Hiday Nur |
Februari 2016. Saya mulai mengenal nama Hiday Nur sejak bergabung dengan komunitas One Day One Post (ODOP) yang dibentuk Bang Syaiha. Di komunitas kepenulisan ini, setiap anggota diwajibkan menulis setiap hari dan memostingnya di Blog masing-masing kemudian disetor atau dilaporkan ke link ODOP di WA Group.
Untuk menjalin komunikasi seluruh anggota yang berasal dari berbagai penjuru Indonesia, bahkan ada yang dari Malaysia, disediakan media grup WhatsApp (WA). Di media inilah semua anggota berinteraksi untuk saling belajar, berbagi pengalaman dan membangun sinergi demi kemajuan bersama.
Sebagai
anggota tertua, saya kurang aktif terlibat dalam perbincangan yang berlangsung
setiap hari. Tetapi saya berusaha mememuhi berbagai tugas dalam program harian,
mingguan, dan bulanan.
Hingga
setahun berjalan, perhatian saya mulai intens terhadap salah satu anggota
bernama Hiday Nur. Dia sangat aktif
dalam setiap perbincangan dengan pemikiran-pemikiran cemerlang dan inspiratif. Berbagai informasi, pengetahuan, pengalaman
dan opini perempuan asal Tuban Jawa Timur ini terus digelontorkan untuk
menghidupkan gairah berkarya bagi semua anggota.
April 2017.
Saya bahagia bisa bertemu muka dengan Hiday Nur dalam acara kopdar terbatas di
Taman Gelora Manahan, Solo.
Di kopdaran itu hadir Dewi DeAn dari Kualalumpur Malaysia, Sakifa (Gunung Kidul, DIY), Ciani dan Estina (Klaten) serta tiga orang anggota FLP Soloraya, yaitu Diah ‘Cmut’ Rahmawati, Faqih Annisa, dan Farida. Hiday datang bersama suami dan dua orang anaknya.
Di kopdaran itu hadir Dewi DeAn dari Kualalumpur Malaysia, Sakifa (Gunung Kidul, DIY), Ciani dan Estina (Klaten) serta tiga orang anggota FLP Soloraya, yaitu Diah ‘Cmut’ Rahmawati, Faqih Annisa, dan Farida. Hiday datang bersama suami dan dua orang anaknya.
Di
pertemuan singkat itu, saya mendapatkan
kesan amat mendalam tentang sosok Hiday sebagai perempuan sederhana tapi
menyimpan potensi dan kekuatan yang luar biasa.
Maret 2018.
Kembali saya bisa bertemu Hiday di ajang Kopdar Akbar ODOP di Griya Langen,
Yogyakarta. Lebih dari 30 orang anggota ODOP hadir. Diantara mereka, ada yang membawa
suami dan anak-anaknya. Lagi-lagi, di kesempatan ini pengamatan saya terhadap
Hiday yang selama ini lebih banyak saya kenal di dunia maya kian menemukan
titik terang.
Setelah
tiga tahun mengamati pemikiran dan kiprah Hiday Nur, jujur saya katakan
bahwa alumni penerima biasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP)
Kementerian Keuangan RI ini pantas ditempatkan sebagai sosok penting dalam
pengembangan dunia literasi Indonesia. Ini bukan berlebihan dan mengada-ada.
Beberapa
hal berikut ini menjadi alasan.
Melahirkan Banyak Karya.
Sudah
sejak SMA Hiday Nur aktif menulis. Kala itu yang ditulis Nur baru
sebatas cerita pendek (cerpen)
dan puisi. Setelah itu, tulisannya berkembang pada karya tulis ilmiah (KTI) dan
tulisan nonfiksi lainnya seperti esai dan kisah inspiratif. Beberapa kali opini
serta kumpulan puisinya dimuat di media cetak dan dibacakan di radio lokal.
Sejumlah
buku tunggal telah ditulisnya untuk memudahkan anak-anak SD belajar Bahasa Arab
dan Inggris. Diantaranya, Darsul Lughoh al Arabiyyah Jilid I, II dan III
(2008), Bahasa Arab Itu Mudah (2009), Daily Fragment Dictionary (2010), English
in Topics jilid 2 & 3 (2011), English Nowadays jilid 4, 5, dan 6 (2014),
English Nowadays jilid 1 & 3 (2015) dan Belajar Bahasa Arab 1 & 2
(2015).
Tahun 2017, buku kumpulan puisinya berjudul “30 Menit” diterbitkan Gong Publishing. Di tahun 2019 ini insyaallah beberapa karya buku terbarunya bisa segera dinikmati pembaca.
Tahun 2017, buku kumpulan puisinya berjudul “30 Menit” diterbitkan Gong Publishing. Di tahun 2019 ini insyaallah beberapa karya buku terbarunya bisa segera dinikmati pembaca.
Sedangkan
antologi yang pernah digarapnya bersama
grup kepenulisan antara lain : Istana Yang Dibangun dari Kata-kata (FLP Jawa
Timur), Menghempas Karang : Antologi Puisi (FAM Publishing), Tidak Ada Yang
Kebetulan (FLP Tuban), Antologi Cerita Mini : Saat Ramadhan Hampir Usai (IGI
Tuban).
Memperluas Jaringan.
Selain
ODOP, dia aktif di beberapa komunitas kepenulisan, diantaranya Forum Lingkar
Pena (FLP) dan Sahabat Pena Nusantara. Hiday juga mampu bersinergi dengan
teman-teman yang tinggal di berbagai pelosok daerah di Indonesia dan luar
negeri untuk menghasilkan karya.
Hiday
Nur pernah menjadi ketua FLP Tuban dan sekarang aktif di FLP Jawa Timur. Dia
dekat dengan Shinta Yudisia mantan ketua FLP Pusat dan penulis produktif yang
melahirkan lebih dari 50 karya buku. Atau akrab dengan penulis hebat lainnya, seperti
Hernowo, Umar Affiq dan banyak lagi.
Link
Hiday bisa dilihat di blog hidaynur.web.id, facebook Hiday Nur, dan instagram
@hiday_nur_r atau @sanggarcaraka.
Semangat Baja Mengejar
Mimpi
Hiday
yang tinggal di Kelurahan Perbon, Kecamatan Tuban ini punya semangat baja dan selalu berusaha
sungguh-sungguh untuk mengejar dan mewujudkan mimpinya.
Dia telah membuktikan tekadnya bahwa dengan berbekal kesungguhan sebagai penulis, dirinya bisa melanglang buana, seperti ke Singapura, Malaysia, dan beberapa Negara di Eropa.
Dia telah membuktikan tekadnya bahwa dengan berbekal kesungguhan sebagai penulis, dirinya bisa melanglang buana, seperti ke Singapura, Malaysia, dan beberapa Negara di Eropa.
Kompetisi
di Goethe Institute Jakarta yang
menawarkan study trip ke Eropa dengan
kewajiban mengirimkan esai tentang isu Islam terkini di Jerman, menjadi kisah
menarik. Awal mendaftar, Hiday harus bersaing dengan 866 peserta dari seluruh
penjuru Indonesia, termasuk para penulis professional.
Setelah
melalui beragam tahap akhirnya dia terpilih bersama 14 orang untuk melakukan
perjalanan studi di Jerman selama dua pekan. Para penulis Indonesia itu
dibimbing langsung cara menulis dan observasi berbagai masalah sosial di Eropa.
Semua gratis, hanya berbekal identitas sebagai penulis.
Mengispirasi
Dalam
suatu wawancara dengan sebuah media cetak di Jawa Timur, ketika ditanya tentang
motivasinya menulis, dia menyatakan, “Fisik kita bisa mati, tapi karya yang
kita tulis akan terus abadi.”
Menurutnya,
membaca dan menulis ibarat siang dan malam. Tidak bisa dipisah. Jika ingin
pandai menulis, kita harus rajin membaca lebih dulu. Dengan membaca, kita bisa memperluas wawasan,
memperkaya diksi, dan menambah sudut pandang dalam kepenulisan.
Ilmu
yang diserapnya melalui aktivitas membaca, kajian, seminar dan diskusi tentang
berbagai masalah sering dibagikan melalui Blog maupun media sosial dan
teman-teman di grup kepenulisan.
Termasuk rahasia proses kreatif dan sukses kepenulisan para tokoh.
Punya Kepedulian
Dia
menggagas wadah kegiatan di komunitas ODOP.untuk lebih fokus menulis buku yang
diberi nama Nulis Aja Community (NAC). Ditengah kesibukannya sebagai istri, ibu dari dua
anak, mengajar, kuliah dan menulis, masih sempat mendirikan Tamanbaca Sanggar
Caraka dengan sekian banyak kegiatan di lingkungan tempat tinggalnya.
Rising Star?
Dengan
sekelumit ulasan tentang pemikiran dan kiprah Hiday Nur tersebut, saya
membayangkan dan mendoakan, dia menjadi Rising
Star diantara para tokoh muda di Indonesia.
Makna
sederhana dari Rising Star adalah
bintang masa depan yang cemerlang. Dia adalah seorang tokoh muda yang punya peran
penting untuk membangun kekuatan masa depan yang lebih dan menjanjikan. Bakat, kemampuan, intelektualitas, pandangan hidup dan karya-karya terbaiknya sangat menginspirasi dan bermanfaat bagi banyak orang.
Suparto
dia benar-benar keren ya...
ReplyDeletebersyukur bisa mengenalnya, meski saya belum pernah bersua..
Btw kapan ya saya bisa kopdar sama Pak Parto, Boleh pak saya datang dan baca buku-buku bapak yang banyak itu?
Dengan senang hati, Mbak. Saya tunggu di Sragen ya. Semoga Allah bisa mempertemukan kita (kopdar).
DeleteMantap
ReplyDeleteMantul.. mantap betul..
DeleteAamiiin. Aamiiin. Saya aamiini saja dulu meski saya belum sekeren itu. Sungkem kagem Pak Parto, teladan saya
ReplyDeleteAamiin. Matur nuwun..
ReplyDeleteMbak Hiday memang keren...
ReplyDeleteIya, keren..
Delete