Catatan kecil ketika ingin cepat sehat. Tapi, apa yang terbayang beda dengan kenyataan. Apa yang kita temui, belum tentu seperti yang kita ingini.
Kamis. Di klinik rumah sakit.
Waktu berangkat dari rumah, saya bayangkan untuk periksa dokter dan tindak lanjutnya cukup sehari selesai. Tapi begitu tiba di klinik, ternyata sudah ratusan orang mengantre. Meski dokter sudah menyatakan saya harus menjalani operasi Hernia, tapi melalui beberapa tahapan. Hari itu juga saya jalani rekam jantung dan Rontgen. Tapi karena saya datang agak kesiangan, hasil rontgen baru bisa diketahui besok siangnya, usai shalat jumat.
Jumat. Acara saya di rumat sakit hanya mengambil hasil rontgen.
Sabtu. Datang lagi menyerahkan berkas pemeriksaan, dokter menyatakan, saya agar segera pesan kamar untuk rawat inap.
Saya pun titip tetangga yang kebetulan kerja di rumah sakit, untuk dipesankan kamar VIP.
"Biar cepet dapat kamar. Soalnya dia kan orang dalam," pikir saya praktis. Tapi tak lama kemudian saya dapat info sebaliknya.
"Saat ini semua kamar VIP penuh. Semoga besok Senin sudah ada yang kosong."
Senin. Pagi hingga siang dengan hati berdebar saya menunggu, tak ada kabar. Sore hari saya cek lagi. Jawaban yang saya terima masih sama : belum ada kamar VIP yang kosong. Kami diminta menunggu lagi besok pagi karena kenyataannya memang begitu. Sementara istri saya sudah menyiapkan tas dengan segala kebutuhan untuk rawat inap sang suami.
Selasa. Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 tapi kabar tentang kamar kosong belum juga ada. Ditengah kebimbangan antara menunggu kamar kosong atau pindah rumah sakit, saya memilih menunggu karena penanganan hernia belum terlalu darurat.
Sayapun memberanikan diri kirim pesan ke direkturnya, yang kebetulan saya kenal, bahwa hingga detik ini belum dapat kamar.
"Coba saya cek dulu... " jawabnya. Dapat jawaban gitu aja hati saya rasanya sudah ayem (tenang). Saya tak lagi terlalu menunggu. Kan sudah pasrah pada Sang Direktur?
Rabu. Usai shalat dzuhur saya dapat telepon dari direktur bahwa sudah ada kamar VIP kosong.
"Ini kamar no. 24 kosong dan langsung saya daftarkan," katanya.
"Ohya. Terima kasih. Saya segera persiapan," jawab saya.
Pada waktu hampir bersamaan, tetangga memberitahu agar saya segera ke laboratorium untuk diambil sampel darah. Sekitar pukul 16.00 saya diambil darah dan melengkapi berkas untuk rawat inap, kemudian mengecek kamar no.24 yang akan saya tempati. Di kantor bangsal, seorang perawat menginformasikan bahwa ada lagi satu kamar yang kosong yakni no.17.
"Silahkan memilih diantara dua kamar tersebut," pesan sang perawat dengan ramah.
Bagi saya, sebenarnya semuanya saya anggap sama. Tapi tetangga yang mengantarkan saya menyarankan untuk memilih yang no. 17 dengan pertimbangan lebih tenang. Sementara yang no. 24 sangat bising, kataanya. Saya sih manut (mengikuti) saja.
Setelah menetapkan pilihan, saya pulang dan baru sekitar pukul 19.00 saya resmi menempati kamar VIP rumah sakit sebagai pasien resmi untuk menjalani seluruh proses dan prosedur.
Kamis. Pukul 11.30 -12.30 saya menjalani operasi bedah. Sejak saat itu hingga 24 jam saya tidur telentang tak boleh bergerak sembarangan. Selama itu rasanya seluruh tubuh sakit semua.
Jumat siang. Disaat merasakan kesakitan, mendadak AC di ruangan yang saya tempati bocor. Airnya membanjiri ruangan bahkan ada yang muncrat (menyembur) ke wajah saya. Saya tetap sabar dan berpikir, "inilah kamar pilihan saya."
Suparto
#OneDayOnePost
:( , terpikir kalau seandainya terjadi sama ayah saya , pak.
ReplyDeleteSemoga ayahandanya mas fajar dan keluarga selalu sehat.
Deleteaamiin, yaa robbalallamin, begitu juga untuk bapak dan keluarga. semoga disembuhkan dan diberikan kekuatan oleh Allah maha pengasih lagi penyayang:(
Deleteaamiin,,, matur nuwun
DeleteDitunggu lanjutannya, Pak.
ReplyDeleteInsyaAllah
Delete