Ujaring Panitisastra, awewarah asung pepeling
Ing
zaman keneng musibah, wong ambeg jatmika kontit
Mengkono
yen niteni, pedah apa amituhu
Pawarta
lolawara, mundhuk angreranta ati
Angurbaya
angiket cariteng kuna.
Ujaran Panitisastra, nasihat untuk diingat
Saat zaman terkena musibah, orang
berbudi malah tersingkir
Seperti itulah kalau mau mencatat, apa
guna meyakini
Kabar angin tanpa isi, hanya menyusahkan
hati saja
Lebih baik menulis cerita kuno.
(Raden Ngabehi Ranggawarsita : Serat
Kalatidha Bait 5)
Menurut Agus Wahyudi (2014), Panitisastra merupakan kitab tentang
kebijaksanaan Raja. Ini adalah naskah Jawa Kuno yang berisi mengenai etika bagi
para bangsawan Jawa. Dalam Serat Kalatidha disebutkan bahwa pada
zaman tidak menentu, orang yang pandai dan berbudi malah tersingkir dari
pusaran kekuasaan. Raden Ngabehi
Ranggawarsita tidak mengkhususkan bait ini untuk menggambarkan dirinya. Ini
adalah gambaran umum yang berlaku pada setiap zaman yang tak menentu
Seperti diungkapkan Agus Wahyudi, saat ini, sepertinya kita juga sedang berada di zaman Kalatidha,
segalanya serba meragukan untuk dilakukan. Para pegawai dan karyawan didera
keraguan : untuk naik jabatan dengan menjilat
atasan, menjual muka sekedar asal
bapak senang, ataukah dengan menunjukkan prestasi kerja?. Pada kenyataannya,
para penjilat menjadi pemenang dalam persaingan menduduki jabatan tertentu daripada
yang berprestasi tapi tidak bisa menyenangkan atasan.
Para pengusaha juga dibuat bingung untuk
bersaing memenangkan tender. Dengan cara menunjukkan proposal sebaik mungkin atau
mengandalkan uang pelicin atau menyuap? Faktanya, kebanyakan pemenang tender
proyek adalah mereka yang paling banyak uang pelicinnya.
Rakyat kecil pun demikian. Mereka harus merunduk-rundu menggadaikan harga diri di
hadapan orang kaya demi kebutuhan perut anak istri, ataukah tetap percaya
diri di hadapan orang kaya dan berpangkat dengan resiko uang keluarga
tersendat. Nyatanya, sebagian besar wong cilik lebih memilih bersikap
layaknya budak, ‘jongos’ di depan orang kaya, membiarkan diri menjadi bahan
tertawaan atau ejekan demi mendapat pekerjaan serabutan.
Ada lagi yang lebih memilih berlaku layaknya hewan piaraan orang
berpangkat, malah merasa bangga di bawah kangkangan mereka demi rasa aman
dan kuat karena berada dalam perlindungan sang majikan. Namun harga dirinya
tergadaikan.
Bijak
Menata Diri
Demikianlah nukilan fenomena ‘Zaman Edan’
seperti yang ditulis Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam ‘Serat Kalatidha’. Semoga
menjadi ‘pepeling’ – bahan renungan ,
agar kita senantiasa waspada dan bijak menata diri dalam menghadapi situasi
yang tidak menentu.
Untuk memahami ketajaman pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita lebih mendalam, kita dapat membaca karyanya yang lain, diantaranya Serat Sabdajati, dan Serat Sabdatama.
Semoga bermanfaat…
Suparto
Untuk memahami ketajaman pemikiran Raden Ngabehi Ranggawarsita lebih mendalam, kita dapat membaca karyanya yang lain, diantaranya Serat Sabdajati, dan Serat Sabdatama.
Semoga bermanfaat…
Suparto
Comments
Post a Comment