Agus Musthofa dalam
bukunya berjudul Pusaran Energi Ka’bah (2003), menyebut hati
atau jantung manusia bagaikan sebuah tabung resonansi gitar. Agus menjelaskan
bahwa resonansi adalah penularan getaran kepada benda lain. Artinya, jika kita
menggetarkan satu benda, lantas ada benda lain yang ikut bergetar, maka
dikatakan benda lain tersebut terkena resonansi alias tertular getaran
frekuensi.
Setiap kita berbuat sesuatu, baik itu pada taraf berpikir maupun
berbuat, selalu terjadi getaran di hati kita. Getaran tersebut bisa kasar, bisa
juga lembut. Bergantung darimana getaran itu muncul. Ketika kita gembira, hati
kita bergetar. Ketika sedang bersedih, hati kita juga bergetar. Ketika marah,
hati kita pun bergetar.
Secara umum, getaran tersebut berasal dari dua sumber. Hawa
Nafsu dan Getaran Ilahiah. Hawa Nafsu adalah keinginan untuk melampiaskan segala
kebutuhan diri. Getarannya cenderung kasar dan bergejolak-gejolak tidak
beraturan. Dalam tinjauan ilmu Fisika, getaran semacam ini disebut memiliki
frekuensi rendah, dengan amplitudo yang besar. Yang termasuk
dalam getaran Hawa Nafsu ini diantaranya adalah kemarahan, kebencian, dendam,
iri, dengki, berbohong, menipu, kesombongan dan lain sebagainya.
Sebagai contoh, adalah seseorang yang sedang marah. Ketika
marah, seseorang akan mengeluarkan getaran kasar hawa nafsu dari
hatinya. Jantung hatinya akan bergejolak dan berdetak-detak tidak beraturan.
Mukanya merah, telinganya panas, dan tangannya gemetaran. Frekuensinya rendah
dan kasar, dengan amplitudo yang besar. Jika dilihat pada alat pengukur getaran
jantung (ECG – Electric Cardio Graph), maka terlihat betapa grafik yang
dihasilkan sangatlah besar dan bergejolak.
Getaran yang demikian memiliki efek negatif terhadap tubuh kita.
Sebuah benda yang dikenai getaran kasar terus menerus akan mengalami kekakuan
dan kemudian mengeras. Demikian pula jantung kita. Orang yang pemarah akan
memiliki resiko sakit jantung dan mengerasnya pembuluh-pembuluh darah aortanya.
Dan secara psikologis dikatakan hatinya semakin mengeras dan tidak mudah
bergetar oleh kebajikan.
Kalau kita berdekatan dengan seseorang yang pemarah, maka hati
kita juga akan ikut merasa ‘panas’ dan gelisah. Semua itu akibat adanya
resonansi gelombang elektromagnetik yang memancar dari tubuh seseorang kepada
sekitarnya.Na’udzubillahi min dzalik.
Bukti lain bahwa hati semakin keras jika dipengaruhi hawa nafsu
terus adalah orang yang suka berbohong dan menipu. Pada awalnya, orang yang
berbohong selalu bergetar hatinya. Akan tetapi, kalau ia sering berbohong, maka
hatinya tidak bergetar lagi saat ia membohongi orang lain. Ini menunjukkan
betapa hatinya semakin keras dan sulit bergetar.
Karena itu, apa yang dikatakan Allah di dalam Al-Qur’an tentang
lima tingkatan hati yang buruk, sebenarnya bisa dijelaskan secara ilmiah, bahwa
hati memang akan menuju kualitas yang semakin jelek jika digunakan untuk
kejahatan terus menerus.
Seperti diungkapkan Allah di dalam Al-Qur’an, bahwa hati
yang buruk itu ada 5 tingkatan. Pertama, hati
yang berpenyakit. Yaitu orang yang hatinya ada rasa iri, benci, dendam,
pembohong, munafik, kasar, pemarah, dan sebagainya. (QS. Al-Baqarah [2]:10
dan Al-Hajj [22]:53).
Kedua, hati yang
mengeras. Hati yang berpenyakit, jika tidak diobati akan menjadi
mengeras. Mereka yang terbiasa melakukan kejahatan, hatinya tidak lagi peka
terhadap kejelekan perbuatannya, karena merasa apa yang dilakukannya benar
adanya. “…. bahwa hati mereka telah menjadi keras dan setan pun
menampakkan kepada mereka kebagusan apa yang mereka kerjakan” (QS.
Al-An’am [6]:43).
Ketiga, adalah hati
yang membatu. Hati yang keras kalau tidak segera menyadari akan
meningkat kualitas keburukannya. Al-Qur’an menyebutnya sebgai hati yang membatu
alias semakin mengeras dari sebelumnya. “Kemudian setelah itu hatimu
menjadi keras seperti batu bahkan sebih keras lagi….” (QS. Al-Baqarah
[2]: 74).
Keempat, hati
yang tertutup. Jika sudah tertutup, maka hati kita tidak bisa lagi
menerima getaran petunjuk dari luar. “Sekali-kali tidak,
sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itulah yang menutup hati mereka” (QS.Al-Muthaffifiin[83]:14).
Kelima, hati
yang terkunci mati. Jika hati sudah tertutup, maka tingkatan berikutnya
adalah hati yang terkunci mati. Sama saja bagi mereka diberi petunjuk atau
tidak.”Sesungguhnya orang-orang kafir itu, sama saja bagi mereka kamu beri
peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah
telah mengunci mati hati dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka
ditutup, dan bagi mereka siksa yang amat berat" (QS.Al-Baqarah
[2]:6-7).
Jika hati kita berpenyakit, dan kemudian sering mengeluarkan
getaran-getaran yang kasar, maka getaran itu akan menyebabkan hati kita
mengeras. Kekerasan hati kita itu akan terus meningkat hingga dikatakan Allah
seperti batu atau lebih keras lagi. Hati yang keras adalah hati yang sulit
bergetar. Semakin lama semakin tidak bisa bergetar.
Jika ini diteruskan maka hati kita tidak mampu lagi beresonansi.
Hati yang demikian adalah hati yang tidak peka terhadap lingkungannya. Maka,
pada tingkatan ini hati kita seperti tertutup karena tidak mampu lagi
beresonansi alias bergetar. Bagaikan lubang gitar yang tersumpal oleh kain atau
benda-benda lain. Tidak bisa menghasilkan getaran dan suara yang merdu. Dan
akhirnya, kata Allah, hati yang seperti itu dikunci mati.
Sebaliknya, hati yang baik merupakan Getaran Ilahiah yakni dorongan untuk mencapai tingkatan
kualitas yang lebih tinggi. Getarannya cenderung lembut dan halus, dengan
frekuensi getaran yang sangat tinggi dan teratur. Termasuk dalam getaran
Ilahiah ini adalah membaca Firman Allah di dalam Al-Qur’an. Berdzikir menyebut
Asmaul Husna, sifat Sabar, ikhlas, dan keprasahan diri dalam beragama.
Hati yang gampang bergetar, sebagaimana difirmankan oleh Allah
dalam Qur'an Surat Al-Hajj [22]: 35, “Yaitu orang-orang yang jika disebut
nama Allah hatinya bergetar…” bagaikan buluh perindu yang
menghasilkan suara merdu ketika ditiup. Hati orang-orang yang demikian itu
lembut adanya.
Dalam Qur’an surat Ar-Ra’d [ ] : 28 disebutkan, “…yaitu
orang-orang yang beriman dan tenang hatinya ketika mengingat Allah, ketahuilah,
sesungguhnya dengan mengingat Allah itu hatimu akan menjadi tenang”.
Sedangkan di surat Az-Zumar [39] : 23 dengan jelas ditegaskan, “Allah
telah menurunkan perkataan yang paling baik yaitu Al-Qur’an yang serupa
(ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang). Bergetar karenanya kulit orang-orang yang
takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah.
Makanya orang yang rileks dan tentram, kulit dan hatinya akan
terasa lembut dan cerah di wajahnya
Kenapa bisa demikian? Karena hati yang lembut bagaikan sebuah
tabung resonansi yang bagus. Getarannya menghasilkan frekuensi yang semakin
lama semakin tinggi. Semakin lembut hati sesorang, semakin tinggi pula
frekuensinya. Ada frekuensi 10 pangkat 8 akan menghasilkan gelombang radio. Dan
jika lebih tinggi lagi, pada frekuensi 10 pangkat 14, akan menghasilkan
gelombang cahaya.
Jadi, seseorang yang hatinya lembut akan bisa menghasilkan cahaya di dalam hatinya. Dan jika cahaya itu semakin menguat, maka ia akan merembes keluar mengeluarkan seluruh bio-elektron di dalam tubuhnya untuk mengikuti frekuensi cahaya tersebut. Hasilnya, tubuhnya akan mengeluarkan cahaya alias aura jernih. Dan jika kelembutan itu semakin menguat, maka aura itu akan merembes semakin jauh mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
Karena itu, kalau kita
berdekatan dengan orang-orang yang ikhlas dan penuh kesabaran, hati kita juga
merasa tentram dan damai. Sebab hati kita teresonansi oleh getaran frekuensi
tinggi yang bersumber dari hati dan aura tubuhnya.
Suparto
Suparto
Referensi :
Mustofa, Agus.
2003. Pusaran Energi Ka’bah. Sidoharjo : Yayasan Padang
Makhsyar.
Foto ilustrasi, sumber : www.google.co.id
Foto ilustrasi, sumber : www.google.co.id
Comments
Post a Comment