Dalam berbagai khazanah pustaka, kita menemukan fakta mengagumkan tentang perilaku para Ulama zaman dulu yang ternyata amat "gila" terhadap buku dan ilmu pengetahuan. Kegilaan dan kegandrungan mereka terhadap buku dan ilmu pengetahuan diungkapkan dalam bentuk prosa maupun puisi.
Sejumlah ungkapan dapat kita temukan dalam mukadimah buku al-Hayawan karangan al-Jahizh seperti ditulis Ali bin Muhammad Al Imran (2012).
Berikut contoh ungkapannya.
"Seseorang tidak akan mencapai derajat keilmuan yang memuaskan sampai uang yang ia belanjakan untuk membeli buku terasa lebih nikmat daripada yang digunakan oleh mereka yang menggemari budak-budak perempuan, atau memiliki hobi mendirikan bangunan megah. Dan ia tidak mendapatkan manfaat apa-apa dari uang yang dikeluarkan, sampai ia lebih mengutamakan membeli buku seperti halnya seorang a'rabi yang lebih mengutamakan kudanya untuk minum susu daripada anak-anaknya sendiri. Dan sampai ia menyimpan harapan terhadap ilmu sebagaimana si a'rabi menyimpan harapan terhadap kuda piaraannya."
Di dalam Risalah Muratib al- Ilmi, Imam Abu Muhammad bin Hazm menyebut "Beberapa penunjang ilmu dengan memperbanyak koleksi buku."
Dia menyatakan, sebuah buku tidak akan hampa dari faedah dan tambahan ilmu baru yang akan seseorang dapatkan saat diperlukan. Seseorang juga tidak mungkin dapat menghafal semua ilmu yang ia miliki. Karena itu, maka buku adalah tempat penyimpanan ilmu yang paling baik manakala ilmu tersebut dibutuhkan.
Kalau bukan karena buku, maka ilmu pengetahuan akan hilang dan tidak akan kembali ditemukan. Ini menjelaskan kekeliruan orang yang menilai perbuatan memperbanyak koleksi buku itu tercela.
Comments
Post a Comment