Banyak umat Islam masih bingung mengenai
hukum membaca surat Al-Fatihah di dalam shalat. Hal itu disebabkan terdapat beberapa perbedaan dalam penerapannya.
Sebenarnya mereka tidak perlu
bingung apalagi sampai saling menyalahkan diantara satu dengan yang lainnya karena masing-masing pendapat punya dasar hukum yang diyakini
kebenarannya.
Yang jelas, mayoritas Ulama
menyatakan bahwa membaca surat Al-Fatihah di dalam shalat hukumnya wajib. Tidak
sah shalat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah di dalamnya. Namun dikalangan para Ulama terjadi selisih pendapat dalam tiga hal berdasarkan
Mazhab yang diikutinya.
Uraian yang disampikan oleh Fadhilatul Asy-Shaikh DR. Sholih bin Fauzan bin Abdullah bin Faudan dalam kitab Duruus min Al-Qur’aan al-Hariim, berikut ini semoga bisa menjadi referensi dan pedoman bagi umat Islam dalam menyikapi perbedaan tersebut. Kitab ini diterjemahkan Abu Abdillah kedalam bahasa Indonesia dengan judul Keajaiban di balik Kemuliaan Al-Qur’an (1434).
Uraian yang disampikan oleh Fadhilatul Asy-Shaikh DR. Sholih bin Fauzan bin Abdullah bin Faudan dalam kitab Duruus min Al-Qur’aan al-Hariim, berikut ini semoga bisa menjadi referensi dan pedoman bagi umat Islam dalam menyikapi perbedaan tersebut. Kitab ini diterjemahkan Abu Abdillah kedalam bahasa Indonesia dengan judul Keajaiban di balik Kemuliaan Al-Qur’an (1434).
Pendapat
Pertama
Setiap orang yang shalat, wajib membaca Al-Fatihah, baik ia sebagai Imam, makmum atau sendirian.
Dasarnya, sabda Rasulullah SAW., “tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fathihahul Kitab (Al-Fatihah).” Muttafaqun 'alaihi – dari hadist Ubadah bin Ash-Shamit. Al-Bukhari : Kitab al-Azan bab (95) no (756), (2/306) dan Muslim : Kitabus Shalat no (394).
Hadits ini umum bagi setiap orang yang
shalat. Beliau bersabda, “Bisa jadi
kalian membaca di belakang imam kalian.”
Mereka menjawab, “ Benar ya Rasulullah.”
Rasulullah menjawab, “jangan kalian lakukan kecuali membaca Al-Fatihah, karena tidak sah
shalat seseorang yang tidak membacanya.” Dikeluarkan dengan yang semisalnya
dari hadits Ubadah bin ash-Shamit. Abu Dawud : Kitabus Shalat bab (136) no (824), (1/326), an-Nasaa’I : Kitab
al-Irftitah bab (29) no (919), (1/479).
Pendapat ini dipegang oleh Imam Syafi’i
dan sekelompok ulama ahli hadist seperti Imam al-Bukhari dan yang lainnya. Mereka
berpandangan bahwa membaca al-Fatihah bagi imam, makmum dan yang sendiri adalah
wajib.
Pendapat Kedua
Makmum
(dalam shalat jama’ah) tidak wajib membaca al-Fatihah, karena bacaan imam telah
mencukupinya.
Berdasarkan sabda Rasulullah, “Barangsiapa memiliki imam, maka bacaan imam
adalah bacaanya juga.” (Dikeluarkan dari hadits Jabir : Ahmad . Ibnu Majah
: Kitab Iqamatis Shalat bab (3) no
(850), (1/463). Lafad yang disebutkan di atas adalah riwayat al-Baihaqi dalam Sunan-nya bab (265) no (2898), (2/2228).
Mereka berdalil denga firman Allah, “Dan apabila dibacakan al-Qur’an, maka
dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat.” (QS. Al-A’raf :204).
Terkait dengan sisi pendalilan ayat
tersebut di atas, mereka berkata bahwa Allah telah memerintahkan agar kita diam
dan menyimak al-Qur’an di dalam shalat. Maknanya adalah, jika imam membaca,
makmum berkewajiban menyimak dan memasang telinga. Ayat ini menunjukkan bahwa
makmum tidak berkewajiban untuk membaca karena imam telah membaca untuk dirinya
dan untuk para makmumnya. Pendapat ini dipegang oleh Abu Hanifah dan Ahmad.
Pendapat Ketiga
Bahwa bacaan al-Fatihah diwajibkan bagi
makmum yang shalat sirriyah (imam
membacanya dengan lirih, tidak dengan suara keras seperti pada shalat dzuhur
dan ashar). Adapun pada shalat jahriyah
(imam membaca dengan suara keras seperti pada rekaat 1-2 shalat maghrib, isya’ dan subuh),
maka bacaan imam dianggap cukup dan
makmum berkewajiban memasang telinga dan menyimak bacaan imam.
Pendapat di atas dipegang oleh Imam Malik
dan pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyah serta sejumlah ulama
lainnya.
Mereka
mengatakan, dengan dalil-dalil yang ada
sesungguhnya dapat dikompromikan sebagai berikut :
Bahwa dalil-dalil yang mewajibkan membaca
al-Fatihah dibawa kepada shalat-shalat sirriyah.
Sedangkan dalil-dalil lainnya dan ayat al-Qur’an tersebut di atas diterapkan kepada
shalat-shalat yang jahriyah.
Pendapat
yang ketiga ini adalah pendapat yang adil. Insya Allah.
Comments
Post a Comment