Juli Wantoro |
Kegiatan yang akan
berlangsung selama dua hari, Senin-Selasa, 25-26 April 2016 di Kota Pekalongan
itu diselenggarakan oleh Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Provinsi
Jateng, diikuti seluruh Kabag Hukum Setda Kabupaten/Kota se Jateng, Diskominfo
se wilayah Bakorwil Banyumas, RRI, serta Biro Hukum Setda Provinsi Jateng.
Dalam kesempatan
tersebut Juli Wantoro didampingi Direktur Utama LPP Lokal Radio Buana
Asri, Edy Harjanto, akan mengangkat tema “Kajian Bentuk Badan Hukum dan Kelembagaan
LPP Lokal Kab Sragen”. Pembicara lain adalah, Hari Wiryawan, SH, MA, seorang
pakar dan praktisi penyiaran, menyampaikan materi “Kajian Regulasi
Penyiaran terkait kelembagaan LPP Lokal”.
Menurut Ketua KPID
Jateng, Budi Sertyo Purnomo, S.Sos, M.I.Kom, dalam Diseminasi Peraturan dan
Proses Perizinan LPP Lokal ini dihadirkan nara sumber dari pusat. Mereka
berasal dari KPI Pusat yang akan membahas tema
“Bentuk Kelembagaan LPP Lokal yang tepat” dan Direktur Telsus Kementerian Kominfo tentang
“Kebijakan Pemerintah terkait pengaturan kelembagaan LPP Lokal”.
***
Perubahan RSPD ke LPP Lokal
Seperti diketahui, lahirnya
Undang-Undang (UU) Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, telah mengubah
eksistensi lembaga penyiaran di Indonesia, baik menyangkut status kelembagaan,
nomenklatur, maupun pengelolaannya.
Dalam UU No.32 tahun 2002 Pasal 13 hanya dikenal dua jasa penyiaran, yakni jasa
penyiaran radio dan penyiaran televisi. Kedua jasa penyiaran tersebut
diselenggarakan oleh empat Lembaga Penyiaran (LP), yakni Lembaga Penyiaran (LP)
Publik, LP Swasta, LP Komunitas dan LP Berlangganan.
Pada Pasal 14
disebutkan, Lembaga Penyiaran Publik adalah lembaga penyiaran yang berbentuk
badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak
komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.
Lembaga Penyiaran Publik dimaksud terdiri atas Radio Republik Indonesia (RRI)
dan Televisi Republik Indonesia (TVRI) yang stasiun pusat penyiarannya berada
di ibukota Negara Republik Indonesia. Sedangkan di daerah provinsi, kabupaten,
atau kota dapat didirikan Lembaga Penyiaran Publik lokal (LPPL).
Dari gambaran
singkat tersebut timbul pertanyaan, bagaimana posisi, keberadaan dan nasib
Radio Siaran Pemerintah Daerah (RSPD) atau di beberapa kabupaten/kota dikenal
dengan sebutan Radio Khusus Pemerinatah Daerah (RKPD) yang sudah eksis
mengudara di bumi Nusantara puluhan tahun? Sementara dalam UU No.32 Tahun 2002
dan beberapa Peraturan Pemerintah (PP) yang lahir tahun 2005 atas UU tersebut
tidak menyebut RSPD/RKPD? Hal ini yang kemudian memunculkan permasalahan di
daerah.
Di tengah berbagai
silang pendapat tentang keberadaan RSPD tersebut, Komisi Penyiaran Daerah
Indonesia (KPID) Provinsi Jawa Tengah mengkaji secara intensif Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Publik.
Berpedoman pada PP No.11 Tahun 2005 ini
lahirlah Keputusan KPID Jateng Nomor 02/2005 tentang Pedoman Pendirian dan
Perijinan Lembaga Penyiaran Publik Lokal. Peraturan itu berdasarkan pada
ketentuan dalam pasal 14, UU Nomor 32/2002 tentang Penyiaran.
Dari keempat jenis
lembaga penyiaran yang ada, setelah dikaji lebih mendalam, keberadaan RSPD
paling memungkinkan berubah menjadi Radio Publik. RSPD dianggap lebih dekat ke
jenis radio publik. Mengapa? Karena RSPD selama ini telah menjalankan peran
sebagai radio yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan publik secara luas akan
informasi, hiburan, dan pendidikan. Nah, yang sejalan dengan visi seperti ini
adalah radio publik.
Inilah salah satu
pertimbangan mengapa RSPD Sragen mengubah kelembagaannya menjadi Lembaga
Penyiaran Publik Lokal (LPPL) yang dikuatkan dengan lahirnya Peraturan Daerah
Kabupaten Sragen Nomor 8 Tahun 2006 Tentang Pembentukan Lembaga Penyiaran
Publik Lokal Radio Publik Kabupaten Sragen. Dalam operasionalnya, LPPL Radio
Publik Sragen dengan sebutan LPPL Radio Buana Asri Sragen.
Sragen Menjadi Rujukan
Setelah menjadi
LPPL, Radio Buana Asri Sragen terus berproses dan berinovasi untuk memberikan
pelayanan terbaik bagi kepentingan masyarakat, sekaligus memenuhi segala
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam perjalanan waktu hampir sepuluh tahun
sebagai LPPL, Radio Buana Asri ternyata dijadikan rujukan oleh KPID Jateng,
Pemkab/kota dan berbagai lembaga di Indonesia untuk studi banding tentang
kelembagaan dan pengelolaan LPPL.
Sejak berubah status
menjadi LPPL tahun 2006, Radio Buana
Asri Sragen sering mendapat kunjungan tamu dari berbagai daerah di Indonesia.
Tercatat lebih dari 60 rombongan terdiri dari Pemkab, Lembaga Penyiaran dan
beberapa organisasi pernah mengunjungi LPPL Radio Buana Asri yang dulu bernama
RSPD ini. Mereka ingin studi banding atau mengadakan penelitian.
Dalam catatan,
selain Pemkab/Kota di Jawa Tengah, rombongan tamu yang pernah berkunjung ke
LPPL Radio Buana Asri Sragen antara lain pemkab Tabalong Kalimantan Selatan,
Pemkab Mimika dan Pemkab Jayapura Papua. Tamu juga datang dari Pemkab Ketapang
Kalimantan Barat, Radio Tuntung FM Kabupaten Tanah Laut dan Pemkab Kota Banjar
Baru Kalimantan Selatan.
Tercatat juga tamu
dari Provinsi Jawa Timur, yakni DPRD Kabupaten Blitar dan Pemkab Banyuwangi.
Dari Jawa Barat, yaitu Dinas Komunikasi Kota Depok. Sedangkan beberapa lembaga
diantaranya Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika
Yogyakarta, Komisi Penyiaran Indonesia daerah (KPID) Provinsi Jawa Tengah, KPID
Prov. Kalimantan Barat, Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) Semarang, serta
Radio Pemerintah Kota Denpasar Provinsi Bali.
Namun, setelah
melalui kajian dan belajar dari pengalaman, masih ada beberapa kelemahan LPPL
terutama menyangkut status badan hukum seperti diamanatkan oleh UU 32/2002. Hal
tersebut barangkali yang menjadi salah satu pertimbangan diselenggarakannya
Diseminasi Peraturan dan Proses Perizinan dengan tema “Bentuk Kelembagaan
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) Lokal Sesuai Regulasi dan Aplikatif”. Dan Sragen
menjadi salah satu nara sumbernya.
( Suparto – Sragen )
Andai saja saya di pekalongan. Ingin kopdar dengan Pak suparto
ReplyDeleteInsyaallah di kesempatan lain kita bisa kopdar mas.
DeleteMantap. Pengen bisa nulis kayak bapak.
ReplyDeleteIni masih ngasah terus mbak.
DeleteMakasih
Bapak kapan ke jogja :-)
ReplyDeleteInsyaallah Mei Mbak
DeleteSeperti komentar saya pada tulisan senior kita ini sebelumnya, Pak Parto ini Jurnalis yang menyamar sebagai siswa ODOP2 ... hehe
ReplyDeleteTulisan bapak sudah sangat pantas menjadi headline Koran pak.
Saya jadi pengin wawancara sama mas Heru Sbg Tokoh untuk headline koran dinding. Hehehe
Delete