Saat ini banyak kita temukan, seorang Muslim yang menyampaikan pesan keagamaan seolah-olah atas nama dari Nabi Muhammad SAW (Hadis), namun setelah dilakukan penelitian, ternyata bukan. Akibatnya, pesan yang dianggap sebagai Hadis dan dijadikan dalil tersebut tentunya tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenaran isinya. Oleh karena itu penelitian terhadap setiap Hadis secara intens dan terus menerus sangat perlu dilakukan.
Hal tersebut disampaikan Ustad Ruslan Fariadi, dari Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, saat memberikan Pelatihan Takhrij dan Ma'anil Hadis bagi Kader Tarjih Muhammadiyah Sragen, Rabu (28/2/2018). Kegiatan ini berlangsung di Pondok Pesantren Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen mulai pukul 15.30 hingga. 22.30 WIB.
Menurut Ruslan Fariadi, tradisi penelitian Hadis merupakan hal yang sangat langka dilakukan saat ini, baik di dunia pesantren maupun di lembaga pendidikan yang bercirikan agama mulai dari tingkat Aliyah hingga perguruan tinggi Islam.
Salah satu penyebabnya adalah, karena adanya anggapan bahwa penelitian Hadis tidak perlu lagi dilakukan sejak dikodifikasikannya berbagai macam kitab hadis mu'tabar yang dilakukan oleh para imam ahli Hadis yang berkompeten di bidangnya.
Di sisi lain ada hal yang diabaikan, sekalipun berbagai macam kitab Hadis sangat mudah ditemukan, namun tidak seluruh Hadis yang termaktub di didalamnya memenuhi kriteria Hadis Shahih yang layak dijadikan untuk berhujjah.
Sementara di kalangan masyarakat masih banyak dijumpai Hadis-hadis dha'if (lemah) atau bahkan Hadis palsu (Maudhu'), namun dijadikan sebagai hujjah dalam berbagai hal, baik dalam masalah aqidah, ibadah, maupun mu'amalah.
Pelatihan Takhrij dan Ma'anil Hadis layak dilakukan dengan beberapa pertimbangan dan tujuan.
Tujuan pokok Takhrij adalah untuk mengetahui eksistensi suatu Hadis apakah benar suatu Hadis yang diteliti terdapat dalam kitab-kitab Hadis atau tidak.
Takhrij juga diperlukan untuk mengetahui sumber otentik dan keberadaan suatu Hadis dengan keragaman sanadnya, baik dalam satu kitab maupun beberapa kitab induk Hadis.
Dengan Takhrij kita bisa mengetahui kualitas atau validitas Hadis (maqbul / diterima atau mardud / tertolak).
"Sedangkan Ma'anil Hadis merupakan ilmu yang mengkaji tentang bagaimana memaknai dan memahami Hadis Nabi SAW dengan mempertimbangkan struktur linguistik teks Hadis, konteks munculnya Hadis (asbabul wurud), kedudukan nabi SAW ketika menyampaikan Hadis, dan bagaimana menghubungkan teks Hadis masa lalu dengan konteks kekinian, sehingga diperoleh pemahaman yang relatif tepat, tanpa kehilangan relevansinya dengan konteks kekinian," kata Ruslan Fariadi.
Ruslan menjelaskan, pelatihan ini merupakan langkah awal untuk memberikan pemahaman kepada para peserta tentang dasar-dasar Takhrij Hadis, sehingga minimal mereka mengetahui alasan dan metodologi penelitian Hadis yang dilakukan oleh para ulama terdahulu.
Dalam pelatihan kali ini, Ruslan memperkenalkan metode Takhrij secara komputerisasi, sehingga setiap peserta harus membawa laptop.
Suparto
Dalam pelatihan kali ini, Ruslan memperkenalkan metode Takhrij secara komputerisasi, sehingga setiap peserta harus membawa laptop.
Suparto
harus belajar lagi ni, biar nggak tersesat dengan fanatisme :)
ReplyDeleteBetul mas. Kita sering merasa paling hebat karena kurang belajar. Terima kasih mas Fajar.
ReplyDeleteWah, ilmu banget pelatihannya ya, Bapak. Saya juga jadi tahu. Terima kasih bapak, sharingnya.
ReplyDeleteIya Mbak. Ternyata njlimet banget untuk mencari kebenaran itu.. tapi menarik sekali ..
ReplyDelete