Manajemen diri dalam proses
memaafkan menurut Al-Qur’an
Ketika ada orang lain yang
menyakiti hati kita, secara tidak sadar kita langsung marah. Terjadilah perubahan
emosi menjadi emosi negatif dalam diri kita terhadap seseorang atau peristiwa
tertentu. Kita rasanya sulit memaafkan orang tersebut.
Ketika sulit memaafkan orang, yang terjadi justru kita menjadi tersiksa. Hati kita selalu panas karena terus memendam amarah dan kebencian terhadap orang yang pernah menyakiti kita.
Apa yang harus kita lakukan?
Ihab bin Fathi 'Asyur (2012) dalam bukunya "7 Keajaiban Memaafkan" memberikan petunjuk sederhana.
Menurut Ihab, dalam proses memaafkan, terlebih dulu seseorang harus dapat mengalahkan amarahnya.
Ketika sulit memaafkan orang, yang terjadi justru kita menjadi tersiksa. Hati kita selalu panas karena terus memendam amarah dan kebencian terhadap orang yang pernah menyakiti kita.
Apa yang harus kita lakukan?
Ihab bin Fathi 'Asyur (2012) dalam bukunya "7 Keajaiban Memaafkan" memberikan petunjuk sederhana.
Menurut Ihab, dalam proses memaafkan, terlebih dulu seseorang harus dapat mengalahkan amarahnya.
Dalam surat Ali-'Imran [3] :
133-134 disebutkan, “Dan bersegeralah kamu
pada ampunan Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi,
yang disediakan untuk orang yang bertaqwa. Yaitu orang yang berinfak, baik
diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, serta
memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebajikan.”
Di dalam ayat tersebut ada
tiga fase sikap, yaitu :
- Menahan amarah
Pada fase ini, di dalam hati ada keinginan
bereaksi kepada orang lain yang berbuat salah, namun ia menahan reaksi tersebut. Namun di dalam hatinya masih ada perasaan tidak tenang.
Dalam sebuah hadist riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah orang yang keras (kuat) itu karena banyaknya berkelahi, tetapi orang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya pada saat sedang marah.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Dalam sebuah hadist riwayat Abu Hurairah, Rasulullah SAW bersabda, “Bukanlah orang yang keras (kuat) itu karena banyaknya berkelahi, tetapi orang kuat adalah orang yang mampu menguasai dirinya pada saat sedang marah.” (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Ada
beberapa tips yang dapat dipraktekkan untuk menguasai amarah :
a.
Diam
(jangan bicara)
Dalam
diam, kita dapat menenangkan diri. Kita dapat nengatur napas menjadi stabil,
tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat.
Biasanya, orang yang marah napasnya akan memburu. Jika kita diam, maka kita dapat mengatur napas dan emosi. Pastikan bahwa emosi tidak mengalir ke arah emosi negatif terhadap orang yang menyakiti kita.
Biasanya, orang yang marah napasnya akan memburu. Jika kita diam, maka kita dapat mengatur napas dan emosi. Pastikan bahwa emosi tidak mengalir ke arah emosi negatif terhadap orang yang menyakiti kita.
Manfaatkan
kondisi diam tersebut untuk mengatur dan mempertahankan emosi positif terhadap orang yang menyakiti (membuat sakit hati) kita.
Jika emosi kita tetap dalam kondisi yang positif, maka amarah tidak akan muncul. Sebab, kita melihat perlakuan orang lain yang dinilai menyakitkan oleh kebanyakan orang dari arah yang berbeda _arah yang positif, bukan negatif.
Jika emosi kita tetap dalam kondisi yang positif, maka amarah tidak akan muncul. Sebab, kita melihat perlakuan orang lain yang dinilai menyakitkan oleh kebanyakan orang dari arah yang berbeda _arah yang positif, bukan negatif.
Jadilah air yang tenang dan menyejukkan.
Jadikan kondisi diam dapat membawa kesejukan bagi orang-orang yang ada di
sekitar kita.
b. Mohon perlindungan kepada Allah dari
godaan setan
Manusia
adalah makhluk yang lemah. Karena kelemahannya tersebut, maka bersandar
sepenuhnya kepada Allah Yang Mahakuat menjadi sebuh keharusan.
Jika kondisi jiwa mendadak bergolak dengan emosi negatif, maka segera memohon kepada Allah agar menjaga emosi kita. Sebagai makhluk yang lemah harus menyandarkan diri sepenuhnya kepada Allah Yang Mahakuat agar kita menjadi kuat untuk melawan godaan setan yang selalu mengajak ke arah hal-hal negatif.
Jika kondisi jiwa mendadak bergolak dengan emosi negatif, maka segera memohon kepada Allah agar menjaga emosi kita. Sebagai makhluk yang lemah harus menyandarkan diri sepenuhnya kepada Allah Yang Mahakuat agar kita menjadi kuat untuk melawan godaan setan yang selalu mengajak ke arah hal-hal negatif.
c.
Mengubah
posisi.
Ketika
kita sedang marah dalam kondidsi berdiri, maka jangan sampai kita berkacak
pinggang. Sikap berkacak pinggang akan menaikkan tensi kemarahan. Cobalah untuk
menggenggam kedua tangan ke belakang tubuh. Posisi tersebut dapat mengurangi kemarahan.
Jika hal tersebut belum menurunkan tingkat amarah, maka kita dapat mengambil posisi duduk. Jika masih belum ada perubahan amarah, maka kita dapat mengambil posisi bersandar atau berbaring.
Jika hal tersebut belum menurunkan tingkat amarah, maka kita dapat mengambil posisi duduk. Jika masih belum ada perubahan amarah, maka kita dapat mengambil posisi bersandar atau berbaring.
d.
Berwudhu
Berwudhu
sangat bermanfaat untuk menurunkan tingkat amarah. Dengan membasuh
anggota-anggota tubuh yang paling sering dipakai untuk beraktivitas
sehari-hari, maka akan menurunkan temperatur tubuh.
Bersamaam dengan itu, amarah pun akan mereda. Setan-setan yang membangkitkan potensi jiwa ke arah hal-hal negatif juga akan menyingkir. Dengan begitu, emosi kita akan bebas dari amarah dan hal-hal negatif lainnya.
Bersamaam dengan itu, amarah pun akan mereda. Setan-setan yang membangkitkan potensi jiwa ke arah hal-hal negatif juga akan menyingkir. Dengan begitu, emosi kita akan bebas dari amarah dan hal-hal negatif lainnya.
- Memaafkan
Jika
amarah telah sirna, maka kita harus segera memaafkan orang yang telah menyakiti diri
kita. Kita dapat mengusir dengan tuntas emosi negatif yang menguasai jiwa kita.
Hati kita tersakiti, karena kita menggunakan emosi negatif dalam memaknai suatu peristiwa, kemudian kebencian pun akan muncul. Jika kita memaknai suatu peristiwa dengan emosi positif, maka kita akan memaafkan dan mengasihi, dan kebencian pun akan sirna.
Hati kita tersakiti, karena kita menggunakan emosi negatif dalam memaknai suatu peristiwa, kemudian kebencian pun akan muncul. Jika kita memaknai suatu peristiwa dengan emosi positif, maka kita akan memaafkan dan mengasihi, dan kebencian pun akan sirna.
Kita
dapat memperteguh pemberian maaf dengan cara mendoakan yang baik kepada mereka
yang menyakiti diri kita.
Mendoakan yang baik sepenuh hati kepada orang yang menyakiti diri kita? Ya. Ini merupakan bukti nyata bahwa kita telah nampu mengusir dengan tuntas emosi negatif dalam diri kita, sehingga yang tersisa adalah emosi positif.
Mendoakan yang baik sepenuh hati kepada orang yang menyakiti diri kita? Ya. Ini merupakan bukti nyata bahwa kita telah nampu mengusir dengan tuntas emosi negatif dalam diri kita, sehingga yang tersisa adalah emosi positif.
Ibnu
Mas’ud menuturkan, “Seolah-olah (sekarang) aku masih dapat melihat
Rasulullah SAW ketika beliau menceritakan peristiwa ketika dipukul oleh kaumnya, sehingga menyebabkan keluar darahnya. Sambil mengusap darah tersebut dari wajahnya, Nabi berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah kaumku, karena sesungguhnya
mereka itu tidak mengerti’.”(HR. Muttafaq ‘Alaih).
- Berbuat baik
Memberikan
maaf itu bukan hal yang pasif, melainkan aktif. Memberikan maaf tidak hanya kelapangan
dada untuk menerima kesalahan orang lain yang menyakitkan hati. Pemberian maaf
juga tidak terbatas hanya mendoakan yang baik kepada orang yang menyakiti diri
kita. Akan tetapi, lebih dari itu, sikap memaafkan harus diwujudkan dengan
berbuat baik.
Dalam Al-Qur'an disebutkan, “Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat
jahat), maka pahalanya dari Allah.
Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang dzalim.” (QS. Asy-Syura [42]:40)
Berbuat
baik di sini dapat diwujudkan dalam
banyak hal. Di antaranya adalah memberikan sedekah kepada orang yang menyakiti diri kita.
Diriwayatlkan
oleh Abu Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “JIka seseorang dilukai di tubuhnya, kemudian dia bersedekah karena luka tersebut, maka Allah akan
mengampuni dosanya sebagaimana yang disedekahkannya.”
(HR. Ahmad [5]:316. Dalam silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, Al-Albani menilai hadits ini shahih).
Semoga ada manfaatnya.
Suparto
(HR. Ahmad [5]:316. Dalam silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, Al-Albani menilai hadits ini shahih).
Semoga ada manfaatnya.
Suparto
ambil air wudhu , kalau saya marah pak, karena bisa mendinginkan kepala yang panas :). salah satunya
ReplyDeleteBetul Mas. Matur nuwun..
Delete