Meski hanya sekedar
“kumpul-kumpul”, namun manfaatnya begitu besar. Inilah yang kami lakukan,
pertemuan rutin “selapanan” (35 hari) yang dikemas dalam kegiatan “Arisan Paguyuban
Keluarga Pawiro Sarono” Sragen.
Kegiatan ini menjadi sarana
“temu kerluarga besar” wong ndeso yang tersebar di berbagai tempat. Temu keluarga,
apalagi bisa berkumpul dalam jumlah banyak, adalah pekerjaan berat jika tidak
diusahakan dengan sungguh-sungguh dan niat ikhlas.
Puluhan keluarga (suami
isteri dan anak-anak) bisa kumpul bareng secara rutin, sungguh luar biasa. Kami
bisa berbagi rasa dan cerita serta tukar informasi. Celotehan, guyon, dan omongan
bebas khas orang desa yang mengemuka saat bertemu, menjadi sesuatu yang sangat
indah untuk dinikmati.
Paguyuban ini berangkat
dari ide sederhana. Awalnya, ada saudara yang berinisiatif untuk mempertemukan
“putra wayah” (anak turun) Eyang Pawiro Sarono, agar kelak tidak mengalami
putus hubungan keluarga. Dengan cara ini, anak turun kita tidak akan mengalami
“pepeteng” (kegelapan) dalam menemukan keluarganya. Selama ini, kita seperti
tidak saling kenal dengan keluarga sendiri. Dengan latar belakang itu,
dibentuklah wadah pertemuan/arisan keluarga “Paguyuban Keluarga Eyang Pawiro
Sarono”.
Siapakah Eyang/Mbah Pawiro
Sarono itu? Beliau adalah kakek kami yang dulu tinggal di Dukuh Bandungan, Desa
Wonotolo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Sragen. Ceritanya, mbah Kakung (kakek)
itu pernah menjabat sebagai Lurah (Kepala Desa) Wonotolo yang pertama.
Mbah Pawiro Sarono
mempunyai enam anak, yakni Almarhum Pak Dhe Djoyo Sudarso (dukuh Geneng, Desa
Bumiaji, Kec. Gondang, Sragen), almarhum Bapak Darso Sumarto (ayah saya, dukuh
Tunggul, Desa Tunggul, Kec. Gondang, Sragen), almarhum Pak Lik/paman Sastro
Pawiro (dukuh Plumutan, Desa Tunggul), almarhum Pak Lik Karso Sentono (dukuh
Bandungan, Desa Wonotolo), Pak Lik Suyadi Setyo Broto (kini tinggal di Bogor
Jawa Barat), dan Pak Lik Suyatno (sekarang di dukuh Geneng, Bumiaji).
Dari enam bersaudara itu,
kemudian menurunkan puluhan anak, ratusan cucu dan cicit atau buyut yang kini
tersebar di berbagai kota, pelosok Indonesia. Mereka ada yang di Sragen,
Karanganyar, Semarang, Jakarta, Bogor, Surabaya, Bali dan lain-lain.
Kami yang bisa bertemu tiap
minggu pahing itu hanyalah bagian kecil dari anak turun eyang Pawiro Sarono, yang tinggal di Sragen.
Meski hanya bagian kecil, semoga kami bisa memberikan manfaat yang besar bagi
seluruh keluarga, juga untuk masyarakat dan bangsa di bumi pertiwi ini.
Tak terasa, kegiatan kumpul keluarga ini telah berjalan
lima belas tahun. Semoga acara seperti ini bisa terus lestari dan makin
menguatkan ikatan kekeluargaan anak turun Eyang Pawiro Sarono dimanapun berada,
dalam naungan dan berkah Allah SWT.
wahh asik bgt itu pakk
ReplyDeleteIya Mas. Meski sederhana,.Rasanya bahagia sekali.
Deletekayak trah gitu ya kan pak?
ReplyDeletesenang ketemu dengan keluarga besar
Iya. Trah Pawiro.Sarono.
Deleteaamiin
ReplyDeleteslm kenal pak, dari odop 3
oke. salam kenal kembali ya. semoga sukses
Deleteaamiin. siap berguru sm njenengan pak hehe
ReplyDeleteya. kita saling belajar
ReplyDelete