Pra
nayaka tyas raharja, panekare becik-becik
Parandene
tan dadi, paliyaning kalabendu
Mandar
mangkin andadra, rubeda angrebedi
Beda-beda
andaning wong saknegara
Rajanya adalah raja utama, patihnya patih (menteri) yang unggul
Para aparat mumpuni, para pegawai juga
baik
Namun semua itu tidak mampu, mencegah kalabendu (zaman kekalutan)
Bahkan makin menjadi-jadi, bencana silih
berganti
Orang satu negara beda-beda
keinginannya.
(Serat
Kalatidha bait 2)
Seperti diungkap Agus Wahyudi (2014), Raden Ngabehi Ranggawarsita menulis syair
di atas untuk menggambarkan keadaan Istana Surakarta pada abad 19. Namun makna
yang terkandung sangat relevan dengan kondisi Negara Kesatuan Republik
Indonesia dalam beberapa dekade terakhir ini.
Para pemimpin negeri yang subur makmur
ini terdiri dari orang-orang hebat. Mulai dari Presiden, Wakil Presiden, para
menteri, pejabat tinggi negara, gubernur, walikota dan bupati adalah
manusia-manusia pilihan (Ratu Utama dan
Linuwih). Begitu juga para pegawai negeri rata-rata punya latar belakang
pendidikan tinggi dan cakap dibidangnya untuk mengelola dan melaksanakan tugas
negara.
Dengan modal sumber daya manusia yang
luar biasa itu, seharusnya Indonesia menjadi negara hebat dan terhormat di mata
dunia. Mestinya rakyat Indonesia menjadi sejahtera, damai dan nyaman.
Namun kenyataannya, bangsa ini tak henti-hentinya dirundung masalah, terperosok masuk ke dalam kaladendu (zaman kekalutan).
Zaman Kalabendu adalah zaman yang tidak menentu akibat hukuman terhadap perilaku buruk yang dilakukan para pejabat negara. Rakyat mengalami berbagai kesulitan hidup. Bencana terjadi dimana-mana.
Namun kenyataannya, bangsa ini tak henti-hentinya dirundung masalah, terperosok masuk ke dalam kaladendu (zaman kekalutan).
Zaman Kalabendu adalah zaman yang tidak menentu akibat hukuman terhadap perilaku buruk yang dilakukan para pejabat negara. Rakyat mengalami berbagai kesulitan hidup. Bencana terjadi dimana-mana.
Hal tersebut akibat para pemimpin yang
seharusnya menjalankan amanah untuk mengelola dan menata negara atau
pemerintahan, justru banyak terlibat dalam pelanggaran hukum yang merusaknya.
Korupsi merajalela dan menjadi budaya dihampir di semua strata. Orang kaya makin
serakah. Yang miskin tambah sengsara.
Mulai dari pejabat tinggi menteri, anggota DPR RI, ketua partai, pegawai pajak, hakim, gubernur, walikota,
bupati, camat sampai lurah pun banyak yang terlibat korupsi. Bahkan yang lebih
mengerikan, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Muchtar juga terjerat
korupsi. Korupsi dengan demikian sudah dilakukan secara jamaah oleh oknum-oknum
yang tidak bertanggungjawab.
Silahkan Baca, Hasil Korupsi Untuk WIL?
Silahkan Baca, Hasil Korupsi Untuk WIL?
Kekayaan alam milik rakyat Indonesia kini sudah beralih status dan dikuasai Negara lain. Sementara rakyat negeri hanya menjadi penonton atas kepongahan Negara-negara besar di dunia. Kedaulatan negara sudah terjual. Kini puluhan juta rakyat Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan. Seperti ayam yang mati di lumbung padi.
Di berbagai tempat terjadi konflik horizontal
Manusia saling bertengkar dan menghujat
Orang begitu mudah tersulut emosinya
Ibarat daun kering menjadi kobaran api besar
hanya oleh percikan api kecil
Sama-sama bangsa Indonesia terus saling curiga
Para pemimpin pun kehilangan harga diri.
Suparto
Manusia saling bertengkar dan menghujat
Orang begitu mudah tersulut emosinya
Ibarat daun kering menjadi kobaran api besar
hanya oleh percikan api kecil
Sama-sama bangsa Indonesia terus saling curiga
Para pemimpin pun kehilangan harga diri.
Suparto
Ngelus dodo yo pak
ReplyDeleteItulah yg terjadi di Indonesia
Delete