Ahad
(18/12/2016), saya ikut kegiatan Bedah Novel dan Pemutaran Film “Ketika Mas
Gagah Pergi” (KMGP) di ruang seminar Masjid Nurul Huda Kampus UNS Solo. Lebih dari
tiga jam ratusan peserta terlihat menyimak dengan penuh semangat. Acara yang digagas
oleh takmir masjid Nurul Huda UNS bekerjasama dengan Forum Lingkar Pena (FLP)
Solo Raya ini menghadirkan Helvy Tiana Rosa, seorang sastrawan, penulis novel
KMGP.
Helvy berkisah
tentang latar belakang lahirnya novel dan gagasan mengangkatnya ke layar lebar.
Film yang diangkat dari novel bestseller dengan judul sama karyanya yang terbit 24
tahun silam ini, sudah sejak awal 2016 diputar di gedung bioskop di seluruh
Indonesia.
Rencana
mengangkat Novel legendaris yang sudah
cetak ulang 46 kali ini ke layar lebar, menurut Helvy, sebenarnya sudah muncul cukup lama, tetapi
selalu tertunda. Pernah ada empat rumah produksi mengincar untuk memfilmkan
kisah dalam buku KMGP, namun selalu kandas lantaran faktor idealisme penulis
dan produser belum klop. Setelah melalui proses panjang dan berliku sekitar dua
belas tahun, kini film
KMGP
garapan sutradara Firman Syah ini bisa dinikmati.
“Bertahun-tahun
saya mencari tokoh pemeran utama Mas Gagah, dengan berbagai kriteria yang memiliki
karakter seperti dalam novel, akhirnya ketemu,” ujar Helvy. Begitu juga dengan
pemeran yang lain, Helvy mencari sendiri agar sesuai dengan pesan yang ingin
disampaikan.
Film
KMGP menampilkan para pemain baru, diantaranya Hamas Syahid Izzudin yang
berperan sebagai Mas Gagah dan Aquino Umar yang memerankan Gita. Adalagi Masaji
Wijayanto (sebagi Yudi) dan Izzah Ajrina (pemeran Nadia). Sementara aktor atau
artis lama terlihat Mathias Muchus, Wulan Guritno, Irfan Hakim, Epy Kusnandar,
dan beberapa yang lain.
Hingga
sekarang, novel KMGP sudah dibaca jutaan
orang. Karena itu kehadiran filmnya ditunggu banyak orang. Penasaran dengan
kisah tokoh Mas Gagah yang menginspirasi para pembacanya tampil dalam film
layar lebar seperti di novel KMGP.
Novel
atau film “Ketika Mas Gagah Pergi” bercerita tentang seorang pria bernama Gagah Perwira Pratama yang biasa dipanggil
Mas Gagah. Ia memiliki seorang adik bernama Gita yang masih duduk dibangku SMA.
Gita yang tomboy, kepada teman-temannya selalu
menceritakan tentang sosok Mas Gagah yang dibanggakan. Sosok kakaknya itu,
menurut Gita, nyaris sempurna. Ia
tampan, cerdas, modern dan selalu menjalankan sholat tepat waktu. Sejak Ayah
mereka meninggal, Gagah sembari kuliah di Fakultas Teknik Sipil, membantu Mama
(diperankan Wulan Guritno) jadi tulang punggung keluarga.
Suatu hari, Gagah pergi ke Ternate di Maluku Utara untuk
menyusun skripsi kuliahnya. Namun, sekembalinya dari sana, ia membawa karakter
lain dalam hidupnya. Dia menjadi seorang penganut Islam yang kuat berkat
pengaruh Kyai Gufron, sosok kharismatik yang dikaguminya.
Gagah kini terlihat sangat bersemangat menjalankan
ajaran Islam, dan kerap menasihati Gita untuk menjalankan perintah agama. Namun
dengan perubahan itu, Gita menjadi sebal. Di hadapannya, Mas Gagah kini
terlihat menjadi orang yang fanatik. Gita bahkan terang-terangan meminta
kakaknya itu kembali menjadi sosok yang dulu.
Gagah pantang menyerah. Ia terus berusaha dekat dengan
Gita dan juga Mama, untuk mengajak dua orang yang ia cintai itu lebih mengenal
keindahan Islam. “Islam itu indah. Islam itu damai,” adalah hal yang selalu
disampaikan Gagah pada Gita.
Gagah berusaha meminta adik dan Mama-nya untuk
mengenakan hijab. Meskipun sang Mama akhirnya mengikuti saran Gagah, namun Gita
masih belum berubah. Sampai suatu hari Gita kaget karena sahabatnya Tika,
tiba-tiba memakai jilbab dan menasehatinya, persis seperti yang disampaikan Mas
Gagah. Tika memutuskan berjilbab karena salut dengan keteladanan kakak
sepupunya; Nadia yang justru mengenakan jilbab saat kuliah di Amerika Serikat.
Bersambung
?
Ketika Gagah sibuk dengan kegiatan di “Rumah Cinta”,
rumah singgah penuh buku yang dibangunnya untuk anak-anak orang miskin di
pinggiran Jakarta. Di sana ada persahabatan Gagah dengan Urip, Asep dan Ucok,
mantan preman yang insyaf dan mengelola tempat tersebut.
Saat pelan-pelan kesadaran Gita berubah, mulai mau
mendengarkan Gagah dan tergugah untuk ikut mendalami ajaran Islam yang indah…
Ketika para penonton mulai larut dalam kisah yang sangat
menarik itu …
tiba-tiba layar menyala. Bersambung….!!!
Penonton pun penasaran. Kapan sambungannya…? Jawab
Helvy, akan segera hadir dengan judul “Duka Sedalam Cinta”.
Ketua FLP Solo Raya, Taufiqurrahman, dan mantan Ketua
FLP Solo Raya, Trimanto B. Ngaderi, ditanya seusai nonton menyatakan, film ini
menarik karena membawa pesan islami dalam kehidupan nyata. Novel “Ketika Mas
Gagah Pergi” memang sangat menginspirasi pembaca untuk menjadi pribadi yang
lebih peduli pada sekitar serta lebih mencintai Islam. Kisah ini abadi dan
mampu mengubah banyak pembacanya menjadi lebih baik.
Yang menarik, pemeran tokoh utama Mas Gagah, yakni Hamas
Syahid Izzudin, adalah seorang penghafal A-Qur’an. Pemuda
kelahiran Bengkulu 11 Maret 1992 yang menetap di Surabaya ini juga seorang pengusaha
muda di bidang garmen dan kuliner.
(Suparto)
Mantep pak, lengkap sekali liputannya.
ReplyDeleteSebenarnya kemarin kita pengin ngobrol lebih lama untuk bikin liputan bersama. Sayangnya saya keburu ada acara di Sragen. Lain kali aja ya
DeleteGaya reportase P Parto yg mampu membawa imajinasi saya seolah hadir di acara itu.
ReplyDeleteKeren pak liputannya.
Itu baru sepenggal aja mas. Sebenarnya banyak penonton mau menyampaikan testimoni yg lebih dramatis. Tapi blm sempat saya catat..
Delete