Umat manusia sangat
membutuhkan agama. Ini bukan sebuah kebutuhan yang bersifat sekunder atau
sebagai sampingan saja. Namun merupakan kebutuhan yang sangat mendasar dan
utama berkenaan dengan hati nuraninya. Kebutuhan yang sangat mendalam,
berkaitan dengan perjalanan hidupnya di dunia dan kehidupan setelah meninggal
dunia.
Menurut
Yusuf Qardhawi (2003), salah satu faktor kebutuhan umat manusia terhadap agama
dalam mengarungi pergaulan hidup di masyarakat luas, adalah kebutuhan akal
untuk mengetahui eksistensi hidup yang sebenarnya.
Yusuf Qardhawi menjelaskan,
kebutuhan umat manusia terhadap ajaran, peran dan keyakinan agama pada mulanya
merupakan kebutuhan untuk mengetahui jati dirinya dan keberadaam alam semesta
serta isinya. Kebutuhan ini berawal dari pertanyaan yang sangat banyak menyita
waktu dan perhatian berbagai aliran filsafat, yaitu dari mana asal usul umat
manusia? Kemana umat manusia akan pergi? Dan untuk apa umat manusia hidup?
Pada umumnya umat manusia
dalam menjalani kehidupan sehari-harinya sangat disibukkan dengan berbagai
aktivitas untuk memenuhi kebuhutan dan keinginannya, terutama kegiatan mencari
nafkah. Sehingga pertanyaan-pertanyaan semacam di atas sempat terlupakan. Tetapi
pada suatu waktu tertentu umat manusia dituntut merenungi keberaan dirinya
sendiri dengan menanyakan kepada dirinya sendiri. Semisal : dari mana asal usul
saya dan berbagai benda yang ada di sekitar saya? Apakah saya ada dengan
sendirinyya atau ada yang menciptakan? Siapa yang menciptakan saya?
Berikutnya, adakah hubungan
antara saya dengan Sang Pencipta? Demikian juga, apakah alam semesta dan isinya
berupa langit, bumi, bintang, tumbuh-tumbuhan, binatang dan sebagainya, apakah ada secara kebetulan?
Setelah pertanyaan semacam
di atas, kemudian muncul lagi pertanyaan yang luas dan mendalam, misalnya : apa
yang terjadi setelah menjalani kehidupan ini? Kemana umat manusia menuju jalan
hidup berikutnya? Apakah kehidupan di dunia ini hanya sekedar proses kelahiran
jabang bayi dan setelah mati dikubur lalu tidak ada kehidupan selanjutnya?
Pertanyaan selanjutnya, apakah
kehidupan di dunia ini akan berakhir dengan kematian? Jika ada kehidupan
sesudah kematian, apakah sama nasib orang-orang yang bijak, baik dan suci yang mengorbankan
jiwa raganya demi tegaknya kebenaran dengan orang-orang berlumur dosa dan jahat
yang tentu saja banyak menyengsarakan orang lain demi kepentingan hawa nafsunya
dan ambisi syahwatnya?
Pertanyaan yang muncul
penuh dengan falsafah hidup, semisal : untuk apa umat manusia diciptakan? Untuk
apa umat manusia dibekali akal, keinginan dan berbagai keistimewaan lainnya
dibandingkan binatang? Mengpa semua benda yang ada di langit dan di bumi
ditundukkan untuk kepentingan umat manusia? Ada tujuan apa dan bagaimana cara
mengetahui tujuan itu?
Semua pertanyaan di atas
senantiasa menyita perhatian umat manusia pada setiap zaman, dan pertannyaan-pertanyaan
itu tentu saja menuntut jawaban yang diharapkan biisa memuaskan jiwa dan
menenteramkan hati sanubari banyak orang.
Sementara ini, tidak ada jawaban
yang bisa memuaskan kecuali dengan ajaran dan keyakinan yang ada pada agama
yang benar-benar murni dari Sang Maha Pencipta, yakni Islam. Agama Islam yang pertama kali mengajarkan
umat manusia mengenal dirinya sendiri. Berdasarkan wahyu Allah, Al-Qur'an, sosok dirinya bukan lahir dari sesuatu
yang tidak ada lalu menjadi ada secara kebetulan dan menyadari bahwa dirinya
bukan lahir ke dunia dengan sendirinya, tetapi mereka merupakan ciptaan Sang
Khalik Yang Maha Agung.
Dia adalah Allah SWT, Tuhan
yang menciptakan umat manusia dan menyempurnakan semua ciptaannya dengan
menjadikan susunan tubuhnya seimbang dan serasi. Dia yang meniupkan ruh kedalam
tubuh manusia. Dia yang menciptakan penglihatan, pendengaran dan hati nurani
untuknya. Dia yang menganugerahkan berbagai kenikmatan yang melimpah ruah, yang
diberikannya sejak masih berupa janin di dalam perut ibunya.
Coba perhatikan firman Alah
SWT yang terdapat dalam al-Qur’an : “Bukankah
Kami menciptakan kamu dari air yang hina, kemudian Kami tempatkan dia dalam
tempat yang kokoh (rahim) sampai waktu yang ditentukan, lalu Kami tentukan
(bentuknya) maka Kamilah sebaik-baik yang menentukan.” (QS. Al-Mursalat
[77]20-21).
Comments
Post a Comment