Skip to main content

Sepenggal Kisah Anak Desa





Kalau dihitung dari saat kelahiranku, 2 Agustus 1957, hari ini usiaku sudah lebih dari 58 tahun. Tidak lama lagi 59 tahun. Tahun depan insya Allah usia 60 tahun. Sementara angka harapan hidup rata-rata penduduk Indonesia di kisaran 70 tahun. Meski berusaha tampil seperti orang muda, aku tidak bisa lagi menyembunyikan tanda-tanda ketuaan. Rambut memutih, kulit keriput, beberapa gigi tanggal, penglihatan kabur, sendi-sendi tulang ngilu, gampang lelah, pelupa, adalah sebagian dari tanda-tanda itu.
Namun demikian, aku harus bersyukur kepada Allah yang masih menyatukan roh dan ragaku, mengaruniakan segala fasilitas hidup hingga hari ini. Masih bisa bangun kala mendengar suara adzan subuh, kemudian berangkat ke Masjid untuk shalat berjamaah, selanjutnya jalan kaki keliling kampung. Sebelum matahari terbit, menyempatkan diri membaca beberapa ayat Al-Qur’an dan mempelajari kandungannya. Setelah itu,  bersih-bersih rumah dan menyediakan makan minum untuk beberapa ekor burung Lovebird yang ocehannya cukup ramai, serta aktivitas lainnya.
Bersyukur juga, meski sudah pensiun sebagai PNS per tanggal 1 September 2013 dengan masa kerja 28 tahun, saat ini masih menjalankan tugas di kantor milik Pemerintah Daerah. Di Lembaga Penyiaran Publik Lokal (LPPL) Radio Publik Buana Asri, sebagai anggota Dewan Pengawas. Di tempat ini aku bertugas selama 5 tahun, sejak 2013 dan akan berakhir Desember 2017 (dulu pengangkatannya melalui seleksi). Disamping itu, masih ada tugas lain menjadi pengurus beberapa organisasi sosial.
Alhamdulillah lagi, Sabtu (6/3/2016) kemarin, setelah melalui pemeriksaan darah oleh petugas Unit Donor Darah (UDD) Palang Merah Indonesia (PMI), aku dinyatakan sehat, sehingga hari itu bisa melaksanakan donor darah untuk yang ke-87 kali. Donor darah sukarela yang sudah kujalani selama 30 tahun lebih, insya Allah akan tetap kulakukan untuk membantu kemanusiaan, sampai kondisi dan umur tidak lagi memungkinkan.
***
Menjadi Penggembala
Menurut penuturan keluargaku, aku lahir di sebuah Desa berjarak limabelas kilometer dari kota Kabupaten Sragen. Kedua orangtuaku buta huruf.  Ayah seorang petani kecil, siang dan malam bergelut dan mengolah sawah, sedangkan ibu sibuk ngurus anak-anak di rumah. Aku anak nomor enam dari delapan bersaudara.
Ada cerita unik dibalik pemberian namaku. Saat lahir aku diberi nama Sudarjo. Namun karena sering sakit-sakitan dan tidak sembuh-sembuh, atas saran dan petunjuk “orang pintar”, di usia dua tahun namaku diganti menjadi Suyanto. Konon, setelah berganti nama, aku menjadi sehat. Namun entah mengapa, orangtuaku mengganti lagi namaku menjadi Suparto, dengan panggilan Parto.
Pada saat memasuki usia SD, aku sering mendapat ejeken teman-teman, karena namaku seperti nama orang yang sudah tua. Ketika rasa malu tak tertahankan, aku protes kepada orangtua, kenapa aku diberi nama seperti ini.
Ayahku beralasan, pemberian nama seperti itu biar kelak kalau sudah berkeluarga tidak perlu menambah lagi dengan “nama tua”. Seperti diketahui, dalam tradisi di desa kami, setiap anak yang sudah menikah (berkeluarga), pasti mendapat tambahan “nama tua”. Misalnya nama kecilnya, Suyanto, ketika menikah ditambah dibelakangnya “nama tua”, seperti Kromorejo, sehingga nama lengkapnya menjadi Suyanto Kromorejo. Nah, namaku Suparto oleh ayah dianggap sudah nama tua, sehingga bisa dipakai selamanya.
Di usia SD, orangtuaku punya ternak kambing sebanyak tiga ekor. Aku bersama kakak-kakakku diberi kesibukan untuk memeliharanya. Dalam waktu tiga tahun sudah berkembang menjadi puluhan ekor. Beberapa tahun kemudian, kambing tersebut dijual dan dibelikan dua ekor kerbau, karena untuk keperluan membajak sawah. Masa-masa menjadi penggembala kerbau sungguh mengesankan.  

Sekolah Tersendat
Pendidikanku tergolong unik dibandingkan keluarga yang lain. Sekolah dasar aku lalui di Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang kala itu menempati rumah orangtuaku. Sedangkan SLTP kutempuh di Madrasah Tsanawiyah Agama Islam Negeri (MTsAIN) Gondang berjarak empat kilometer dari rumah.
Lulus MTsAIN, aku melanjutkan selolah di Pendidikan Guru Agama (PGA). Di sekolah calon guru ini, berjalan empat bulan (satu kwartal), aku keluar. Aku lupa apa yang menjadi alasan keputusan itu. Yang kurasakan saat itu, sekolah begitu berat kujalani. Kemudian aku harus menganggur di rumah, dan hari-hari yang kulalui adalah menggembala kerbau dan bermain.
Menjelang tahun ajaran baru berikutnya, seorang teman mengajakku melanjutkan sekolah ke salah satu SMA di kota Solo. Setelah melalui proses seleksi, aku diterima. Aku senang sekali dan merasa inilah sekolahan  yang kulihat saat itu gedungnya paling megah.
Selama menempuh studi di Solo, aku merasakan kesan mendalam yang kelak membentuk kepribadianku. Di SMA yang kala itu menjadi sekolah swasta favorit di Solo, aku merasakan kebanggaan tersendiri. Aku terkesan dengan seorang guru bernama Pak Dullah Ghazali, ahli fisika, yang kabarnya pernah menjadi asisten dosen pakar atom UGM, Prof. Ahmad Baiquni. Dan beberapa guru lain yang kurasakan sangat berkualitas.
Yang kulihat adalah lingkungan sekolah berwibawa, gedung-gedungnya bagus, di tengahnya berdiri Masjid tinggi megah. Ada Gedung labotarorium empat lantai untuk tempat praktikum ilmu kimia, fisika, biologi, ilmu bahasa dan printing. Di SMA, aku masuk di jurusan Sastra Sosial, karena kemampuan IPA ku tergolong rendah. Tetapi aku senang, ini sesuai dengan keinginanku, karena kemampuan otakku pas-pasan.
Tamat SMA, aku mendaftar di Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogja. Keputusan mendaftar di UGM dengan pertimbangan, kakak kandungku ketika itu menjadi Mahasiswa disana, sudah tingkat empat. Aku mendaftar di dua Fakultas, yakni Fakultas Sosial Politik (Sospol) jurusan Komunikasi dan Administrasi Negara (AN). Kakakku juga di jurusan AN.
Pada waktu itu, karena sistem seleksi memungkinkan, untuk alternatif, aku juga mendaftar di Fakultas Sospol Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang jurusan Publisistik (sekarang Komunikasi) dan Pemerintahan. Ternyata aku di terima di UNDIP yang mengumumkan lebih dulu. Selama kuliah di Undip, aku aktif mengikuti kegiatan ekstra kampus, diantaranya di Lembaga Amalan Islam (LAI), dan diskusi di Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM).
Nilai akademisku tiap semester selalu rendah, sehingga untuk beberapa mata kuliah harus mengulang dua tiga smester. Sampai enam tahun, aku baru bisa menyelesaikan program studi Sarjana Muda (Bachelor of Art). Akibatnya, aku tidak diperbolehkan melanjutkan studi lanjutan ke program Sarjana penuh (S1). Aku harus berhenti dan puas dengan hasil Sarjama Muda itu.
Hasil studi Sarjana Muda yang kutempuh selama enam tahun, oleh beberapa teman dianggap sebuah kegagalan. Aku terlalu teledor dan kurang serius. Sering mengikuti kegiatan di luar, tetapi tugas utama studi kurang perhatian.
Namun aku punya alasan lain. Ketika kuliah di Undip, pikiranku sering kurang konsentrasi karena ingat orangtua yang cukup berat membiayai anak-anaknya. Penghasilan sebagai petani kecil yang tidak pasti, sering membuatku tidak tega jika harus selalu meminta duit orang tua. Ketika pulang kampung untuk minta uang biaya kuliah dan hidup di Semarang, yang kudapati sebuah kenyataan, orangtua tidak punya duit. Di Semarang akhirnya aku mencari tambahan biaya hidup.
Di rumah kost, aku membantu aktivitas pemiliknya yang mempunyai usaha pengetikan sehingga mendapat bagian honor. Sementara makan dan tempat saat itu aku sering tidak membayarnya. Maklum dompetku lebih banyak kosongnya. Lama kelamaan, aku dianggap seperti anaknya sendiri. 
Tamat Sarjana Muda UNDIP, aku tidak segera pulang kampung. Aku malu dengan keluarga, karena tidak bisa menyelesaikan pendidikan sesuai target. Di Semarang aku masih menetap di rumah kost, yang sudah kutempati selama 5,5 tahun. Setelah setahun bertahan, aku pulang kampung.
Di rumah, aku merasakan kesepian. Lingkungan pergaulan hanya itu-itu saja, gadis desa, orang desa dan tetangga. Namun disisi lain, aku juga belum mendapatkan pekerjaan tetap. Aku mengganggur di rumah.
Tahun 1984 aku membaca berita Koran tentang lowongan Calon PNS Pemda Jawa Tengah. Aku mencoba mendaftar, kemudian mendapat panggilan untuk mengikuti seleksi di Semarang. Beberapa bulan kemudian diumumkan hasilnya, aku diterima. Aku mendapat panggilan dari Pemda Sragen untuk melengkapi persyaratan pengusulan menjadi CPNS. Setelah itu, kembali aku menunggu panggilan kerja.
Akhirnya aku mendapat surat panggilan untuk menerima Surat Keputusan (SK) CPNS di Pemda Sragen, terhitung mulai tanggal 1 Maret 1985. Dan sejak tanggal 1 November 1985, aku menjalankan tugas sebagai Calon PNS di Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. Menjadi PNS kujalani selama 28 tahun, hingga pensiun tahun 2013.
***
Inilah sepenggal kisah seorang anak manusia yang kini tinggal di Sragen – Bumi Sukowati, wilayah paling timur di provinsi Jawa Tengah. Semoga kisah panjangnya segera bersambung….
Kini, di usia yang tidak muda lagi, aku ingin terus belajar. Lewat pengajian, melalui buku, dan berbagai media. Sekarang, terdorong oleh keinginan agar tetap bisa berkarya di usia tua, aku tidak malu belajar menulis kepada orang-orang muda yang luar biasa. Juga belajar kepada kehidupan. Semoga sisa hidupku tetap bermanfaat.
Dulu aku selalu mendapat pesan, “Berkarya Selagi Muda”. Kini sloganku adalah “Tua Tetap Semangat Berkarya”. 

Comments

  1. Wah, Salut. Semangat yang tak lekang oleh waktu Pak.
    Salam kenal.

    ReplyDelete
  2. Baru sempat baca perkenalannya pak suparto, salam kenal dari tetangga kabupaten. Sy kalo siang ada di klaten.

    ReplyDelete
    Replies
    1. terima kasih mbak. kapan-kapan kita bisa sharing

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

TANGGAP WACANA ATUR PAMBAGYA HARJA

Pada rangkaian acara resepsi pernikahan, keluarga yang mempunyai hajat (punya kerja), berkewajiban menyampaikan sambutan (tanggap wacana) selamat datang kepada seluruh hadirin. Dalam tatacara resepsi adat Jawa disebut Atur Pambagya Harja, atau atur pambagya wilujeng. Dalam sambutan ini, orang yang punya kerja akan mewakilkan kepada orang tertentu yang ditunjuk, biasanya ketua RT/RW, atau orang yang dituakan di lingkungannya. Nah, ketika menjadi ketua RT, saya pernah mendapat tugas untuk menyampaikan pidato (tanggap wacana) tersebut. ****** Berikut contoh / tuladha atur pambagya harja yang pernah saya sampaikan…. Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -        Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -        Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Allah SWT, Gusti Ingkang Mah

CONTOH ATUR PANAMPI PASRAH TEMANTEN SARIMBIT ACARA NGUNDUH MANTU

Bp-Ibu Bambang Sutopo  Assalamu'alaikum wrwb. 1.      Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.. 2.      Panjenenganipun Bapa Suwardi minangka sulih sarira saking Bapa Gito Suwarno-Ibu Tuginem, ingkang tuhu kinurmatan. 3.      Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang bagya mulya. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Allah SWT - Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bp. Bambang Sutopo, S.Pd,  sekalian Ibu Jari, keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah saking kulawarga Bapa Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem. Ingkang sepisan , kula minangkani punapa ingkang dados kersanipun Bapa Bambang Sutopo sekalian dalasan sedaya kulawarga, ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bp Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem-sapendherek,  ingkang pidalem w onten ing   Dukuh Jenggrik,  Desa Purwosuman,  Kec. Sidoharjo, Kab Sragen. Kaping kalih , menggah salam taklim 

ATUR PASRAH BOYONG TEMANTEN KEKALIH

Salah satu rangkaian adat Jawa setelah melangsungkan resepsi pernikahan adalah, keluarga temanten perempuan memboyong kedua mempelai kepada keluarga orangtua mempelai laki-laki (besan).  Sebelum masuk rumah keluarga besan, diadakan acara “Atur Pasrah” dari keluarga mempelai perempuan, dan “Atur Panampi” dari keluarga besan. Berikut adalah tuladha (contoh) sederhana “Atur Pasrah” yang saya susun dan laksanakan. *** Assalamu ‘alaikum Wr.Wb. Bismillahirrahmanirrahim. Al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin. * Para sesepuh pinisepuh ingkang dahat kinabekten ** Panjenenganipun Bp.Waluyo dalasan Ibu Sumarni ingkang kinurmatan *** P ara rawuh kakung putri ingkang bagya mulya . Kanti  ngunjukaken raos syukur dumateng Allah SWT, Gusti Ingkang Moho Agung. Sowan kula mriki dipun saroyo dening panjenenganipun Bapa Haji Supriyadi, S.Pd dalasan Ibu Hajah Lasmi ingkang pidalem wonten Plumbungan Indah RT.27/RW.08 Kelurahan Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, kepareng matur

Pidato Kocak Dai Gokil

Humor sebagai salah satu bumbu komunikasi dalam berpidato hingga kini masih diakui kehebatannya. Ketrampilan   menyelipkan humor-humor segar dalam berpidato atau ceramah,   menjadi daya pikat tersendiri bagi audien atau pendengarnya sehingga membuat mereka betah mengikuti acara sampai selesai. Buku saku berjudul “Pidato-pidato Kocak ala Pesantren” karya Ustad Nadzirin (Mbah Rien) ini mungkin bisa menjadi referensi bagi pembaca yang ingin menciptakan suasana segar dalam berpidato. Buku setebal   88 halaman yang diterbitkan oleh Mitra Gayatri Kediri (tanpa tahun) ini berisi contoh-contoh pidato penuh humor. Membaca buku yang menyajikan enam contoh pidato yang oleh penulisnya dimaksudkan untuk bekal dakwah   para dai gokil dan humoris ini saya ngakak abis .  Pengin tahu cuplikannya? Silahkan simak berikut ini. “Saudara dan saudari.  Baik eyang putra maupun eyang putri…Semua tanpa kecuali yang saya cintai… Meski kalian semua tidak merasa saya cintai…” “…..Allah tela

Atur Wangsulan Lamaran Calon Temanten

Meski tugas juru bicara untuk menyampaikan lamaran (pinangan) seperti yang saya tulis kemarin berlangsung 'glagepan' dan 'gobyoss', namun oleh beberapa teman,  saya dianggap 'sukses'.  "Bagus Pak. Sederhana dan 'cekak aos' apa yang menjadi inti," kata teman.  Tapi bagi saya pribadi, respon teman itu mungkin bisa diartikan lain. Sekedar untuk menyenangkan saya atau 'nyindir'. Namun tetap saya ucapkan terima kasih, karena memberi saya kesempatan untuk belajar dari pengalaman.  Betul. Beberapa hari setelah kejadian itu, saya diminta lagi untuk menjadi 'juru bicara' sebagai pihak yang harus menyampaikan jawaban/tanggapan atas lamaran di keluarga lain. Saya pun tak bisa mengelak. Karena waktunya sangat mendadak maka konsep saya tulis tangan dengan banyak coretan.  Seperti diketahui, setelah adanya lamaran dari keluarga pihak lelaki, biasannya diikuti dengan kunjungan balasan untuk  menyampaikan jawaban atau balasan.

ATUR PASRAH CALON TEMANTEN KAKUNG BADE IJAB ( Kanthi Prasaja ) )

Setelah dua kali mendapat mandat menjadi ‘talanging basa’ atau juru bicara untuk menyampaikan dan menerima ‘lamaran’ atau pinangan, dikesempatan lain ternyata saya ‘dipaksa’ lagi menjalani tugas untuk urusan adat Jawa. Kali ini, saya diminta salah satu keluarga untuk menjadi juru bicara ‘atur pasrah calon temanten kakung’ - pasrah calon mempelai pria, kepada calon besan menjelang acara ijab qabul. Permintaan tersebut saya jalani, meski, sekali lagi, dengan cara yang amat sederhana dan apa adanya. Pengetahuan dan pengalaman yang sangat minim tidak menghalangi saya untuk melaksanakan tugas tersebut sebagai bagian dari pengabdian di tengah masyarakat. ****** Berikut contoh atau tuladha apa yang saya sampaikan tersebut. Assalamu 'alaikum wr.wb. ·           *** Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.      *** Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. ·          *** Panjenenganipun Bapak Susilo ingkang hamikili Bapak Sukimin sek

Tanggap Wacana Basa Jawi dan Contoh Lamaran

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi yang berpengaruh pada perubahan perilaku masyarakat, ternyata masih banyak orang tetap memegang teguh   dan ‘nguri-nguri’ (melestarikan) warisan ‘Budaya Jawa’. Salah satu warisan tersebut adalah ‘Tanggap Wacana Basa Jawi’ atau pidato bahasa jawa dalam acara-acara adat maupun ‘pasamuan’ (pertemuan) keluarga dan warga kampung, terutama   di ‘tlatah’ (daerah) Jawa Tengah dan Jawa Timur. Atau di berbagai daerah di Indonesia yang terdapat komunitas atau kelompok masyarakat ‘Jawa’. Bagi sebagian orang, meski mereka hidup di lingkungan masyarakat berbudaya Jawa, tanggap wacana basa jawi (pidato bahasa jawa) sering dianggap momok karena sulit pengetrapannya. Ketidakmampuan mereka bisa karena sudah ngga peduli dengan bubaya jawa atau ngga mau belajar, sehingga keadaan sekarang ini ibarat ‘Wong Jowo Ilang Jawane’ – orang Jawa sudah kehilangan jatidirinya sebagai orang Jawa. Namun bagi orang yang kebetulan di- tua -kan di li

ATUR PAMBAGYA HARJA WILUJENG

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -       Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -       Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingkang Maha Kawasa, awit saking peparing ni’mat saha berkahipun, panjenengan dalasan kula saget makempal manunggal, wonten papan punika kanthi wilujeng mboten wonten alangan satunggal punapa. Para Rawuh Kakung Sumawana Putri ingkang minulya. Kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bapa Ignasius Sarono, S.Pd dalasan Ibu Dra. Christiana Sri Wahyuni Kustiasih, M.Pd , ingkang pidalem ing Plumbungan Indah Sragen, wonten kalenggahan punika kepareng matur : Sepisan , bilih Bapa Ibu Iganasius Sarono ngaturaken syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingakang Maha Kawasa, awit   saking Berkahi-pun, saha donga pangestu panjenengan sedaya, sampun kal

ATUR PANAMPI PASRAH CALON TEMANTEN BADE IJAB

Assalamu'alaikum wrwb. -    Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten. -    Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. -    Panjenenganipun Bapak….                  ingkang hamikili Bapak Karjiyono, SE, MM – Ibu Rr. Erniani Djihad Sismiyati (alm) ingkang tuhu kinurmatan. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka sulih salira saking panjenenganipun Bp. Haji Mulyono Raharjo, S.Pd, MM   sekalian Ibu Sri Sayekti, Sm,Hk keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah calon temanten kakung. Ingkang sepisan , kula minangkani Bapak Mulyono Raharjo sekalian, dalasan sedaya kulawarga ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bapak Karjiyono, sapendherek, ingkang pidalem wonten ing   Jombor Lor, RT.01/18, Kel. Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Ngayogyakarta Hadiningrat. Kaping kalih , menggah salam taklim Bp. Karjiyono sekalian lumantar panjenengan s