Pernah Berhenti Sekolah
Akibat Kerusuhan Timor Timur, Kini Jadi Pejabat Kementerian
Oleh : Suparto
Ini catatan lanjutan tentang orang-orang asing yang saya kenal.
Senin, 20 Mei 2013. Dua
orang wanita warga negara asing dari Republik Demokratik Timor Leste, datang di kantor Badan
Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPTPM) Sragen. Kedatangan tamu dari
negara bekas provinsi ke-27 Republik Indonesia ini didampingi personil dari
lembaga Training Center & IT Solution
SMILE GROUP Yogyakarta.
“Nama saya Natalina M.A. da Costa,” ucap wanita
berkacamata itu memperkenalkan diri.
“Saat ini saya diserahi tugas
sebagai Kepala Departemen Perizinan Kementerian Perdagangan, Industri dan
Lingkungan Hidup Republik Demokratik Timor Leste,” lanjutnya. Natalina datang
bersama seorang stafnya bernama Modesta Januario.
Kamipun berbincang akrab,
karena Natalina masih fasih berbahasa Indonesia, meski negaranya sudah lepas
dari RI puluhan tahun lalu. Melihat raut
wajah dan gaya bicaranya, Natalina seperti bukan orang asing.
Natalina bercerita,
kunjungannya ke BPTPM Sragen dimaksudkan untuk sharing pengalaman tentang penataan dan pengelolaan perizinan satu
atap.
“Sebagai negara yang baru
merdeka sekitar 10 tahun (lepas dari Indonesia), kami masih membutuhkan banyak
masukan untuk menyempurnakan sistem pelayanan publik dibidang perizinan dan
investasi,” kata Natalina.
Mereka kemudian melihat
dan mencermati mekanisme pelayanan di BPTPM Sragen.
“Manajemen dan model pelayanan yang diterapkan BPTPM Sragen sangat bagus. Kami sangat tertarik, dan akan mengkajinya, semoga bisa diterapkan di negara kami,” ujar Natalina.
“Manajemen dan model pelayanan yang diterapkan BPTPM Sragen sangat bagus. Kami sangat tertarik, dan akan mengkajinya, semoga bisa diterapkan di negara kami,” ujar Natalina.
Di negaranya, kata
perempuan berambut panjang ini, pelayanan perizinan masih dilakukan melalui
pemerintah pusat, yakni Departemen Perizinan Kementerian Perdagangan,
Industri dan Lingkungan Hidup.
“Kami sedang sosialisasi, agar nantinya pelayanan perizinan bisa dilakukan di 13 Distrik (setingkat Kabupaten) yang ada di Timor Leste,” terangnya.
“Kami sedang sosialisasi, agar nantinya pelayanan perizinan bisa dilakukan di 13 Distrik (setingkat Kabupaten) yang ada di Timor Leste,” terangnya.
Korban
kerusuhan
Disela-sela berbincangan
soal kedinasan, saya beranikan diri untuk bertanya soal yang agak sensitive
menyangkut hubungan dua negara.
“Peristiwa Referendum /
jajak pendapat tahun 1999 yang lalu, akhirnya Timor Timur harus lepas dari
Indonesia. Setelah itu terjadi kerusuhan berdarah, bagaimana keadaan Anda waktu
itu?” tanya saya.
“Oh My God! Kisah saya
waktu itu tragis.”
Reaksi Natalina membuat saya merasa bersalah, karena membuka peristiwa kelam masa lalu. Dia diam sejenak seperti mengingat-ingat sesuatu. Natalina pun melanjutkan ceritanya.
Reaksi Natalina membuat saya merasa bersalah, karena membuka peristiwa kelam masa lalu. Dia diam sejenak seperti mengingat-ingat sesuatu. Natalina pun melanjutkan ceritanya.
“Waktu itu saya masih
remaja kelas dua SMA, belum tahu banyak soal politik. Saat terjadi kerusuhan, saya sudah membayangkan akan terjadi sesuatu yang paling buruk dalam hidup saya.
Keadaan benar-benar kacau. Konflik antara pihak yang pro dan anti integrasi tidak
terkendali.”
“Apa yang terjadi dalam
hidup Anda?”
“Saya dan keluarga memang
selamat dari kerusuhan. Namun beberapa bulan setelah peristiwa berdarah
itu, kami seperti hidup tanpa harapan. Sekolah saya berhenti. Kehidupan sehari-hari
serba susah dan tidak menentu. Selang dua tahun, barulah keadaan pulih, dan
saya bisa meneruskan sekolah yang terhenti. Setelah lulus SMA, saya melanjutkan
kuliah hingga meraih gelar sarjana,” kenangnya.
Tetap
Menyukai Masakan Indonesia
“Ohya, setelah puluhan
tahun Timor Timur merdeka dan berganti nama menjadi negara Republik Demokratik
Timor Leste, katanya sekarang banyak warga Indonesia bekerja di sana?” tanya saya, mengalihkan pembicaraan.
“Betul. Sebagian besar
mereka berasal dari pulau Jawa dan berdagang. Aneka usaha dijalankan. Ada yang
jualan peralatan rumah tangga, rumah makan, dan macam-macamlah.”
“Bagaimana kondisi mereka?”
“Bagus. Laris kok dagangannya. Saya sendiri
sampai sekarang masih suka jajan di warung makan milik orang Jawa Tengah. Kesukaan
saya masakan Sop Iga. Rasanya mantap.”
Sayangnya, karena waktunya terbatas, kami harus berpisah.
Terima kasih Natalina. Semoga suatu saat kita bisa bertemu lagi.
Suparto
***
Natalina sebenarnya ingin bercerita banyak tentang Indonesia di negaranya. Ia masih
menyimpan kenangan indah ketika masih menjadi warga negara Indonesia. Sayangnya, karena waktunya terbatas, kami harus berpisah.
Terima kasih Natalina. Semoga suatu saat kita bisa bertemu lagi.
Suparto
Tetangga dekat ya pak klo yang ini...Timor Leste...
ReplyDeleteTetangga dekat ya pak klo yang ini...Timor Leste...
ReplyDeleteIya. Serasa masih saudara. Kami akrab.
DeleteIya. Serasa masih saudara. Kami akrab.
Delete