Sebagai
direktur utama di sebuah
perusahaan besar, Wirodigdo
memang dianggap orang paling sukses dan bahagia di kotanya. Penghasilan puluhan juta
yang diraupnya tiap bulan diinvestasikan untuk pengembangan perusahaannya.
Sebagian hasil lagi ditabung di beberapa Bank sebagai keuntungan bersih,
menjadi kekayaan pribadi yang utuh diluar segala kebutuhan yang ada. Uang pribadi Wirodigdo
yang tersimpan di Bank lebih dari 6 milyar rupiah.
Pengusaha
pribumi yang bergerak dibidang perminyakan ini
punya rumah mewah. Tiga buah mobil berbagai merk terkenal bertengger di garasi yang mirip showroom. Di halaman belakang terhampar tanah luas seperti lapangan sepak bola. Di
rumahnya ada tiga orang pembantu, dua lelaki dan seorang perempuan. Untuk
menjaga keamanan komplek rumahnya, disiagakan dua orang satpam dan dua ekor
anjing Herder. Dengan
gebyar seperti itu wajar kalau banyak komentar menyatakan, Wirodigdo adalah orang yang paling bahagia dan beruntung hidupnya.
Tapi
nyatanya, apa yang terlihat pada diri Wirodigdo, tak seperti yang dirasakannya. Entah mengapa, dalam setahun
ini justru hidupnya tidak tenang. Kedudukan mentereng dan
kekayaannya yang terus bertambah, tak
bisa membuat Wirodigdo menikmati kebahagiaan. Kecemasan selalu menghantui dirinya : takut kalau
hartanya dirampok, membayangkan pabriknya kebakaran, atau jangan-jangan Bank
tempat ia menyimpan uang bangkrut. Dia juga tidak betah tinggal di rumah mewahnya
berlama-lama dan
gampang marah. Soal kecil saja sudah bisa menyulut emosinya terbakar hingga tak
ada anggota keluarganya berani mendekat. Suratini, istri Wirodigdo
pun jadi ikut bingung.
***
Di
tengah kebingunan menghadapi perilaku suaminya, Suratini
mendatangi temannya, Dewi, untuk curhat.
Saat ngobrol panjang lebar,
Suratini disarankan membawa
suaminya ke seorang psikolog.
“Itu suamimu sudah stress berat Tin. Segera bawa ke psikolog untuk mengatasi stresnya. Kalau
nggak cepet ditangani, bisa gila lho.”
“Aku takut Wi. Jangan-jangan dia
tersinggung dan malah ngamuk.”
“Makanya, cepetan ditangani. Besok aku bantu menghubungi psikolognya, semoga ada jalan
keluar.”
Sesuai
saran Dewi, Suratini lantas mengajak suaminya mendatangi Muhammad Darwis,
seorang psikolog. Semula Wirodigdo menolak, tapi setelah dibujuk, mau datang ke
Psikolog. Suratini bercerita panjang lebar kepada psikolog senior yang sudah
banyak menangani orang-orang bermasalah ini.
Untuk menggali informasi lebih mendalam, Darwis juga banyak ngobrol
dengan Wirodigdo.
Setelah
memperoleh gambaran yang cukup, Darwis membuat jadwal pertemuan lanjutan dengan
Wirodigdo secara pribadi. Tapi yang dilakukan Darwis untuk membantu mengatasi
masalah Wirodigdo terlihat aneh. Darwis beberapa kali mengajak Wirodigdo dengan
naik sepeda motor berkeliling ke tempat-tempat yang dianggap hina, gembel dan
tidak layak oleh kebanyakan orang.
Suatu
hari, Darwis mengajak Wirodigdo ke Warung Yu Cenil, tempat mangkal puluhan orang
pengayuh
becak, tukang ojek, makelar sepeda motor, dan pengais sampah. Di
waktu lain, Wirodigdo dibawa ke Panti Jompo dan Panti Yatim Piatu. Bahkan,
suatu malam Wirodigdo pernah diajak untuk berkunjung ke sebuah kawasan kumuh,
di area bawah jembatan yang menjadi “markas” orang-orang jalanan.
Wirodigdo sempat tersinggung dengan ulah
Darwis. Tapi Darwis terus melakukan terapi aneh ini terhadap Wirodigdo.
Darwis ingin mengajak konglomerat yang mengalami masalah kejiwaan ini untuk melihat
dunia dari sisi lain, di setiap sudut kehidupan umat manusia, dengan segala
persoalannya.
Darwis yakin, langkahnya akan membuat Wirodigdo menemukan pelajaran berharga dari kehidupan para gembel itu. Mereka, yang terihat sengsara saja masih bisa menjalani hidup tanpa keluhan. Semantara di sisi lain, banyak orang bergelimang harta, tapi selalu dirundung kecemasan. Mereka berbeda cara memandang, menyikapi dan menikmati hidup.
Darwis yakin, langkahnya akan membuat Wirodigdo menemukan pelajaran berharga dari kehidupan para gembel itu. Mereka, yang terihat sengsara saja masih bisa menjalani hidup tanpa keluhan. Semantara di sisi lain, banyak orang bergelimang harta, tapi selalu dirundung kecemasan. Mereka berbeda cara memandang, menyikapi dan menikmati hidup.
Meski
eksperimen terapi yang dilakukan Darwis belum berhasil seratus persen, tapi ada
perubahan sikap Wirodigdo. Ini terlihat dari omongan Wirodigdo yang ingin memberikan
dua pertiga hartanya untuk membantu kehidupan para gembel yang pernah
dilihatnya itu.
“Semoga
ini titik terang untuk menyembuhkan kegelisahan Wirodigdo. Ya, semua butuh
proses.” Darwis optimis terapinya akan berhasil.
Meski dianggap aneh, tapi Darwis yakin bahwa eksperimennya rasional.
Meski dianggap aneh, tapi Darwis yakin bahwa eksperimennya rasional.
Suparto
#TantanganFiksi4
sumber foto : www.google.co.id
9
ReplyDeleteOke Uncle. Makasih responnya...
DeleteSaya masih terus belajar..
Ini fiksi pak? Atau kisah nyata?
ReplyDeleteFiksi...
Delete#TantanganFiksi4
Delete10 paragraf
tema ceritanya luar biasa, pak Parto. Di kehidupan nyata, mungkin banyak orang-orang seperti Wirodigdo, konglomerat tetapi hatinya terus sambat :)
ReplyDeleteBetul Mas Heru. Itu memang saya olah dari realitas..
DeleteBetul Mas Heru. Itu memang saya olah dari realitas..
Delete