Siti Rahmani Rauf. (Sumber foto: Google Image) |
Inna lillahi wa inna ilaihi rooji'uun.
Telah
wafat tadi malam Selasa10 Mei 2016 pkl. 21.20 WIB Ibu Siti Rahmani Rauf di usia
96 thn.
Almarhumah
adalah penyusun buku belajar membaca *_"Ini Budi"..._*
Beliau
adalah pahlawan kita utk bisa membaca dan menulis WA / SMS hari ini.
Semoga
almarhumah husnul khotimah.
Di bawah tulisan tersebut disertakan sebuah foto Siti Rahmani
Rauf dengan latarbelakang salah satu karyanya.
Tanpa berpikir panjang informasi itu langsung saya sebar melalui
WA Group One Day One Post (ODOP)-2. Informasi itu mendapat respon luar biasa
dari teman-teman anggota ODOP. Bahkan anggota ODOP asal Bandung, Nychken Gilang Bedy Setiawan,
langsung menyebarkan informasi itu melalui akun facebooknya. Hal serupa
dilakukan oleh seorang teman dari Surabaya, Heru Sang Mahadewa. Apa yang
dilakukan dua teman tersebut direspon ratusan netizens.
Sementara
itu, informasi meninggalnya tokoh “Ini Budi” itu dalam waktu singkat telah
menyebar luas melalui media sosial lain sehingga menjadi trending topic di dunia
maya. Hampir semuanya menyatakan bahwa Siti
Rahmani Rauf adalah penulis buku panduan Belajar Membaca dan Menulis yang populer
dengan metode belajar “Ini Budi.”
Rancu
Ternyata,
informasi yang telah tersebar luas ( sampai 2 jutaan kali disebut) yang menganggap
Siti Rahmani Rauf adalah penulis buku paket pelajaran, dinilai rancu oleh Bandung Mawardi, seorang kritikus sastra di Solo.
Dalam tulisannya di harian Solopos,
Jumat (13/5/2016) Bandung Mawardi mengungkapkan, keluarganya meluruskan bahwa Siti Rahmani Rauf
adalah pembuat alat peraga bersumber dari buku terbitan pemerintah (Kompas, 12
Mei 2016). Keterangan itu, lanjutnya, penting bagi kita untuk membedakan peran dalam alur
pendidikan di Indonesia.
Bandung Mawardi menyatakan, Siti Rahmani Rauf adalah pembuat alat peraga, bukan pembuat materi
dalam buku paket pelajaran bahasa Indonesaia untuk SD. Alat peraga itu berupa lima
gambar mengenai keluarga Budi. Para tokoh adalah Budi, ayah Budi, ibu Budi,
kakak Budi, dan adik Budi. Penggunaan nama Budi bersumber pada buku pelajaran
garapan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan yang terbit pada tahun 1976 berjudul
Bahasa Indonesia : Belajar Membaca dan
Menulis.
Buku
itu digunakan oleh Siti Rahmani Rauf untuk membuat alat peraga agar murid
tertarik dalam usaha bisa membaca dan menulis. Alat peraga jadi rangsangan
untuk belajar dalam suasana gembira. Karya itu menempatkan Siti Rahmani Rauf
sebagai sosok berpengaruh dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional. Buku pelajaran
dan alat peraga memungkinkan jutaan anak Indonesia melek aksara, bermula dari
jenjang sekolah dasar.
Seperti
dikutip Bandung Mawardi, jasa besar Siti Rahmani Rauf mendapat pujian Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan yang menyatakan, “Beliau wafat meninggalkan aliran
pahala besar, meninggalkan sidik jari menempel di benak jutaan anak Indonesia” (Koran
Tempo, 12 Mei 2016).
Tak Meminta Bayaran
Siti Rahmani
Rauf yang lahir di Padang, Sumatera Barat, 5 Juni 1919 adalah seorang pendidik
dan pembuat alat peraga pelajaran Bahasa Indonesia “Ini Budi” pada era 1980-an.
Ia menggunakan tokoh Budi yang kemudian menjadi terkenal di Indonesia.
Metode pembelajaran bahasa yang sekaligus
menggunakan alat peraga, yang disebut Struktur Analitik Sintesis (SAS)
Bahasa Indonesia tersebut dianggap menyenangkan bagi siswa SD pada masa itu
sehingga membantu para murid menjadi lebih cepat bisa membaca.
Buku peraga “Ini Budi” yang sangat populer itu kemudian digunakan di
hampir seluruh kota di Indonesia. "Ini Budi, ini ibu Budi, ini bapak Budi"
menjadi kalimat yang terkenal pada era 1980-1990-an
Siti Rahmani
yang telah mengajar sebagai guru sejak tahun 1937 itu mengerjakan buku tersebut
pada awal tahun 1980-an setelah ditawari oleh Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, ketika ia sudah pensiun sebagai Kepala Sekolah SDN Tanah
Abang 5, Jakarta Pusat, pada tahun 1976.
Tawaran
tersebut ia terima tanpa meminta bayaran, semata-mata karena kecintaannya pada
dunia pendidikan.
Semoga
bermanfaat.
Wah...baru ramai di bahas setelah orangnya tiada.
ReplyDeleteIya dek. Itulah manusia... menjadi pelajaran bagi manusia lainnya...
Deletedi Indonesia selalu begitu, kurang dihargai
ReplyDeletemakanya orang melakukan perbuatan baik harus ikhlas.
DeleteBenar-benar pahlawan tanpa tanda jasa
ReplyDeletepatut diteladani
DeleteSemoga menjadi amal jariyah. insya allah.
ReplyDeleteaamiin..
Deletemakasih infonya pak ����
ReplyDeletesama2. kita saling belajar...
DeleteSalut dan bangga sekali....
ReplyDeletekita ikut jejaknya..
DeleteTerimakasih atas klarifikasinya, pak..
ReplyDeleteiya Bang. saya belajar dari Bang Syaiha yang selalu menebar kebaikan..
DeleteSemoga jadi laham amal buat beliau..., maturnuwun info lengkapnya pak :)
ReplyDeleteSemoga jadi laham amal buat beliau..., maturnuwun info lengkapnya pak :)
ReplyDeleteaamiin. semangat...
DeleteLuar biasa ibu Siti Rahmani. Mati meninggalkan kenangan yang manis, pelajaran yang berharga untuk banyak orang.
ReplyDeleteSemoga kita bisa meneruskan perjuangan beliau..
DeleteTetap menjadi pahlawan kita.
ReplyDeleteLuar biasa detail juga klarifikasi Pak Parto ini.
ingin seperti mas Heru ketika menelusuri sejarah mahapatih Gadjahmada itu...
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteAssalamu'alaikum. Pak Parto, luarbiasa blog dan tulisan-tulisannya. Layak sebagai sumber belajar. Saya baru saja membuat blog http://cokroaminotomenulis.blogspot.com , isinya lebih banyak tulisan biografi. Meskipun secara teknik menulis biografi saya tidak tahu. Untuk itu, sekiranya ada waktu luang Pak Parto atau juga rekan-rekan lain bersedia mewakafkan waktu dan pengetahuannya, saya undang untuk memberi koreksi dan perbaikan terutama dalam teknik penulisan. Terimakasih Pak Parto
ReplyDeleteTerima kasih mas Cokro atas kunjungannya. Saya sudah buka Blog mas Cokro, isinya cukup bagus dan inspiratif. Hanya perlu perbaikan dalam hal format. terutama paragrafnya terlalu panjang-panjang.
Delete