Tahun 2017, Kabupaten
Sragen memperingati hari jadinya ke-271. Catatan singkat berikut ini
menggambarkan bagaimana Sragen memiliki sejarah panjang sejak pemerintahan hindia Belanda.
Seperti diketahui, Hari
Jadi Kabupaten Sragen ditetapkan dengan Perda Nomor 4 Tahun 1987, yaitu pada
hari Selasa Pon, tanggal 27 Mei 1746.
Tanggal dan waktu tersebut adalah dari hasil penelitian serta kajian pada fakta
sejarah, ketika Pangeran Mangkubumi yang kemudian hari menjadi Sri Sultan
Hamengku Buwono ke I , menancapkan tonggak pertama melakukan perlawanan
terhadap Belanda menuju bangsa yang berdaulat dengan membentuk suatu
pemerintahan lokal di Desa Pandak
Karangnongko masuk tlatah Sukowati.
Proses dan Kronologi
Pangeran Mangkubumi adik
dari Sunan Paku Buwono II di Mataram sangat membenci Kolonialis Belanda.
Apalagi setelah Belanda banyak mengintervensi Mataram sebagai Pemerintah yang
berdaulat. Oleh karena itu dengan tekad yang menyala Bangsawam tersebut lolos
dari istana dan menyatakan perang dengan Belanda.
Atas sikap adiknya
tersebut Sunan PB II tidak tega kepada adiknya, tapi karena sudah berhutang
budi kepada Kompeni, beliau memberi bekal berupa Tombak Pusaka Keraton “Kanjeng
Kyai Pleret” dan uang secukupnya.
Dalam sejarah peperangan
tersebut disebut perangg Mangkubumen (1746-1757). Dalam perjalanan perangnya
Pangeran Mangubumi dengan pasukannya sampailah ke desa Pandak Karangnongko
masuk tlatah Sukowati. Di desa ini
Pangeran Mangkubumi membentuk Pemerintahan Pemberontak. Desa Pandak
Karangnongko dijadikan pusat pemerintahan Projo
Sukowati dan beliau meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta
mengangkat pula beberapa pejabat pemerintahan.
Karena secara geografis
desa Pandak Karangnongko terletak di tepi Jalan Lintas tentara Kompeni
Surakarta – Madiun, pusat pemerintahan
tersebut dianggap kurang aman, maka kemudian dipindah ke Desa Gebang yang
terletak disebelah tenggara Desa Pandak Karangnongko.
Sejak itu Pangeran
Sukowati memperluas daerah kekuasaannya serta memperkuat pasukannya dengan bahu
membahu bersama saudaranya Raden Mas Said dan Adipati dari Grobogan yaitu KRT
Martopuro dan beberapa kerabat yang bersimpati dengan perjuangan Pangeran
Mangkubumi.
Pusat Pemerintahan Projo
Sukowati yang ada di Desa Gcbang ini pun akhirnya tercium oleh Kompeni Belanda
yang bekerja sama dengan Kasunanan dan akan mengadakan penyerangan ke desa
Gebang. Pasukan Gabungan antara Kompeni dan Pasukan dari Keraton Surakarta
tersebut dipimpin oleh Patih Pringgalaya (Patih dari PB II). Untung rencana
tersebut diketahui oleh Petugas Sandi (Intetegent ) dan Pangeran
Sukowati.Dengan berbagai pertimbangan maka Pusat Pemerintahan akan dipindahkan
ke Desa Jekawal.
Dalam proses boyongan
dari Gebang ke Jekawal “(Tangen)” tersebut melewati suatu Padepokan yang
dipimpin oleh seorang kyai, yakni Kyai Srenggi. Konon Kyai Srenggi ini adalah
salah seorang Panglima Perang dari Sunan Amangkurat di Kartosuro, yang
sebetulnya bernama asli Tumenggung Alap-Alap. Untuk menghilangkan jejak, beliau
berganti nama Kyai Srenggi.
Pada saat Pangeran
Sukowati singgah di padepokan tersebut oleh Kyai Srenggi disuguhi Legen dan
Polowijo.Pangeran Sukowati merasa sangat puas dan beliau bersabda bahwa tempat
tersebut diberi nama “SRAGEN” dari kata “Pasarah Legen” dan Kyai Srenggi diberi
sebutan Ki Ageng Srenggi.
Setelah pusat
Pemerintahan berada di Jekawal maka Raden Mas Said diambil menantu oleh
Pangeran Mangkubumi/Pangeran Sukowati dikawinkan dengan putrinya bernama BRA
Suminten.
Perlawanan Pasukan
Pangeran Sukowati semakin kuat dan karena Kompeni merasa terdesak kemudian
membuat siasat memecah belah dengan mangadakan Perjanjian Pelihan Negeri atau
terkenal dengan Perjanjian Giyanti Tahun 1755 dimana Kerajaan Mataram dipecah
menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Jogjakarta dengan mengangkat
Pangeran Mangkubumi/Pangeran Sukowati menjadi Sultan Hamengku Buwono I.
Kemudian pada tahun I757
diadakan Perjanjian Salatiga dengan memecah Kasultanan Jogjakarta
menjadi Kasultanan dan Paku Alaman serta Kasunanan Surakarta menjadi Kasunanan
dan Mangkunegaran, dimana Raden Mas Said (Pangeran Sambernyawa) ditetapkan
menjadi Adipati Mangkunegoro I dengan mendapat sebagian wilayah Kasunan
(Wonogiri dan Karanganyar)
Sejak Pangeran
Mangkubumi diangkat sebagai Sultan Hamengku Buwono VII dengan Hamengku Buwono
V, daerah sukowati menjadi kurang terurus karena jauh dari pusat Pemerintahan
Kasultanan Jogjakarta. Pada saat itu timbullah perlawanan pemberontakan dari
Madiun dan Ponorogo yang ingin menguasai wilayah Sukowati dipimpin oleh Pangeran
Ronggo Madiun. Untuk menanggulangi pemberontakan itu Raden Tumengung
Kartowiryo, salah seorang punggowo pasukan Pangeran Mangkubumi di tugasi untuk
menghadapi kraman (pemberontakan)
tersebut. RT Kartowiryo berhasil menumpas pemberontakan Pangeran Ronggo Madiun,
dan RT Kartowiryo diangkat sebagai Bupati Penamping (wilayah perbatasan) di
wilayah.
Pada tangga 17 September
1830, terjadilah perjanjian antara Paku Buwono dengan Hamengku Buwono V, daerah
Sukowati masuk wilayah Kasunanan Surakarta dan Gunung Kidul masuk wilayah
Kasultanan Jogjakarta.
Dalam Suatu Pisowanan Agung di Keraton Kasunanan
Surakarta, KRT Kartowiryo dapat menyerahkan pusaka-pusaka keraton yang hilang
saat Perang Pecinan di Kartosuro yang berupa : satu tombak “Kanjeng Kyai Lindu Pawon”, satu Keris
“Kanjeng Kyai Nogososro” dan satu keris pusaka milik KRT Kartowiryo sendiri.
Karena sangat bergembira
mendapatkan kenbali pusaka-pusaka yang sudah lama hilang dan sebagai
penghargaan atas jasa KRT Kartowiryo, maka sejak saat itu daerah Sukowati diserahkan
kepada KRT Kartowiryo sebagai daerah “Perdikan”(daerah bebas pajak).
Selanjutnya pada tanggal
12 Oktobcr 1840 dengan Surat Keputusan Sunan PB VII yaitu Serat Angger-angger Gunung, daerah yang lokasinya strategis
ditunjuk menjadi Pos Tundan, yaitu tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan
lalu lintas barang dan surat serta perbaikan jalan dan jembatan, termasuk salah
satunya adalah Pos Tundan Sragen.
Setelah KRT Kartowiryo
wafat, kedudukannya sebagai Bupati Penamping digantikan oleh putra ke V yang
nama kecilnya RM Sulomo.
Perkembangan selanjutnya,
sejak tanggal 5 juni 1847 oleh Sunan Paku Buwono VIII dengan persetujuan
Resident Surakarta Baron De Geer ditambah kekuasaannya yaitu melakukan tugas
kepolisian dan karenanya disebut Kabupaten Gunung Pulisi Sragen dan RM Sulomo
yang diangkat menjadi Bupati Gunung Pulisi Sragen dengan nama KRT Sastrodipuro.
Sejarah Pemerintahan di Kabupaten Sragen
Tahun 1847 – 1861, KRT. Sastropuro menjabat sebagai Bupati Sragen
Pertama.
Tahun 186I-1903, KRT. Wiryoprodjo (cucu KRT Kartowiryo) sebagat
Bupati Sragen kedua
Tahun 1903-1933, KMRT Panji Sumonegoro (cucu KRT Wiryodiprodjo)
menjabat Bupati Sragen. Sejak 1903 s/d 1933
Sunan Paku Buwono ke X dengan Rejkblaad No 23 tahun 1918 Kabupaten
Gunung Polisi diubah menjadi Kabupaten Pangreh Projo sebagai daerah otonom yang
melaksanakan Hukum dan Pemerintahan.
Tahun 1933-1939, Bupati Sragen dijabat oleh KRMAA Yudonegoro
Tahun 1939-1944, Bupati Sragen dijabat oleh KRMT MR. Wongsonagoro.
Tahun 1944-1946, Bupati Sragen dijabat oleh KRMT Darmonagoro.
Setelah Proklamasi tahun
1945 di Sragen ada gerakan Masyarakat yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan
Kasunanan Surakarta dan bergabung dengan Pemerintah Republik Indonesia. Keinginan
masyarakat itu disalurkan lewat Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Sragen
yang terbentuk pada bulan September 1945 dengan susunan KMRTP Mangunagoro
sebagai ketua dan Wakil Ketua Suhari Kusumodirjo (cucu KRT Wiryodiprodjo). Anggotanya
ada 25 orang amtara lain, S. Mloyo Pranoto, Indardjo dan Tjipto Pranoto.
Keputusan KNI Daerah Sragen
1.
Menyampaikan keinginan
Rakyat sragen untuk melepaskan diri dari ikatan Swapraja Kepada Bupati
Darmonagoro
2.
Bila Darmonagoro
bersedia, tetap diminta menjadi Bupati Sragen.
Bupati Darmonagoro tidak
bersedia memenuhi permintaan KNI Daerah Sragen dengan alasan :
-
Sebagai Abdi Dalem
beliau harus tetap setia kepada raja.
-
Sikap melepaskan diri
itu bertentangan dengan Keputusan Pemerintah Kerajaan
-
Maka sebagai jalan tengah Bupati Darmonagoro lebih baik
menyingkir ke Solo
-
Untuk mengisi kekosongan
tersebut dibentuklah Dewan Pemerintah Daerah
Kabupaten Sragen dan mengusulkan KMRT P. Mangunnagoro
sebagai Bupati Sragen.
Untuk menyatakan lepas
dari ikatan Swapradja diadakan Rapat Umum di Halaman Gedung Kontrolir (Kantor
Pemda sekarang) yang dihadiri oleh masa rakyat, organisasi perjuangan dan Lurah
Desa se Kabupeten Sragen pada tanggal 26 April 1946. Dan mulai saat ini Kabupaten Sragen menjadi
bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sumber : Panitia Hari Jadi ke-271 Kabupaten Sragen Tahun 2017
Comments
Post a Comment