Khikmah Al-Maula |
Begitu
MC memberikan tanda akan dimulai acara, seluruh peserta di ruangan itu terdiam.
Apalagi ketika MC menyatakan, “Diawali dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Seluruh hadirin dimohon berdiri,” semuanya dengan sigap mengikuti aba-aba
dirigen. Usai menyanyikan lagu Indonesia Raya, seluruh hadirin duduk kembali.
Dilanjutkan dengan pengantar panitia yang disampaikan anggota Komisi Penyiaran
Indonesia(KPID) Jawwa Tengah, Asep Cuwantoro.
Acara
berikutnya adalah sambutan ketua KPID Jateng, Budi Setyo Purnomo, sekaligus
membuka acara secara resmi.
Pengantar
Asep dan sambutan Budi Setyo tak banyak masuk dalam otakku, lantaran masih
dipenuhi dengan pesan Inet, sang Khikmah Al-Maula. Baru ketika MC
memberitahukan, “sesi inti pada sore ini akan tampil nara sumber Bapak Juli
Wantoro, Kepala Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Sragen,” aku mulai
konsentrasi pada acara.
Komisioner KPID Jateng |
Saat moderator, Setyawan Hendra Kelana, menyodorkan microphone kepada Juli yang
duduk di sebelahnya, Juli memilih berdiri dan mendekati peserta. Juli tampil
percaya diri sambil berjalan mondar-mandir diantara meja peserta berbentuk U.
“Saat
ini saya membayangkan seperti Prof. Sahetapy atau Karni Ilyas dalam acara ILC
di TVOne. Boleh kan?” kata Juli mengawali perkenalan dirinya.
Ternyata
kata-kata Juli mampu menyihir peserta. Apalagi ketika dia membuka layar LCD yang
terpampang adalah dua pertanyaan dan gambar yang provokatif, seolah merendahkan
substansi kajian.
“Masalah
Badan Hukum? Kelembagaan? Ojo Di Pikir.” Di
pojok layar muncul gambar seorang nenek renta tersenyum sembari dua jari tangan
kanannya menjepit sebatang rokok yang masih mengepulkan asap yang membentuk
tulisan : “Wong Urip Iku Pancen Nikmat. Ora usah digawe mumet.”
Yang
lebih “menjengkelkan” peserta, Juli menyebut kajian yang dipaparkan itu sebagai
langkah “menyampaikan masalah."
“Ini
hasil kajian yang perlu saya ungkap dan mari kita sikapi bersama!” tegasnya.
Apa
yang diungkap Juli, tak ayal menimbulkan diskusi hangat.
Diskusi
yang berlangsung hingga pukul 17.30 sore itu tidak bisa menuntaskan masalah
karena arahnya ingin memberikan bahan masukan kepada KPID Jateng untuk
ditindaklanjuti dengan menyampaikan kepada lembaga yang lebih tinggi di Jakarta.
Acara diskusi di lanjutkan pukul 19.00 malam dengan menampilkan pembicara dari
Surakarta, yakni Hary Wiryawan, seorang pakar hukum dan praktisi penyiaran
serta mantan anggota KPID Jateng dua periode.
***
Saat
Isoma (istirahat, sholat dan makan), kembali ingatanku melayang ke Inet (iya...kenapa sih..)? Maksudku, aku mau memberitahu dia besok kira-kira bisa ketemunya
jam berapa, biar bisa mengatur waktu.
Namun belum sampai niat itu kesampaian,
muncul persoalan yang betul-betul membuat kepalaku seperti mau pecah.
---
“Mas.
Maaf saya tidak bisa mengikuti acara sampai besok. Malam ini saya harus pulang
Sragen karena ada hal penting,” kata mas Juli mendadak.
“Ya, monggo. Saya di sini sampai besok. Disamping materinya sangat penting, saya ada
acara ketemu teman,” jawabku tenang.
“Kalau
gitu, kami segera persiapan untuk pulang,” lanjut mas Juli.
“Oke.
Hati-hati ya…” pesanku menyakinkan. Beberapa menit kemudian, usai makan malam,
hp ku bergetar. “Dari Inet kali,” pikirku. Ternyata bukan.
“Bapak
agendanya malam ini apa. Ini mau telpon dulu. Penting sekali. Masalah
keluarga,” sebuah pesan dari Sragen muncul. Belum sempat aku menjawab, hp ku
mati. Ternyata battery ngedrop. Aku bingung, tegang. Aku harus mengambil
keputusan segera.
“Kalau
pulang besok, jangan-jangan ada masalah krusial di rumah. Kalau pulang malam
ini, aku kehilangan dua kesempatan yang tidak bisa diganti dengan apapun, yakni
ketemu Inet dan tidak mengikuti diskusi dengan materi panting,” pikirku yang diliputi kebimbangan. Sementara
mas Juli sudah siap dengan bawaannya untuk segera kembali ke Sragen.
Ditengah
ketegangan itu, aku minta mas Juli berkenan menunggu barang setengah jam dulu
di ruang lobby hotel.
“Saya
mau shalat dulu, mas. Setelah itu, saya putuskan ikut pulang mas Juli mala ini,
atau pulang besok pagi,” pesanku.
“Oke.
Siap …” kata Juli.
***
Di
mushala sempit milik hotel yang hanya memuat tiga orang itu, aku shalat dengan
khusu’. Kupanjatkan doa memohon petunjuk kepada Allah, Sang Pemilik Kehidupan,
atas segala persoalan yang kualami. Setelah berdoa, berangsur-angsur pikiranku tenang, setenang
samodra tanpa gelombang.
Selanjutnya
aku putuskan untuk segera pulang ke Sragen. Sementara yang tetap tinggal di
Pekalongan hanya seorang temanku, yakni
dirut LPPL Sragen. Dia memang punya kepentingan langsung dengan acara ini.
Hp
yang sedari tadi ku chass dengan powerbank sudah mulai hidup lagi. Dengan hati
agak berat, kutulis pesan untuk Inet.
“Maaf, ya. Dengan sangat menyesal dan mohon maaf, saya harus pulang duluan ke Sragen.
Untuk kopdar terpaksa belum bisa terlaksana. Sekali lagi mohon maaf, ya….”
“Wah
sayang sekali, iya gapapa Pak, mungkin lain waktu bisa.”
“InsyaAllah.
Makasih, ya.”
“Sama-sama, Pak.”
Setelah itu, hpku kembali mati. Dan lebih sedih lagi, battery powerbank-nya ternyata
juga drop. Artinya, sejak detik itu aku tidak bisa lagi berkomunikasi keluar
dengan siapapun.
***
Pukul
19.00 kami bertiga keluar dari pelataran hotel. Di tengah guyuran hujan deras
yang menghalangi pandangan, kami tinggalkan kota Pekalongan. Meski hanya kusinggahi
sebentar, Kota ini telah menorehkan catatan dalam hidupku. Catatan tentang seseorang…..
(masih
ada bahan, tapi mau lanjutin waktu habis…)
Tulisan bapak baguus, saya ngiri, hehehe,
ReplyDeleteTulisan bapak baguus, saya ngiri, hehehe,
ReplyDeletePadahal saya ngiri sama teman2 lho, juga sana mb Lisa.
DeleteNyaris sempurna pak. Minim typho.
ReplyDeleteJurnalis ODOP ini Jenengan pak.
Semoga bermanfaat mas
DeletePanjang dan minim typo Pak...
ReplyDeleteAlurnya mengalir juga...
Semoga lain waktu bisa bertemu, Hehe...
Aamiin..
DeleteMakasih yo dik...
hahahaha. endingnya tidak bertemu yah pak ? sayang sekali
ReplyDeletetak seperti rencana dan bayangan awal ya...
Deletebelum ketemu aja udah jadi cerita...
Jurnalis :)
ReplyDeleteaamiin. semoga bisa mengangkat nama teman2 ODOP ke kancah dunia
Deletehingga akhirat...
tulisan bapak selalu memberi pengalaman baru
ReplyDeleteSesuai kemampuan tentunya
DeleteHehehe....gak happy ending ya ceritanya Pak. Tapi asyik. Seruuu..
ReplyDeleteSedih. Semoga dapat khikmah
Delete