Ini catatan tercecer
saat saya mengikuti ceramah Sekretaris Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Abdul
Mukti, M.Ed di Sragen beberapa waktu lalu. Daripada hanya tersimpan di catatan
pribadi, saya ‘share’ semoga bermanfaat.
Menurut Abdul Mukti,
manusia itu secara fitrah, dititahkan oleh Allah menjadi makhluk sosial.
Artinya, hidupnya tidak bisa dipisahkan dengan orang lain. Mereka tidak bisa
hidup tanpa orang lain.
Dalam
konteks ini, ada tiga dimensi yang perlu kita perhatikan. Pertama, manusia harus hidup bermasyarakat. Kedua, hidup kita tergantung kepada orang lain. Seberapa baik
hubungan (komunikasi) kita dengan orang lain, akan menentukan tingkat keberhasilan
kita. Ketiga, kita perlu membangun
silaturahmi dengan orang lain.
Silaturahmi
memiliki dua akar kata, yaitu silah yang
artinya menyambung yang putus, dan arrohim
yang berarti kasih sayang. Silaturahmi juga bermakna habl (hubungan) kabel/cable,
dan tali.
Silaturahmi
dapat pula diartikan mengurai benang yang kusut, yang ruwet. Atau melanjutkan
sesuatu yang telah lalu, yang telah tersambung, dan melanjutkan hubungan yang
baik. Keterangan tersebut mengandung pengertian connecting, to joint - bergabung, hubungan.
Dari
beberapa uraian di atas, secara ringkas silaturahmi mengandung pengertian menyambung
kasih sayang yang putus. Dalam pengertian ini, silaturahmi itu merupakan
hubungan personal yang universal, tak mengenal batas.
Menurut
badan kesehatan PBB, WHO, sehat itu memiliki 4 dimensi, yakni Sehat fisik, Sehat
emosi, Sehat
sosial, dan Sehat spiritual. Dan ternyata, silaturahmi mampu menciptakan
hidup sehat yang mencakup empat dimensi tersebut.
Ada
10 hal yang membuat orang bahagia. Urutan pertama bukan pada banyak memiliki
uang atau rumah dan kendaraan bagus, tetapi “berada pada situasi dengan
orang-orang yang dicintai”. Atau karena memiliki “hubungan baik dan sehat
dengan sesama”.
Hubungan
sehat dengan sesama bisa berhasil dengan beberapa jalan.
Pertama, Open mind. Pikiran,
ilmu, wawasan yang terbuka. Ketika menghadapi persoalan akan bisa
diselesaikan dengan banyak cara, sudut pandang, dan alternatif lain.
Kedua, Open heart, hati lapang. Ketiga, Open house, rumah yang lapang, bisa menerima semua orang.
Keempat, mau mendengarkan masukan,
suara, pikiran dan pandangan orang lain, untuk memperoleh pencerahan.
Agar
bisa open, harus punya sifat pemaaf. Maafkan orang yang salah. Orang yang salah
dengan sengaja – menyalahi perlu diberi
hukuman sesuai tingkat kesalahannya. Sedangkan orang
yang salah
karena bodoh, tidak tahu, perlu dibantu,
dibimbing, dinasehati. Agar tidak menjadi orang yang selalu marah, harus
pemaaf.
Agar
orang bisa open juga harus menjadi manusia pemaklum. Tentang sikap pemaklum, ada cerita menarik saat Abdul
Mukti tinggal beberapa tahun di Autralia untuk menempuh studi di Australian
National University.
Suatu ketika, ada
warga Australia yang bertugas untuk menagih iuran yang menjadi kewajibannya
selama tinggal di sana, sering datang ke rumahnya. Setiap kali selesai
menyelesaikan tugas, petugas itu berpamitan. Abdul Mukti selalu mengantarkan
tamu itu sampai ke pintu pagar rumahnya.
Kejadian seperti ini
selalu terulang : setiap kali tamu orang Australia itu datang disambut dengan
ramah oleh Abdul Mukti sebagi tuan rumah, dan selesai urusannya kemudian
berpamitan, Abdul Mukti pun mengantar tamunya keluar rumah hingga pintu pagar.
Ternyata, di benak
orang Australia itu timbul pertanyaan. “Kenapa tiap kali saya berpamitan untuk
pulang dari rumah anda, anda selalu menguntit saya sampai di luar rumah?.
Apakah anda curiga dengan saya sehingga harus mengtuntit saya?” tanya orang
Australia itu penuh keheranan atas sikap Abdul Mukti.
“Ohya, saya
melakukan itu karena tiga hal,” jawab Abdul Mukti.
“Pertama, karena
saya orang Indonesia, kedua sebagai orang yang beragama Islam dan ketiga
kebetulan bersuku Jawa,” lanjut Mukti.
“Sebagai orang
Indonesia dan orang Jawa, saya diajari tentang sopan santun ketika berhadapan
dengan orang lain. Sedangkan sebagai orang Islam, agama saya mewajibkan untuk
selalu menghormati tamu."
"Apa yang saya
lakukan bukan menguntit anda karena curiga, tetapi perilaku tanggungjawab dan
rasa hormat saya terhadap setiap tamu. Saya harus mengantarkan tamu sampai ke
pintu pagar hingga lenyap dari pandangan saya, untuk memastikan anda tetap
selamat sepulang dari rumah saya,” jelas Abdul Mukti.
"Oooo.....gitu.."
orang Australia itu pun jadi maklum....
Suparto
Comments
Post a Comment