Puasa
merupakan ibadah yang benar-benar bersifat pribadi, karena tidak dapat dipamerkan
secara fisik dan kata-kata. Hanya dirinya sendiri dan Allah yang mengetahui
apakah orang tersebut sedang berpuasa atau tidak, sungguh-sungguh atau hanya
pura-pura. Dengan demikian, puasa akan melahirkan sikap ikhlas yang punya
pengaruh posisitf dalam kehidupan.
Di
hadapan Allah, puasa juga dinilai istimewa dibandingkan dengan ibadah lain.
Dalam sebuah Hadits disebutkan, Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW
bersabda, “Setiap amalan anak Adam
dilipatkan menjadi sepuluh sampai tujuhratus kali lipat. Allah SWT, berfirman: Kecuali
puasa, karena sesungguhnya ia adalah milik-Ku dan Aku yang akan mengganjarnya,
(karena) ia telah meninggalkan syahwat dan makanannya karena Aku.” (Hadits
Riwayat Bukhari dan Muslim).
Dari
keterangan Hadits tersebut tergambar bahwa Allah mengkhususkan untuk diri-Nya
puasa diantara seluruh amalan, dengan ganjaran tanpa batas, karena disitulah
terletak rahasia antara seorang hamba dengan Tuhan-Nya. Tidak ada yang
mengetahuinya kecuali Allah.
Orang
yang berpuasa berada dalam kondisi yang kosong dari pandangan orang lain.
Ketika memungkinkan baginya untuk mengkonsumsi apa pun yang diharamkan Allah
atasnya dengan leluasa, namun tidak melakukannya karena kesadaran bahwa ia
memiliki Tuhan yang mengetahui dalam kesendiriannya. Ia rela meninggalkan
segala kesenangan sesaat karena memenuhi perintah Allah, hanya berharap pahala dari-Nya.
Sifat
khusus ibadah puasa ini menunjukan bahwa seseorang harus memiliki keimanan yang
kuat kepada Allah sebagai satu-satunya Yang Maha Melihat atas segala sesuatu.
Semua peristiwa tercatat dalam
pengawasan-Nya.
Atas
dasar itulah, puasa mendidik seorang Muslim tentang ikhlas. Pengertian ikhlas,
menurut Sayid Sabiq dalam Yunan Nasution (1978) adalah, “menyengaja dengan
perkataan dan perbuatannya karena Allah semata dan hanya mengharap
keridhaan-Nya. Bukan karena mengharapkan harta, pujian, sanjungan dan
ketenaran. Amalnya terangkat dari kekurangan-kekurangan dan dari akhlak yang
tercela, dengan demikian ia menemukan kesukaan Allah.”
Ikhlas
adalah memurnikan ibadah hanya untuk Allah. Dalam Al-Qur’an surat Al-Bayyinah
[98]:5, Allah menggambarkan tentang ikhlas, “Padahal mereka hanya diperintah
menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena menjalankan agama, dan juga agar melaksanakan
shalat dan menunaikan zakat. Yang demikian itulah agama yang lurus (benar).”
Di
surat An-Nisa’ [4] : 125 disebutkan, “Dan siapakah yang lebih baik agamanya
daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia
mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah
memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya”.
Pengaruh
Dalam Kehidupan
Orang
yang berpuasa karena ikhlas, disamping mendapat pahala tanpa batas juga
memperoleh pengampunan dari Allah. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang
berpuasa atas dasar iman dan hanya mengharap ridha Allah (ikhlas), dia akan
diampuni dosa-dosanya yang telah lalu” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Namun
ditinjau secara psikologis, nilai keikhlasan yang lahir dari ibadah puasa itu
punya pengaruh positif dalam kehidupan sehari-hari. Abdullah Gymnastiar (2001) menjelaskan, orang
ikhlas itu selalu memusatkan pikirannya agar setiap amalnya diterima oleh
Allah.
Buah
yang akan dipetik dan dinikmati oleh orang ikhlas adalah merasakan ketentraman
jiwa, ketenangan batin serta selalu ringan dan senang setiap melakukan
kebaikan. Mengapa? Karena tidak diperbudak oleh penantian untuk mendapatkan
pujian, penghargaan, atau diberi imbalan.
Penantian
adalah pekerjaan yang tidak menyenangkan, menyebalkan. Menunggu diberi pujian
itu menjadi sesuatu yang tidak nyaman. Lebih getir lagi jika apa yang telah dilakukan
itu ternyata tidak dipuji orang. Akhirnya kekecewaan yang akan diterima dan
dirasakan.
Orang
yang tidak ikhlas dalam melakukan apapun, biasanya mudah tersinggung dan
kecewa, karena terlalu banyak berharap kepada orang lain. Sering pusing
terhadap hal-hal sepele yang dialami sehari-hari. Mengerjakan sesuatu selalu
dirasakan berat.
Namun
bagi seorang yang ikhlas, tidak akan pernah mengharapkan apapun dari siapapun,
kecuali Allah yang akan mengaturnya. Baginya, kenikmatan itu bukanlah dari
mendapatkan, melainkan dari apa yang bisa dipersembahkan.
Karena
itu, kalau sudah berbuat suatu kebaikan, lupakan perbuatan itu. Titipkan saja
di sisi Allah, pasti aman. Tidak usah disebut-sebut, diingat-ingat, nanti malah
berkurang, atau malah hilang pahalanya.
Orang yang ikhlas sadar bahwa apa yang diniatkan
dengan baik, lalu terjadi atau tidak yang diniatkan itu, semuanya telah dilihat dan dinilai oleh Allah. Kita
tidak akan rugi sedikitpun apabila ikhlas dalam
melakukannya.
Manusia
hanya wajib menyempurnakan niat dan usahanya. Sedangkan perkara kejadian
terbaik itu adalah urusan Allah Mang Maha Tahu. Oleh sebab itu, kalau ikhlas,
tak akan mudah kecewa dengan kejadian (urusan duniawi) yang tidak menyenangkan
dan tidak sesuai dengan harapan dan keinginan.
Orang
ikhlas itu, sikap, tutur kata, raut muka
dan gerak-geriknya bukan ditujukan untuk mencari popularitas (ketenaran) dan
menonjolkan diri. Apalagi memamerkan amalnya (riya’), hartanya, kedudukannya,
atau aneka topeng duniawi lainnya yang diharapkan dapat mengangkat citra dan
pujian kepada dirinya di hadapan manusia.
Sehebat
apapun ketenaran disisi manusia, tidak akan berarti dihadapan Allah jika tidak
dilandasi keikhlasan. Ketenaran yang dikejar, kadang malah bisa menjadikan
dirinya sombong. Semua itu tiada berguna jika Allah menghinakannya.
Bagi
orang yang ikhlas, tidak peduli amal
yang dilaksanakan itu kecil dan remeh dalam pandangan manusia atau
tidak, ada yang menyaksikan atau tidak. Contoh, dia akan tergugah dan
sungguh-sungguh berupaya menyingkirkan paku di jalan, atau memberikan
makan seekor kucing yang menggelepar
kelaparan, dan sebagainya. Jadi tidak terkecoh dengan penampilan luar yang
dianggap besar saja.
Suparto
#SpiritRamadhan
puasa, menahan segala sesuatu yang mengarahkan kita untuk berbelok kiri dan kanan, ketika sudah dibei jalan yang lurus oleh Allah. pak :)
ReplyDeleteSemoga begitu mas. Kita akan terbimbing jalannya..
DeleteMakasih Mas Fajar ....
Pengingat diri saya ini, Pak Suparto. Semoga saya menjadi lebih ikhlas menjalani hidup. Terimakasih untuk tulisan yang sangat bermanfaat ini :)
ReplyDeleteIya mbak Nova. Semoga bermanfaat juga untuk saya sendiri..
DeleteMatur nuwun sudah mampir...
Terima kasih Pak Parto. Tulisan ini sangat bermanfaat. 😊
ReplyDeleteIyah mbak. Kita saling berpesan dalam kebaikan
DeleteIjin Nyimak Gan - http://umpanpancingessen.com/umpan-ikan-mas-galatama/
ReplyDeleteOke. Makasih ... Siap!
Delete