Ilustrasi (foto google image) |
Seperti
dikisahkan Sulaiman Budiman (2011:45), pada waktu istirahat makan siang, tampak serombongan
karyawan tengah bingung memilih menu di sebuah lokasi tempat makan yang
dipenuhi banyak pedagang dengan berbagai macam jenis makanan.
Di lokasi itu ada lontong
Cap Go Meh, nasi goreng gila, soto betawi gebrak, sop buntut Bang Kumis, es teler,
gado-gado, soto mie Bogor, dan macam-macam hidangan lainnya. Setelah berputar-putar,
akhirnya mereka memutuskan untuk mampir di sebuah warung yang tampak masih sepi
pengunjungnya.
“Nah, kita makan di sini saja, tempatnya enak
dan belum ada orang yang datang. Jadi kita bisa makan sambil nyantai di sini,”
ujar salah seorang karyawan sambil meminta daftar menu masakan kepada seorang
bapak yang ada di warung tersebut.
“Mau pesan daging ayam,
burung dara, bebek, apa ikan lele?”
tanya si bapak kepada konsumennya,.
“Kami
mau pesan daging ayam saja.”
“Ayamnya,
ayam kampung apa ayam negeri?”
“Ayam
kampung saja biar nggak banyak lemaknya.”
“Ayam
kampungnya dibakar apa digoreng?”
“Ayam
bakar saja biar lebih nikmat.”
“Mau
bagian sayap, leher, dada apa paha?”
“Kalau
gitu, paha dua, dadanya lima potong.”
“Pahanya
paha atas apa paha bawah?”
“Paha
atas saja, tapi cepat jangan pake lama. Kami semua sudah lapar!”
“Bumbunya
pedas atau sedang?”
“Pedas,
biar lebih nikmat.”
“Cabenya
mau cabe yang import apa lokal?”
“Cabenya Yang paling pedas
saja buat bungkam mulut bapak!” kata seorang karyawan yang sudah kesal dengan pertanyaan-pertanyaan
si bapak yang menjengkelkan.
“Bapak ini mau jualan ayam
bakar apa mau ngajak berantem. Gak tau apa, dari tadi saya sudah kelaparan!”
bentak karyawan yang lain sembari menggebrak meja.
“Ma… ma … maaf Bapak dan
Ibu, saya bukannya mau mempermainkan kalian. Tapi saya memang dipesannya begitu
sama menantu saya yang punya warung ini. Dia sekarang masih di pasar membeli ayam,
makanya saya disuruh mengulur-ngulur waktu kalau ada konsumen yang datang,”
jelas si bapak tua, ketakutan.
“Hah? Yang punya warung
masih di pasar? Kenapa gak bilang dari tadi?” teriak mereka sambil meninggalkan
warung makan itu dan beralih ke tempat makan lain yang ada di sekitarnya.
******
Pelajaran
penting yang dapat kita petik adalah bahwa konsumen itu tidak membutuhkan
alasan ketika mereka datang mengunjungi warung, toko, atau tempat usaha kita. Yang
mereka cari adalah barang atau jasa yang dibutuhkannya. Karenanya, mereka harus
dilayani dengan pelayanan yang memuaskan. Jangan sekali-kali mengecewakan konsumen
jika tidak ingin mereka beralih ke pesaing kita.Suparto
Hahahaha tambah stress karena dah lapar
ReplyDeleteHahahaha tambah stress karena dah lapar
ReplyDeleteHahaha. Kalo ingat cerita itu saya masih ketawa sendiri.
DeleteKebayang emosinya dengan kondisi perut yang lapar.
ReplyDeleteKondisi ini bisa menimpa siapa saja
DeleteWah klo saya sdh gebrak meja pak, ups, hhaaa
ReplyDelete#canda
jadi stress semua. hahaha...
Deletewkwkwkwk..tapi pertanyaanya bener pak, alasan nanyanya yg bikin sewot..hahahaha
ReplyDeletewkwkwkwk..tapi pertanyaanya bener pak, alasan nanyanya yg bikin sewot..hahahaha
ReplyDeleteItulah Gambaran pelayanan yg buruk.
DeleteKasihan sekali yang pesen lama banget hihi
ReplyDeletememang untuk bisa memberikan pelayanan yg baik, kita perlu tahu kondisi konsumen.
Deletehahaha bisa banget ya abangnya :v
ReplyDeleteCap Indonesia
Delete