Tanggal 6 Juni, kita kenang
sebagai hari kelahiran Soekarno (Bung Karno), Presiden pertama Republik
Indonesia. Bung Karno dilahirkan tanggal 6 Juni tahun 1901 pukul setengah enam
pagi, saat fajar mulai menyingsing.
Dalam buku otobiografi berjudul “Bung Karno : Penyambung
Lidah Rakyat” yang disusun Cindy Adams, ada sepenggal kisah tentang kelahiran Bung
Karno yang unik.
Pada suatu pagi, Soekarno
menghadap ke arah timur. Ibunda Bung Karno yang bernama Ida Ayu Nyoman Rai,
duduk di beranda rumahnya yang kecil di Surabaya, Jawa Timur. Kemudian berkata
:
"Engkau sedang
memandangi fajar, Nak. Ibu katakan kepadamu, kelak engkau akan menjadi orang
yang mulia. Engkau akan menjadi pemimpin dari rakyat kita, karena ibu
melahirkanmu jam setengah enam pagi di saat fajar mulai menyingsing," kata
ibunda Soekarno.
Orang Jawa punya suatu
kepercayaan, jika bayi dilahirkan saat matahari terbit, nasibnya telah
ditentukan terlebih dulu. Bung Karno memang lahir saat fajar menyingsing.
"Jangan sekali-kali kaulupakan, Nak! Engkau ini putera dari Sang
Fajar," ucap ibunda Bung Karno.
Dengan pesan Ibundanya ketika
itu Bung Karno yakin betul bahwa dia akan menjadi penerang di zaman yang sedang
gelap.
"Bersamaan
dengan kelahiranku menyingsinglah fajar dari suatu hari yang baru dan
menyingsing pulalah fajar dari satu abad yang baru. Karena aku dilahirkan di
tahun 1901," kata Bung Karno.
Selain pertanda alam, tahun
kelahiran Bung Karno menandai terbitnya zaman baru : Abad 20. Sedangkan abad
ke-19, yang segera tenggelam, dianggapnya sebagai zaman kegelapan.
Sewaktu ia lahir, kondisi
bangsa Indonesia tidak ubahnya seperti anak ayam kehilangan induk, penjajahan
Belanda mencengkram kuat tanah air. Ada beberapa pertanda yang dianggap dalam
kepercayaan Jawa tentang kelahiran Sukarno, salah satunya adalah meletusnya
Gunung Kelud yang berada tidak jauh dari rumahnya. Lagi-lagi orang Jawa percaya
bahwa hal tersebut menandakan penyambutan bagi Sukarno.
Soekarno percaya angka istimewa.
Kebetulan, angka kelahirannya didominasi oleh angka enam (6-6-1901). Bagi
Soekarno, angka enam itu berarti berbintang Gemini, lambang kekembaran. Bung Karno
menggambarkan dua sifat berlawanan berdasarkan bintang yang dimilikinya : bisa
lunak dan bisa keras.
“Aku
bisa menjebloskan musuh-musuh negara ke belakang jeruji besi, namun demikian
aku tidak sampai hati membiarkan burung terkurung di dalam sangkarnya,”
katanya.
“Aku adalah putra seorang ibu Bali dari kasta Brahmana. Ibuku, Idaju,
berasal dari kasta tinggi. Raja terakhir Singaraja adalah paman ibuku. Bapakku
dari Jawa. Nama lengkapnya adalah Raden Sukemi Sosrodihardjo. Raden adalah gelar
bangsawan yang berarti, Tuan. Bapak adalah keturunan Sultan Kediri...
Apakah
itu kebetulan atau suatu pertanda bahwa aku dilahirkan dalam kelas yang
memerintah, akan tetapi apa pun kelahiranku atau suratan takdir, pengabdian
bagi kemerdekaan rakyatku bukan suatu keputusan tiba-tiba. Akulah
ahli-warisnya.” Demikian Soekarno
menuturkan kepada penulis otobiografinya, Cindy Adam.
Putra sang fajar yang lahir
di Surabaya, 6 Juni 1901 dari pasangan Raden Soekemi dan Ida Ayu Nyoman Rai,
diberi nama kecil, Koesno. Soekarno, 44 tahun kemudian, menguak fajar
kemerdekaan Indonesia setelah lebih dari tiga setengah abad ditindas oleh
penjajah-penjajah asing.
Itulah sekelumit kisah
tentang kelahiran Bung Karno, tokoh besar yang dimiliki bangsa Indonesia. Seorang
Proklamator Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945.
--diolah dari berbagai sumber--
--sumber foto : www.google.co.id--
Suparto
Comments
Post a Comment