Kenapa kita sering memendam kebencian dan melihat
orang lain dari sisi negatifnya? Salah satu sebabnya adalah, kita nggak mau
memaafkan orang yang pernah berbuat salah kepada kita. Akibatnya, emosi negatif
akan terus menghinggapi dan masuk dalam diri kita.
Kalau kita sulit memaafkan kesalahan orang
lain, maka kita merasa tersakiti, tertekan dan menjadi siksaan hidup. Maka
untuk melepaskan semua tekanan jiwa, lupakan dan lepaskan kesalahan orang lain.
Kita memaafkan mereka, agar terbebas dari segala belenggu tekanan batin. Agar kebahagiaan
dan kemuliaan hidup dapat kita nikmati.
Ihab bin Fathi ‘Asyur (2012) menjelaskan, memaafkan adalah hasil sebuah proses yang
melibatkan perubahan emosi dan sikap terhadap orang yang melakukan kesalahan
kepada diri kita. Proses tersebut berlangsung secara intensif dan penuh
kelapangan dada yang berpijak pada keputusan penuh untuk memberikan maaf. Sikap
tersebut berkonsekuensi hilangnya rasa dendam dan emosi negatif terhadap orang
yang melakukan kesalahan. Sikap tersebut juga mengimplikasikan pergantian emosi
negatif menjadi positif, yang disertai rasa kasih sayang sebagai bentuk
tindakan nyata, dalam wujud berbuat baik kepada orang yang melakukan kesalahan.
Memaafkan terjadi karena ada orang lain yang
berbuat salah kepada kita atau menfitnah diri kita. Kesalahan tersbut secara
lapang dada kita maafkan, dengan tindak lanjut berupa membalasnya dengan berbuat
baik kepada orang yang melakukan kesalahan tersebut.
Orang yang memaafkan menunjukkan bahwa orang
tersebut mempunyai kepribadian yang kuat. Ajaran Islam memberikan tuntunan
bahwa pemberian maaf mencakup dua dimensi secara bersamaan, yaitu secara dzahir
dan bathin, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan kata Al-‘Afwu dan Ash-shafh. Dalam
Al-Qur’an, Allah memerintahkan Nabi-Nya untuk selalu memaafkan. “…..Maka maafkankanlah (mereka) dengan cara yang
baik” – fa ash-fahish-shaf-hal jamiil…”(QS. Al-Hijr[15]:85)
Dalam ayat lain disebutkan tentang kata, al ’afwu yang disebut secara bersamaan
dengan kata ash-shofha. “… maka
maafkanlah mereka dan biarkan mereka. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik…” - fa’fu ‘anhum wash-fah..
inna-llaha yuhibbul muhsiniin…(QS. Al-Ma’idah [5]:13)
“Wahai
orang-orang yang beriman! Sesungguhnya diantara istri-istrimu dan anak-anakmu
ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka, dan
jika kamu memaafkan dan kamu santuni serta ampuni mereka, maka sunguh, Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang “ (QS. At-Taghabun [64]:14).
Ketika ‘Aisyah ditanya mengenai akhlak
Rasulullah, maka ia menuturkan. “Rasulullah
tidak pernah berbuat keji dan kotor serta tidak pernah berteriak-teriak di
pasar. Beliau juga tidak pernah membalas perlakuan tidak baik dengan perlakuan
tidak baik. Akan tetapi, beliau memberikan maaf dan ampunan” (HR.
At-Tirmidzi).
Ibnu Qudaimah dalam kitab Minhaajul
Qaashidin menjelaskan bahwa makna memberi maaf di sini ialah sebenarnya
engkau mempunyai hak untuk mebela diri dengan membalas, tetapi engkau
melepaskannya, tidak menuntut
qishash atau kompensasi.
Kata
maaf itu sendiri berasal dari bahasa Al-Qur’an : Al-‘Afwu, yang berarti
‘menghapus’, karena yang memaafkan menghapus bekas-bekas luka di hatinya.
Bukanlah dinamakan memaafkan apabila masih tersisa dendam dalam hati.
Orang yang bersikap pemaaf akan menemukan
kemuliaan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. “Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan meraih surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang yang bertaqwa,
yaitu orang yang berinfak, baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain…”
(QS.Ali-‘Imran [3]:131-134)
Didalam ayat tersebut terdapat dua fase dalam bersikap. Pertama menahan
amarah. Dalam fase ini masih ada keinginan untuk beraksi kepada orang yang
berbuat salah kepada dirinya, namun ia menahan reaksi tersebut, sehingga
didalam hatinya masih ada perasaan tidak tenang. Selanjutnya, ketika seseorang
telah mampu melunturkan rasa amarahnya, maka ia telah memasuki fase yang kedua,
yaitu memaafkan.
Kemudian disempurnakan fase ketiga yaitu
berbuat baik kepada orang yang berbuat salah. “Barangsiapa memafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat
kepadanya) maka pahalanya dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang
dzalim”(QS. Asy-syura [42]:40).
“Jadilah
pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta jangan pedulikan
orang-orang yang bodoh” (QS. Al-A’raf [7]:199).
Pemberian
maaf mampu menghilangkan rasa benci dan dendam, mengusir keresahan hati dan memadamkan api permusuhan. Juga mampu mengobati hati yang terluka
dan jiwa yang tersakiti.
Suparto
#OneDayOnePost
Saya sendiri masih suliiiit sekali pak untuk legowo, hikss..
ReplyDeleteIya Cin. Itu manusiawi. Semua perlu proses
DeleteBetul, tidak mudah...
ReplyDeleteApalagi sebuah kesalahan yang melewati batas, miris
Tapi harus dicoba.
Delete