Oleh Suparto
Pada saat saya terpilih menjadi ketua
RT, kami sekeluarga sudah menjadi warga setempat kurang lebih 15 tahun. Tetapi saya
kurang tahu persis apa yang menjadi pertimbangan sebagian warga untuk memilih
saya. Namun beberapa jam setelah pemilihan ketua RT (Pilkaret), muncul problem
di lingkup keluarga kami yang tidak terpikirkan sebelumnya, yang tentunya juga
akan berpengaruh kepada tugas sehari-hari.
Ceritanya, ketika pemilihan ketua RT (Pilkaret) berlangsung, kami sekeluarga sudah dua bulan
“mengungsi” ke rumah orangtua yang berjarak sekitar satu kilometer. Kala itu,
kami memang tengah merehab rumah, dibongkar secara total.
Kami memperkirakan tujuh bulan baru selesai. Selama itu, kami numpang ke rumah orangtua.
Setiap hari hanya beberapa jam saja kami menengok tukang dan melihat perkembangan
pengerjaan bangunan rumah. Sehingga interaksi dengan warga tidak bisa sepenuh
waktu. Jika ada kegiatan mendadak atau masalah penting saja, kami diberitahu
oleh warga.
Munculnya problem “pemimpin tidak di
tempat” ini ternyata pernah menjadi perbincangan beberapa warga sebelum
pelaksanaan Pilkaret. Saat itu, ada yang bilang sambil bercanda, “kalau nanti
yang terpilih orang yang tidak aktif berada di tempat bagaimana? Saya tidak
bisa membayangkan….!” Yang dimaksud orang tersebut adalah diri saya. Dan
ternyata benar, saya terpilih menjadi ketua RT, padahal tengah “mengungsi” di
kampung lain.
Itu adalah problem pertama, memimpin
warga dari jarak jauh, menjadi bahan pembicaraan warga. Saya tidak terlalu peduli
dengan semua omongan orang. Saya berpikir positif saja. Mungkin mereka mau
bilang, “…bagaimana bisa mengurus warga, sedangkan ketua RT-nya justru berkutat
dan berjuang menyelesaikan kebutuhan keluarganya. Mestinya pemimpin rakyat berada
di tengah mereka, untuk mengetahui denyut nadi kehidupannya…”.
Kami berusaha tetap sabar dan terus
berdoa kepada Allah, mohon petunjuk dan kekuatan serta kesehatan lahir batin
untuk menghadapi segala problem. Dua bulan berjalan, kami baru bisa menyusun
anggota “kabinet” kepengurusan RT. Selanjutnya berkas tersebut kami kirim ke
tingkat Kelurahan untuk mendapatkan pengesahan.
Seiring perjalanan waktu, saya mulai
bisa menyesuaikan diri mengatur waktu untuk semua urusan. Ya ketua RT, kepala
keluarga, sebagai PNS, dan kegiatan sosial lain seperti Takmir Masjid bisa
berjalan menurut prioritas yang ada. Begitu juga dengan isteri, mulai berani tampil berbicara di depan kelompok ibu-ibu
dalam pertemuan anggota PKK. Ini menjadi pengalaman pertama baginya.
Problem pertama teratasi. Warga tidak
mempersoalkan kami berada di rumah orangtua, yang penting bisa mengatur waktu
dan komunikasi lewat handphone tetap
lancar. Justru problem lain yang terus muncul perlu mendapat perhatian serius.
Terutama masalah konflik internal rumah tangga warga, serta perbedaan karakter dan persepsi
setiap orang, kalau tidak dipahami dan dikelola dengan
bijak akan memicu ketegangan sosial. Itulah tantangan di tengah dinamika sosial
dan kehidupan umat
manusia. Terus berubah dan berubah…..
manusia. Terus berubah dan berubah…..
Comments
Post a Comment