Sanggar Seni Serambi Sukowati Sragen, Rabu malam (21/6/2017) kembali menggelar acara Wungon. Kali ini menampilkan Wayang Cokekan dengan lakon "Ndaru Ing Bumi Sukowati."
Wayang Cokekan dimainkan dalang Ki Joko Zenden dari Ngrampal dengan waranggana Nyi Ninik dari Pilangsari. Pagelaran Wayang kreatif Cokekan ini menjadi tontonan menarik karena berkolaborasi dengan Ketoprak Serambi Sukowati.
Sejak pukul setengah sepuluh malam hingga dini hari menjelang makan sahur, puluhan penonton bertahan untuk menikmati suguhan hiburan kocak tapi sarat dengan pesan moral.
Wayang Cokekan mungkin hanya dikenal di Kabupaten Sragen yang dijuluki sebagai tlatah Sukowati ini.
Wayang yang ditampilkan menggambarkan karakter tokoh-tokoh dalam lakon dengan wujud yang lucu.
Begitu juga gamelan yang ditabuh para niyaga grup karawitan selalu menyuguhkan gendhing-gendhing Cokekan gaya Sragenan.
Lakon "Ndaru Ing Bumi Sukowati" bercerita tentang perjuangan Pangeran Mangkubumi melawan penjajah Belanda hingga mendirikan Pemerintahan di Sragen.
Ditengah beratnya perjuangan muncul tokoh Patih Pringgalaya yang berkhianat dengan cara licik menjadi antek Belanda. Bersyukur, Pangeran Mangkubumi cukup waspada sehingga berbagai persoalan bisa diatasi.
Meski mengangkat kisah sejarah yang terjadi ratusan tahun lalu, namun Dalang Wayang Cokekan dan Grup Ketoprak Serambi Sukowati pimpinan Mbah Pine Wiyatno ini berhasil meramu dengan realitas Sragen masa kini. Jadilah tontonan yang menyegarkan.
Mantan Bupati Sragen, Agus Fatchur Rahman, yang rumahnya dijadikan markas Sanggar Seni Serambi Sukowati menyatakan kegembiraanya saat menyaksikan pentas tersebut.
"Saya sudah ikhlaskan dua rumah joglo dan isinya ini menjadi pendopo tempat berlatih mengembangkan seni. Mulai dari ketoprak, teater, karawitan dan lain-lain. Saya amat gembira bisa menyaksikan pentas malam ini," kata Agus.
Menurut Agus, melalui media seni akan mampu mengasah ketajaman hati sehingga kita menjadi manusia yang tetap waras ditengah situasi negara/daerah yang ruwet dan penuh kepalsuan ini.
Wayang Cokekan dimainkan dalang Ki Joko Zenden dari Ngrampal dengan waranggana Nyi Ninik dari Pilangsari. Pagelaran Wayang kreatif Cokekan ini menjadi tontonan menarik karena berkolaborasi dengan Ketoprak Serambi Sukowati.
Sejak pukul setengah sepuluh malam hingga dini hari menjelang makan sahur, puluhan penonton bertahan untuk menikmati suguhan hiburan kocak tapi sarat dengan pesan moral.
Wayang Cokekan mungkin hanya dikenal di Kabupaten Sragen yang dijuluki sebagai tlatah Sukowati ini.
Wayang yang ditampilkan menggambarkan karakter tokoh-tokoh dalam lakon dengan wujud yang lucu.
Begitu juga gamelan yang ditabuh para niyaga grup karawitan selalu menyuguhkan gendhing-gendhing Cokekan gaya Sragenan.
Lakon "Ndaru Ing Bumi Sukowati" bercerita tentang perjuangan Pangeran Mangkubumi melawan penjajah Belanda hingga mendirikan Pemerintahan di Sragen.
Ditengah beratnya perjuangan muncul tokoh Patih Pringgalaya yang berkhianat dengan cara licik menjadi antek Belanda. Bersyukur, Pangeran Mangkubumi cukup waspada sehingga berbagai persoalan bisa diatasi.
Meski mengangkat kisah sejarah yang terjadi ratusan tahun lalu, namun Dalang Wayang Cokekan dan Grup Ketoprak Serambi Sukowati pimpinan Mbah Pine Wiyatno ini berhasil meramu dengan realitas Sragen masa kini. Jadilah tontonan yang menyegarkan.
Mantan Bupati Sragen, Agus Fatchur Rahman, yang rumahnya dijadikan markas Sanggar Seni Serambi Sukowati menyatakan kegembiraanya saat menyaksikan pentas tersebut.
"Saya sudah ikhlaskan dua rumah joglo dan isinya ini menjadi pendopo tempat berlatih mengembangkan seni. Mulai dari ketoprak, teater, karawitan dan lain-lain. Saya amat gembira bisa menyaksikan pentas malam ini," kata Agus.
Menurut Agus, melalui media seni akan mampu mengasah ketajaman hati sehingga kita menjadi manusia yang tetap waras ditengah situasi negara/daerah yang ruwet dan penuh kepalsuan ini.
Agus Fatchur Rahman |
Mbah Pine Wiyatno |
Suparto
Siiip mas parto...dah baik dan urut dlm memdiskrisipkan sebuah pertunjukan...maturnuwun
ReplyDeleteoke. makasih mbah...
DeleteSalut, pak Parto. Semoga makin banyak pejabat dan mantan pejabat yang berpikiran seperti Pak Agus Fatchur Rahman, sehingga semakin banyak pula ruang untuk melestarikan seni dan budaya.
ReplyDeletebetul mas Heru. ruang berekspresi untuk mengembangkan diri...
Delete