Hidup di dunia ini merupakan
perjalanan panjang, penuh liku dan naik turun, suka dan duka selalu mewarnai.
Seorang mukmin tidak pernah
mengeluh apalagi menyalahkan Allah ketika sedang diuji dengan kesusahan hidup.
Ia selalu berusaha untuk tetap bersabar manakala ujian melanda hidupnya.
Sebaliknya seorang mukmin tidak bakal lupa bersyukur tatkala sedang diuji
dengan karunia kenikmatan dari Allah.
Demikian indah dan bagusnya
respon seorang mukmin menghadapi aneka ujian hidup sehingga Rasulullah SAW
mengungkapkan ketakjuban beliau.
“Sesungguhnya
menakjubkan urusan orang beriman itu, karena semua urusannya baik. Dan yang
demikian itu tidak dapat dirasakan oleh siapapun selain orang beriman. Jika ia
memperoleh kebahagiaan maka ia bersyukur. Bersyukur itu baik baginya. Dan jika
ia ditimpa mudharat, maka ia besabar. Dan bersabar itu baik baginya.“
(HR. Muslim).
Bahkan Rasulullah SAW mengajarkan
kita agar memberikan respon sesuai kondisi ujian yang sedang datang kepada diri
seorang mukmin. Dalam Hadits di bawah ini Nabi mengajarkan tiga jenis ucapan
berbeda untuk merespon tiga jenis kondisi ujian yang menghadang seorang mukmin
dalam hidupnya.
“Barang
siapa dikarunia Allah kenikmatan hendaklah ia bertahmid (memuji – hamdalah)
kepada Allah, dan barangsiapa merasa diperlambat rezekinya hendaklah ia
beristigfar kepada Allah. Barangsiapa dilanda kesusahan dalam suatu masalah
hendaklah mengucapkan “Laa haula wala quwwata illa billaahil ‘aliyyil ‘adziim’
(tiada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi
Maha Agung)” HR Al-Baihaqi dan Ar-Rabii’).
Kondisi
Memperoleh Kenikmatan
Dalam kondisi seperti ini
seorang mukmin diharuskan mengucapkan pujian bagi Allah, yaitu ucapan hamdalah,
alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin (Segala
puji bagi Allah, Tuhan Penguasa seluruh alam).
Dengan mengucapkan kalimat yang
menegaskan kembali bahwa segala karunia berasal hanya dari Allah, maka berarti
ia menutup segala celah negatif yang bisa jadi muncul dan di olah setan, yaitu
menganggap bahwa kenikmatan yang ia peroleh adalah karena kehebatan dirinya
dalam berprestasi.
Setan sangat suka menggoda manusia dengan menanamkan sifat
‘Ujub atau bangga diri bilamana baru meraih suatu keberhasilan atau kenikmatan.
Manusia dibuat lupa akan Allah
yang merupakan sumber sebenarnya dari segala kenikmatan. Jika Allah tidak
izinkan suatu keikmatan sampai kepada seseorang, bagimana mungkin orang
tersebut akan pernah dapat menikmatinya?
Sebenarnya dalam kehidupan di dunia, kenikmatan Allah
senantiasa tercurah kepada segenap hamba-Nya. Bahkan jumlah nikmat yang
diterima setiap orang selalu jauh melebihi kemampuan orang itu untuk menyukurinya.
Jangankan kemampuan bersyukur seseorang melebihi nikmat yang ia terima dari
Allah, bahkan sebatas mengimbanginya saja sudah
tidak akan pernah sanggup. Maka, marilah kita sering mengucapkan kalimat
tahmid, baik saat kita menyadari datangnya nikmat maupun tidak.
Kondisi
Rezeki Sedang Diperlambat.
Dalam kondisi seperti ini
seorang mukmin disuruh istighfar.
Kalimat istighfar berarti kalimat permohonan agar Allah mengampuni
dosa-dosanya. Nabi Hud menyuruh kaumnya untuk beristighfar dan menjamin bahwa
dengan melakukan hal itu, maka hujan deras bakal turun.
Istilah “hujan” di
banyak riwayat Nabi seringkali bermakna rezeki. Sehingga kaitannya menjadi
sangat jelas. Orang yang sedang merasa rezkinya lambat atau seret kemudian ia
beristighfar, maka ia sedang berusaha mengundang turunnya hujan alias rezeki
dari Allah.
"Dan Hud (berkata) : Hai
kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu betobatlah kepada-Nya, niscaya Dia
menurunkan hujan yang sangat deras atasmu."(QS.HUd: 52)
Konsisi
Susah dan Banyak Masalah
\
Nabi Muahammad SAW menyuruh seorang mukmin untuk membaca kalimat
Laa Haula walaa Quwwata illa billahil
‘aliyyil ‘adziim (Tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha
Agung). Kalimat ini sungguh sarat makna yang bermuatan aqidah.
Kalimat ini mengingatkan
kita akan pentingnya kemantapan iman Tauhid seorang mukmin. Begitu si mukmin membaca kalimat
tersebut dengan penuh pemahaman, penghayatan dan keyakinan, maka saat itu juga
jiwanya akan berusaha menggapai kekuatan dan pertolongan Allah Yang Maha Kuat
lagi Maha Terpuji. Bila Allah telah mengizinkan kekuatan dan pertolongn-Nya
datang kepada seseorang maka masalah manakah yang tidak bakal sanggup
diatasinya?
Oleh karena itu, Islam
sangat mencela sikap ketergantungan seseorang kepada selain Allah saat
menangani masalahnya. Hanya Allah tempat bergantung, tempat kembali dan tempat
memohon pertolongan. Hanya Allah tempat
kita bertawakkal.
“Ya
Allah Yang Maha Hidup, Ya Allah Yang senantiasa Mengaruniai, tidak ada tuhan
selain Engkau, dengan Rahmat-Mu aku memohon pertolongan, perbaikilah keadaan
diriku seluruhnya dan jangan Engkau serahkan nasibku kepada diriku sendiri
(walau) sekejap mata, tidak pula kepada seorang manusiapun.”
(HR. Tabrani).
Aamiin
ReplyDeleteaamiin..
Delete