Jarum jam dirumahku menunjuk angka sepuluh
malam. Isteri dan anakku sudah terlelap tidur. Di luar sana, beberapa tetangga
yang biasa ngobrol di sebelah rumahku, sudah tak terdengar lagi. Sepi.
Aku naik ke lantai atas. Di ruangan ini, aku biasa menghabiskan waktu untuk merenung, bermunajat kepada Sang Maha Pencipta.
Malam ini, anganku menembus batas tembok rumah, melesat jauh ke atas seperti roket meluncur ke angkasa luar. Sementara jemari tanganku mulai bergerak menuliskan catatan kecil yang tercecer. Ya, catatan kecil yang tercecer di tengah samodra kehidupan ini.
Hari ini aku ingin men-setting ulang cara berpikir dalam menapaki jalan hidup ketika usia sudah hampir 55 tahun. Aku sudah menjadi PNS 26 tahun. Insya Allah, jika Sang Penguasa Jagat Raya masih memberi hidup yang sehat dan berkah, dua tahun lagi aku sudah pensiun.
Meski aku berusaha menikmati pengabdian sebagai PNS lebih dari seperempat abad lamanya, namun tiba-tiba hati ini tersentak ketika beberapa teman menyatakan bahwa ada hal yang aneh dalam diriku.
Aku mencoba tetap tenang menghadapi pernyataan teman-teman itu. Tetapi suara mereka, seakan terus mendenging di telinga. Apa yang membuat mereka terus mempersoalkan status PNS-ku?
Ya, tak lebih dari catatan mereka tentang diriku (meski aku sendiri tidak terlalu mempersoalkan).
*****
“Pak, sebenarnya file kepegawaian bapak itu ada ngga sih di Badan Kepegawaian Daerah (BKD)?” tanya seorang teman.
“Ya mestinya ada dong,” jawabku singkat.
“Kalau ada, kenapa bapak yang masuk PNS
pertama kali 26 tahun silam, hingga hari ini masih juga di tempat sama, bertugas di bidang yang sama, tak pernah berganti pandangan. Yang lebih
aneh lagi, bapak menduduki jabatan struktural sebagai Kasubag, selama lebih
dari 20 tahun di bidang yang sama. Tak pernah naik jabatan. Ini luar biasa,” katanya.
“Lho, maksudmu apa?”, kataku masih bingung
“Menurut catatan beberapa teman, bapak sudah menjalani pekerjaan dibawah kepemimpinan lima Bupati, serta melayani 13 (tiga belas) Kepala Bagian.”
“Terus kenapa?”
“Semua pimpinan selalu menyatakan bahwa
salah satu prinsip kepegawaian untuk meningkatkan daya kreativitas dan
produktivitas adalah dengan melakukan tour
of duty dan tour of area,
melalui mutasi dan rotasi."
"Ya, teorinya emang gitu."
"Mestinya itu kan harus diterapkan agar para pegawai tidak jenuh, pikirannya biar segar, luas wawasannya. Tidak seperti katak dalam tempurung, terkungkung di lingkaran sempit menyesakkan. Tetapi nyatanya bapak tak pernah tersentuh."
"Ngga apalah. Yang penting kita jalani semuanya dengan penuh dedikasi."
"Bapak kok bisa bertahan dan sabar menjalani ya. Kalau saya mungkin sudah stress, depresi, atau gila!”
"Ya, teorinya emang gitu."
"Mestinya itu kan harus diterapkan agar para pegawai tidak jenuh, pikirannya biar segar, luas wawasannya. Tidak seperti katak dalam tempurung, terkungkung di lingkaran sempit menyesakkan. Tetapi nyatanya bapak tak pernah tersentuh."
"Ngga apalah. Yang penting kita jalani semuanya dengan penuh dedikasi."
"Bapak kok bisa bertahan dan sabar menjalani ya. Kalau saya mungkin sudah stress, depresi, atau gila!”
“Ah, sudahlah ngga usah bicara kemana-mana. Mengusik ketenangan
orang aja."
“Begini, bapak tentu ingat apa yang sering
disampaikan para pimpinan itu tentang Daftar Urut Kepangkatan (DUK) dan
Prestasi Dedikasi Loyalitas dan Tidak Tercela (PDLT) dalam me-menej pegawai.
Namun ini semua tak pernah berlaku untuk bapak.”
“Kok bisa?”
“Ya jelas sekali. Coba lihat pangkat, pendidikan
dan umur bapak. Belum lagi berbagai pelatihan, seminar, karya dan lain-lain.
Kalau dilihat dalam file semua akan jelas. Tetapi sekali lagi, nampaknya itu
semua tidak berlaku bagi bapak. Makanya saya tanyakan, apa file bapak itu ada?.
Semoga ini bukan sebuah kecelakaan birokrasi di tempat kita!”
“Sudah-sudah, jangan lanjutkan. Nanti jadi
ngelantur dan ngoyoworo.”
Ya, omongan ngelantur dan ngoyoworo itu
harus aku hentikan.
Aku tak ingin mendengarkan lagi dan
mengingat-ingat apa kata orang lain tentang perjalanan karirku sebagai PNS.
Makin diingat, kian menyakitkan, sehingga membuat sakit hati, dan ini tidak
baik ditinjau dari segi kesehatan maupun dalam pandangan agama.
Aku harus cepat-cepat mengembalikan dan memulihkan ketenangan hati, batin dan pikiranku yang sempat terkoyak oleh ocehan teman-teman, saudara dan keluarga.
Aku mesti mengambil hikmah dari semua kejadian yang menimpaku, dalam setiap langkah hidup ini.
Aku ingat ucapan Kang Sobari, seorang budayawan, kolomnis terkenal yang pernah memimpin Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara.
Kang Sobari bilang, “Tuhan sering menyelamatkan seseorang melalui kejahatan orang lain.”
Ucapan Kang Sobari itu maknanya, kita mungkin merasa telah diperlakukan tidak adil, atau didzolimi orang lain, sehingga kita mengalami luka kecil dan harus terhenti di jalan. Padahal, inilah sebenarnya skenario Tuhan dalam menyelamatkan kita dari situasi yang lebih buruk, mungkin kecelakaan besar, jika kita tetap dibiarkan berjalan.
Banyak sekali contoh terjadi di lingkungan instansi tempat aku bekerja. Ada beberapa orang yang selama ini mendapatkan fasilitas untuk melaju menikmati kesenangan duniawi. Karirnya cemerlang, jabatan melejit, padahal prestasinya ya biasa-biasa saja. Namun dikemudian hari, mengalami tragedi hidup, karena terlibat kasus korupsi.
Mereka berurusan dengan aparat penegak
hukum, harus kehilangan semua fasilitas dan kesenangannya. Belum lagi iringan
nada cemoohan dari orang-orang yang melihatnya. Mereka sebenarnya hatinya tak
pernah tenang. Diantaranya juga banyak yang terkena penyakit menyedihkan, atau
meninggal dunia mendadak.
Itu semua merupakan pelajaran berharga dan menjadi hikmah hidup yang sangat berarti. Seperti pesan Allah dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 216 yang intinya,“boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal itu baik bagimu. Boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu, padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Di bagian lain, Allah mengingatkan dalam surat Ali ‘imran 185 bahwa “kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.”
Ayat tersebut pas banget kalau aku kaitkan
dengan beberapa episode drama kehidupan
manusia yang tergelar di dunia ini. Dalam pergulatan politik di banyak negeri,
juga di daerah, selalu muncul orang-orang yang membuat ruwet dunia ini.
*****
Maka, inilah setting cara berpikirku sekarang. Aku segera mengembalikan
persoalan hidup ini kepada Allah Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengatur dan Maha Memelihara Hidup. Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Allah Yang Maha Tahu.
Allah Yang Maha Luas Karunia-Nya. Allah Yang Maha Kuasa atas segala kekuasaan
manusia.
Allah Yang Maha Perkasa dari semua makhluk
yang merasa dirinya paling perkasa. Allah, Tuhan Yang Memiliki dan Menggenggam
seluruh isi alam jagad raya.
*****
Desiran angin yang sejak sore menggoyang dedaunan di depan rumahku, tiba-tiba terhenti. Suara belalang yang mengiringi malam pun tak terdengar. Sepi.
Lamat-lamat, aku seperti mendengar lantunan ayat suci yang berkumandang singkat. Surat – ali ’imran 173, ”Hasbunallah wa ni’mal wakil” yang artinya ”Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.”
Ya, hanya
Allah-lah yang menjadi pelindung dan penolong sejati. Kini hatiku menjadi tenang.
Tak
terasa, tengah malam datang menjelang. Sunyi alam, menjadi saksi atas rintihan
anak negeri. Dari dasar samodra hati nurani paling dalam, sayup-sayup terdengar
suara lirih dan jernih.
Terus dan teruslah
melangkah meski terhadang oleh duri.
Jangan pernah
berhenti untuk mengabdi meski tersakiti.
2011
Comments
Post a Comment