Agus Mustofa, insinyur lulusan
Teknik Nuklir Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, seorang penulis yang
sudah menghasilkan karya sekitar 50 judul buku, sering mengungkap berbagai
fenomena ciptakaan Allah yang tergelar di alam raya maupun di tubuh manusia. Tulisan
Agus Mustofa, pria kelahiran Malang 16 Agustus 1963, ini banyak didasarkan pada kajian ilmu fisika modern dikaitkan dengan petunjuk
Allah didalam Al-Qur’an. Salah satu yang diungkapkan adalah tentang resonansi
hati.
Dalam bukunya berjudul Pusaran Energi Ka’bah (2003), Agus
menjelaskan bahwa resonansi adalah penularan getaran kepada benda lain.
Artinya, jika kita menggetarkan satu benda, lantas ada benda lain yang ikut
bergetar, maka dikatakan benda lain tersebut terkena resonansi alias tertular
getaran frekuensi.
Ambillah contoh gitar akustik.
Ia memiliki tabung resonansi yang lubangnya menghadap ke arah deretan senarnya.
Jika senar tersebut digetarkan dengan cara dipetik, maka udara di dalam ruang
resonansinya akan ikut bergetar. Inilah yang menyebabkan suara gitar itu
terdengar keras dan merdu.
Apa yang terjadi jika lubang
gitar tersebut disumpal dengan kain? Bisa dipastikan tidak akan terjadi
resonansi di dalam gitar itu. Maka, suara gitar pun menjadi terdengar sangat
pelan dan tidak merdu.
Agus Mustofa menyebut hati atau
jantung manusia bagaikan sebuah tabung resonansi gitar. Setiap kita berbuat
sesuatu, baik itu pada taraf berpikir maupun berbuat, selalu terjadi getaran di
hati kita. Getaran tersebut bisa kasar, bisa juga lembut. Bergantung darimana
getaran itu muncul. Ketika kita gembira, hati kita bergetar. Ketika sedang
bersedih, hati kita juga bergetar. Ketika marah, hati kita pun bergetar.
Secara umum, getaran tersebut
berasal dari dua sumber. Hawa Nafsu dan Getaran Ilahiah. Hawa Nafsu adalah
keinginan untuk melampiaskan segala kebutuhan diri. Getarannya cenderung kasar
dan bergejolak-gejolak tidak beraturan. Dalam tinjauan ilmu Fisika, getaran
semacam ini disebut memiliki frekuensi rendah, dengan amplitudo yang besar. Yang termasuk dalam getaran Hawa Nafsu ini
diantaranya adalah kemarahan, kebencian, dendam, iri, dengki, berbohong,
menipu, kesombongan dan lain sebagainya.
Sebagai contoh, adalah
seseorang yang sedang marah. Ketika marah, seseorang akan mengeluarkan getaran
kasar hawa nafsu dari hatinya. Jantung
hatinya akan bergejolak dan berdetak-detak tidak beraturan. Mukanya merah,
telinganya panas, dan tangannya gemetaran. Frekuensinya rendah dan kasar,
dengan amplitudo yang besar. Jika dilihat pada alat pengukur getaran jantung (ECG – Electric Cardio Graph), maka
terlihat betapa grafik yang dihasilkan sangatlah besar dan bergejolak.
Getaran yang demikian memiliki
efek negatif terhadap tubuh kita. Sebuah benda yang dikenai getaran kasar terus
menerus akan mengalami kekakuan dan kemudian mengeras. Demikian pula jantung
kita. Orang yang pemarah akan memiliki resiko sakit jantung dan mengerasnya
pembuluh-pembuluh darah aortanya. Dan secara psikologis dikatakan hatinya
semakin mengeras dan tidak mudah bergetar oleh kebajikan.
Kalau kita berdekatan dengan
seseorang yang pemarah, maka hati kita juga akan ikut merasa ‘panas’ dan
gelisah. Semua itu akibat adanya resonansi gelombang elektromagnetik yang
memancar dari tubuh seseorang kepada sekitarnya. Na’udzubillahi min dzalik.
Bukti lain bahwa hati semakin
keras jika dipengaruhi hawa nafsu terus adalah orang yang suka berbohong dan
menipu. Pada awalnya, orang yang berbohong selalu bergetar hatinya. Akan
tetapi, kalau ia sering berbohong, maka hatinya tidak bergetar lagi saat ia
membohongi orang lain. Ini menunjukkan betapa hatinya semakin keras dan sulit
bergetar.
Karena itu, apa yang dikatakan
Allah di dalam Al-Qur’an tentang lima tingkatan hati yang buruk, sebenarnya
bisa dijelaskan secara ilmiah, bahwa hati memang akan menuju kualitas yang
semakin jelek jika digunakan untuk kejahatan terus menerus.
Seperti diungkapkan Allah di
dalam Al-Qur’an, bahwa hati yang buruk
itu ada 5 tingkatan. Pertama, hati
yang berpenyakit. Yaitu orang yang hatinya ada rasa iri, benci, dendam,
pembohong, munafik, kasar, pemarah, dan sebagainya. (QS. Al-Baqarah [2]:10 dan Al-Hajj [22]:53).
Kedua, hati yang mengeras. Hati yang
berpenyakit, jika tidak diobati akan menjadi mengeras. Mereka yang terbiasa
melakukan kejahatan, hatinya tidak lagi peka terhadap kejelekan perbuatannya,
karena merasa apa yang dilakukannya benar adanya. “…. bahwa hati mereka telah menjadi keras dan setan pun menampakkan
kepada mereka kebagusan apa yang mereka kerjakan” (QS. Al-An’am [6]:43).
Ketiga, adalah hati yang membatu. Hati yang keras
kalau tidak segera menyadari akan meningkat kualitas keburukannya. Al-Qur’an
menyebutnya sebgai hati yang membatu alias semakin mengeras dari sebelumnya. “Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras
seperti batu bahkan sebih keras lagi….” (QS. Al-Baqarah [2]: 74).
Keempat, hati yang tertutup. Jika sudah
tertutup, maka hati kita tidak bisa lagi menerima getaran petunjuk dari luar. “Sekali-kali tidak, sebenarnya apa yang
selalu mereka usahakan itulah yang menutup hati mereka”
(QS.Al-Muthaffifiin[83]:14).
Kelima, hati yang terkunci mati. Jika hati
sudah tertutup, maka tingkatan berikutnya adalah hati yang terkunci mati. Sama
saja bagi mereka diberi petunjuk atau tidak.”Sesungguhnya
orang-orang kafir itu, sama saja bagi mereka kamu beri peringatan atau tidak
kamu beri peringatan, mereka tidak akan beriman. Allah telah mengunci mati hati
dan pendengaran mereka, dan penglihatan mereka ditutup, dan bagi mereka siksa yang
amat berat" (QS.Al-Baqarah [2]:6-7).
Jika hati kita berpenyakit, dan
kemudian sering mengeluarkan getaran-getaran yang kasar, maka getaran itu akan
menyebabkan hati kita mengeras. Kekerasan hati kita itu akan terus meningkat
hingga dikatakan Allah seperti batu atau lebih keras lagi. Hati yang keras
adalah hati yang sulit bergetar. Semakin lama semakin tidak bisa bergetar.
Jika ini diteruskan maka hati
kita tidak mampu lagi beresonansi. Hati yang demikian adalah hati yang tidak
peka terhadap lingkungannya. Maka, pada tingkatan ini hati kita seperti
tertutup karena tidak mampu lagi beresonansi alias bergetar. Bagaikan lubang
gitar yang tersumpal oleh kain atau benda-benda lain. Tidak bisa menghasilkan
getaran dan suara yang merdu. Dan akhirnya, kata Allah, hati yang seperti itu
dikunci mati.
Sebaliknya, hati yang baik merupakan Getaran Ilahiah yakni dorongan untuk mencapai tingkatan
kualitas yang lebih tinggi. Getarannya cenderung lembut dan halus, dengan
frekuensi getaran yang sangat tinggi dan teratur. Termasuk dalam getaran
Ilahiah ini adalah membaca Firman Allah di dalam Al-Qur’an. Berdzikir menyebut
Asmaul Husna, sifat Sabar, ikhlas, dan keprasahan diri dalam beragama.
Hati yang gampang bergetar,
sebagaimana difirmankan oleh Allah dalam Qur'an Surat Al-Hajj [22]: 35, “Yaitu orang-orang yang jika disebut nama
Allah hatinya bergetar…” bagaikan
buluh perindu yang menghasilkan suara merdu ketika ditiup. Hati orang-orang
yang demikian itu lembut adanya.
Dalam Qur’an surat Ar-Ra’d
[ ] : 28 disebutkan, “…yaitu orang-orang yang beriman dan tenang
hatinya ketika mengingat Allah, ketahuilah, sesungguhnya dengan mengingat Allah
itu hatimu akan menjadi tenang”. Sedangkan di surat Az-Zumar [39] : 23
dengan jelas ditegaskan, “Allah telah
menurunkan perkataan yang paling baik yaitu Al-Qur’an yang serupa (ayat-ayatnya)
lagi berulang-ulang). Bergetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada
Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat
Allah.
Makanya orang yang rileks dan
tentram, kulit dan hatinya akan terasa lembut dan cerah di wajahnya
Kenapa bisa demikian? Karena
hati yang lembut bagaikan sebuah tabung resonansi yang bagus. Getarannya
menghasilkan frekuensi yang semakin lama semakin tinggi. Semakin lembut hati
sesorang, semakin tinggi pula frekuensinya. Ada frekuensi 10 pangkat 8 akan
menghasilkan gelombang radio. Dan jika lebih tinggi lagi, pada frekuensi 10
pangkat 14, akan menghasilkan gelombang cahaya.
Jadi, seseorang yang hatinya lembut akan bisa menghasilkan cahaya di
dalam hatinya. Dan jika cahaya itu semakin menguat, maka ia akan merembes
keluar mengeluarkan seluruh bio-elektron di dalam tubuhnya untuk mengikuti
frekuensi cahaya tersebut. Hasilnya, tubuhnya akan mengeluarkan cahaya alias
aura jernih. Dan jika kelembutan itu semakin menguat, maka aura itu akan
merembes semakin jauh mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
Karena itu, kalau kita berdekatan
dengan orang-orang yang ikhlas dan penuh kesabaran, hati kita juga merasa
tentram dan damai. Sebab hati kita teresonansi oleh getaran frekuensi tinggi
yang bersumber dari hati dan aura tubuhnya.
Allah berfirman dalam Qur’an
surat An-Nur [24]: 35, “Allah adalah
cahaya Langit dan Bumi, perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang
yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam
tabung kaca, tabung kaca itu bagaikan bintang yang bercahaya seperti mutiara,
yang dinyalakan dengan minyak yang banyak berkahnya yaitu pohon zaitun yang
tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat, yang minyaknya
hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya
(berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk
kepada cahaya-Nya bagi mereka yang Dia kehendaki, dan Allah membuat
perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mentehaui segala sesuatu…..”
Ayat di atas menggambarkan bahwa Allah sendiri memancarkan cahaya
dari seluruh eksistensi-Nya. Menyebut nama Allah akan memancarkan resonansi
cahaya. Karena itu perbanyaklah berdzikir menyebut nama Allah, karena bisa
melembutkan hati kita sesuai dengan energy yang tersimpan didalam setiap Nama-Nya
(Asmul Husna).
Subhanallah. Allahu Akbar…
Suparto
#OneDayOnePost
Referensi :
Mustofa, Agus. 2003. Pusaran
Energi Ka’bah. Sidoharjo : Yayasan Padang Makhsyar.
foto ilustrasi :
sumber : www.google.co.id
foto ilustrasi :
sumber : www.google.co.id
Subhanalloh....tulisan bapak..
ReplyDeleteTerimakasih pak..semoga kita digolongkan menjadi orang yg ikhlas dan penuh kesabaran
Aamiin...
DeleteMakasih bapak.. Tulisannya merupakan ilmu bagi saya.. Masih dah2an hati kita selalu trntram dan damai sehingga menghasilkan resonansi yang baik pula..
ReplyDelete