah-mentah hinaan
ataupun hal-hal yang menyakiti perasaan, maka tentu saja kita akan merasakan
pahitnya hinaan tersebut.
Kupaslah kulit hinaan dan hal-hal yang menyakiti tersebut agar kita dapat mengambil isi dari hinaan atau hal-hal yang menyakitkan itu. Jika kita telah mengupas dan membuang kulitnya, maka kita akan mendapatkan isi yang manis rasanya.
Kupaslah kulit hinaan dan hal-hal yang menyakiti tersebut agar kita dapat mengambil isi dari hinaan atau hal-hal yang menyakitkan itu. Jika kita telah mengupas dan membuang kulitnya, maka kita akan mendapatkan isi yang manis rasanya.
Kita
dapat memperteguh pemberian maaf dengan cara mendoakan yang baik kepada mereka
yang menyakiti diri kita.
Mendoakan yang baik sepenuh hati kepada orang yang menyakiti diri kita merupakan bukti nyata bahwa kita telah mampu mengusir dengan tuntas emosi negatif dalam diri kita, sehingga yang tersisa adalah emosi positif.
Mendoakan yang baik sepenuh hati kepada orang yang menyakiti diri kita merupakan bukti nyata bahwa kita telah mampu mengusir dengan tuntas emosi negatif dalam diri kita, sehingga yang tersisa adalah emosi positif.
Ibnu
Mas’ud pernah menuturkan, “Seolah-olah (sekarang) aku masih dapat melihat
Rasulullah SAW ketika beliau menceritakan seorang Nabi dari para Nabi, yaitu
ketika Nabi tersebut dipukul oleh kaumnya, sehingga menyebabkan keluar darahnya
dan Nabi mengusap darah tersebut dari wajahnya sambil berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya
mereka itu tidak mengerti’.”(HR. Muttafaq ‘Alaih).
- Berbuat baik
Memberikan
maaf bukanlah hal yang pasif, melainkan aktif. Memberikan maaf tidak hanya kelapangan
dada untuk menerima kesalahan orang lain yang menyakitkan hati.
Pemberian maaf juga tidak terbatas hanya mendoakan yang baik kepada orang yang menyakiti diri kita. Akan tetapi, lebih dari itu, sikap memaafkan harus diwujudkan dengan berbuat baik.
Dalam ayat Al-Qur’an disebutkan, “Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang dzalim.”Asy-Syura [42]:40)
Pemberian maaf juga tidak terbatas hanya mendoakan yang baik kepada orang yang menyakiti diri kita. Akan tetapi, lebih dari itu, sikap memaafkan harus diwujudkan dengan berbuat baik.
Dalam ayat Al-Qur’an disebutkan, “Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat), maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang dzalim.”Asy-Syura [42]:40)
Berbuat
baik di sini tentunya dapat diwujudkan dalam
banyak hal. Di antara wujud berbuat baik untuk orang yang menyakiti diri
kita adalah memberikan sedekah kepada orang yang menyakiti diri kita.
Diriwayatlkan
oleh Abu Ubadah bin Shamit, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “JIka seseorang dilukai di tubuhnya dengan
suatu luka, kemudian dia bersedekah karena luka tersebut, maka Allah akan
mengampuni dosanya sebagaimana yang disedekahkanya.” (HR. Ahmad [5]:316.
Dalam silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, Al-Albani menilai hadits ini shahih).
Referensi
:
Ihab bin Fathi ‘Asyur, 7 Keajaiban Memaafkan. Kafilah
Publishing. Solo. 2012.
Comments
Post a Comment