Peristiwa tragedi Gerakan
30 Sepetember atau dikenal dengan sebutan G30S-PKI, terjadi tanggal 30
September 1965, lebih dari setengah abad yang lalu. Namun sampai sekarang masih
menyisakan misteri bagi banyak pihak. Dalam perisitiwa tersebut, beberapa perwira
tinggi militer Indonesia diculik dan dibunuh dalam suatu usaha kudeta
(pengambilan kekuasaan) yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis
Indonesia (PKI).
Seperti kita saksikan dalam
sebuah film “Pengkhiantan G 30 S-PKI”. Film ini mengisahkan betapa sadisnya para
anggota gerakan 30 September tersebut menculik, menyiksa, dan membunuh para
jenderal, yang kemudian dimasukkan ke dalam sebuah sumur di Lubang Buaya.
Terlepas dari siapa yang
benar dan salah, namun hingga saat ini, nilai kebenaran sejarah September
berdarah tersebut masih selalu ramai dipertanyakan dan diperdebatkan. Peristiwa
ini pun menjadi sisi gelap dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
Perstiwa tragedi G 30 S-PKI
telah memunculkan banyak argumen bagi siapa saja yang mencoba untuk menelaah
lebih lanjut atau meneliti lebih dalam tentang aksi yang diduga berasal dari
Partai Komunis Indonesia itu. Banyak buku ditulis, dengan berbagai analisis
menurut versi dan kepentingannya.
Salah satunya, Herman Dwi
Sucipto (2014) yang menulis buku berjudul “Mengurai Kabut Pekat Dalam G30S
Antara Fakta dan Rekayasa.” Dalam buku ini Herman membeber berbagai argumen, menurutnya,
untuk mencari titik terang.
Herman
mengungkap beberapa hal penting, diantaranya biografi para tokoh penting PKI,
aksi-aksi PKI pra dan pascakemerdekaan RI, kontroversi Peristiwa Madiun (Madiun
Affabirs), kronologi dan kontroversi Gerakan 30 September, serta
dokumen-dokumen penting seputar peristiwa Gerakan 30 September.
Menurut Herman, dalam
beberapa tahun belakangan muncul empat versi baru tentang dalang kejadian 30
September 1965 tersebut.
Pertama, berdasarkan teori WF Whertheim, Coen Holtzappel, serta media dan jurnalis Amerika dikatakan bahwa Soeharto dan CIA (Badan Intelijen Amerika) yang melakukan operasi intelejen untuk menjebak PKI.
Kedua, operasi intelejen Partai Komunis
Tiongkok yang memang sengaja menjadi dalang terjadinya G 30 September. Pandangan ini
pernah dikemukakan oleh pihak Amerika dan CIA, tetapi lantas ditarik
kembali.
Ketiga, menurut peneliti dari Universitas Cornell, penyebab pembunuhan adalah murni dari konflik internal TNI yang ada pada saat itu.
Keempat,
menurut penelitian yang dikembangkan oleh Anthony Dake bahwa kebijakan Presiden
Soekarno yang sebenarnya membuat hal tersebut terjadi.
Berbagai pandangan yang
mengiringi Gerakan 30 September ini, kata Herman, sebenarnya merupakan upaya
untuk menganalisis dan meneliti dengan sebenarnya fakta sesungguhnya gerakan
tersebut terjadi. Oleh sebab itu, jika terjadi berbagai kontroversi dan
perbedaan pendapat dalam memaknainya, maka semata-mata subjektivitas para
peneliti dalam melakukan penelitiannya. Sehingga, perbedaan pandangan ini
lumrah dan biasa di era keterbukaan dan demokrasi.
Terlepas dari kontroversi
sejarah seputar pelaku gerakan tersebut, kita semua tidak dapat mengelak
kenyataan bahwa banyak masyarakat yang menjadi korban peristiwa tersebut.
Banyak orang yang dibunuh
karena diduga menjadi anggota ataupun simpatisan kelompok terlarang, PKI.
Peristiwa G 30 S memang telah lama berlalu, namun luka yang ditinggalkannya masih terus
menganga, bahkan mungkin masih menjadi borok bagi sebagian orang. Upaya
memendam kelam sejarah bangsa ini dengan melupakan begitu saja seolah menjadi
virus yang terus menerus menimbulkan luka-luka baru, bagaikan membiarkan duri
terus menancap dalam daging.
Satu hal yang menjadi
pelajaran bagi kita semua bahwa persoalan G 30 September yang telah merobek
hati bangsa dan negara Indonesia ini, patut kita refleksikan kembali agar
peristiwa serupa tidak terulang di masa mendatang.
Semoga
tragedi G-30 September dan rentetan peristiwa sesudahnya yang telah menelan
jutaan nyawa itu tidak terjadi lagi, dalam cara dan argumen apapun.
(Suparto)
aamiin...
ReplyDeletesemoga tidak terulang lagi kejadian yang mengirbankan rakyat demi kepentingan kekuasaan
Aamiin
DeleteAmiinn... Mantap reviewnya. Jadi menumbuhkan pertanyaan tentang kebenaran sejarah di dalam buku-buku sejarah. Khususnya mengenai peristiwa pemberontakan yang terkadang dibolak-balik faktanya.
ReplyDeleteSebagai refleksi bagi kita semua
Deletememang cerita ini tak pernah terlupakan, semoga tak pernah terjadi lagi :)
ReplyDeletesalam dari Kairo, silahkan mampir juga ke blog saya :)
Aamiin.
DeleteSalam kembali. Siap. Makasih, ya..
Mantap kak #semangat
ReplyDeleteTerima kasih. Kita sama2 belajar...
DeleteTerima kasih kak sudah mengulasnya...
ReplyDeleteIya, sama2. Terus belajar
Deletesemangat menulis kak
ReplyDeleteTerima masih. Ayo kita
Delete#TetapSemangat
#TerusBerkarya