Manusia hidup di dunia pada
umumnya mendambakan kesenangan. Berbagai usaha dilakukan tujuannya tidak lain
untuk mendapatkan kesenangan. Persoalannya, apakah kesenangan hidup otomatis
mendatangkan ketenangan atau ketenteraman hidup?
Kebanyakan orang masih
mengukur kebahagiaan dengan serba material. Padahal Islam membedakan antara kesenangan
dan ketenangan. Buktinya banyak orang hidup senang tapi justru tidak tenang.
Imam Al-Ghazali dalam
bukunya “Al-Munqidz Al-Dhalal”, seperti
dikutip M. Husnaini (2013: 83) menyebut ada empat faktor sebagai sumber
kesenangan.
Pertama, ilmu
pengetahuan. Terlebih di zaman modern sekarang ini orang berilmu berpeluang
lebih besar ketimbang orang bodoh. Orang bergelar sarjana misalnya, lebih mudah
mendapatkan pekerjaan daripada yang tidak bergelar sarjana.
Kedua,
kesehatan. Tidak ada orang yang ingin sakit. Sehat bikin hidup senang, sedangkan
sakit membuat hidup susah dan gelisah. Saat sakit, orang tidak boleh makan
sembarang. Makin kompleks sakitnya makin banyak tantangan, sehingga hidupnya tidak
bisa bebas.
Ketiga,
kekayaan. Ada orang bekerja sampai menghalalkan segala cara. Tujuannya agar
bisa segera menjadi kaya. Orang kaya lebih berpeluang bisa sersenang-senang
ketimbang orang miskin. Dengan kekayaan harta, orang mudah membeli apa saja,
atau pergi ke mana-mana.
Keempat,
jabatan. Dengan jabatan, orang akan mendapatkan berbagai jaminan fasilitas/kemudahan
dalam hidup. Orang ang punya jabatan tinggi lebih dihormati daripada orang
rendahan. Jabatan membuat hidup Nampak lebih mentereng dan, karenanya menjadi
sumber kesenangan.
Persoalannya, apakah punya empat
hal tersebut pasti menjamin hidup menjadi tenang dan tenteram? Tidak. Empat
hal tersebut belum cukup mendatangkan ketenangan. Ketenangan baru dapt
dirasakan jika mempunyai hal yang kelima,
yaitu hubungan baik dengan Allah. Batin yang terhubung dengan Allah inilah yng
membuat hidup jadi tenang, tenteram.
Sarana untuk membuat kita connect dengan Allah adalah ibadah. Dengan
ibadah yang ikhlas, benar dan istiqamah akan menjadi sumber ketenangan. “Dan
tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku” (QS.
Adz-dzariyat [51]: 56)
Di dalam Al-Qur’an
disebutkan, “Yaitu orang-orang yang beriman hati mereka menjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.”
(QS. Arra’du [13]: 28).
“Dialah (Allah) yang telah menurunkan
ketenangan ke dalam hati orang-orang beriman untuk menambah keimanan atas
keimanan mereka (yang telah ada). – QS. Al-Fath [48]: 4)
Penyebab manusia modern
yang kerap galau dan cepat putus asa adalah karena krisis spiritual. Krisis ynag
melanda umat manusia saat ini karena sikap menjauhkan diri dari nilai-nilai ajaran agama. Padahal agama
merupakan sumber pembuka kebahagiaan bagi siapa saja.
Dengan agama, mampu mengendalikan
nafsu serba keduniaan. Agama menjadi pengendali dan bisa menghalangi perilaku
dosa. (QS. ‘Ankabut [29]: 45, serta mampu membersihkan jiwa (QS. At-taubah
[9]:101.
Dengan aktif ibadah, hidup
kita terbimbing, selalu merasakan kehadiran Allah, tidak sombong saat mendapat
nikmat, tak putus asa ketika ditumpa musibah.
Sebagai mukmin tidak salah
mendapat dan mengejar ilmu, kesehatan, kekayaan dan jabatan, tapi harus ditopang
dan diarahkan untuk ibadah. Baik ibadah mahdzah – yang sudah ditentukan syarat
dan rukunnya – maupun ibadah ghairu mahdzah, yaitu setiap perbuatan baik yang
bermanfaat dan diniatkan semata karena dan untuk Allah.
Agar seluruh perbuatan
manusia bernilai ibadah maka kriteria yang harus dipenuhi adalah : Lillah (ikhlas karena Allah), Billah (dengan aturan atau cara yang disenangi
Allah), dan Ilallah (tujuannya kepada
Allah, untuk mendapatkan ridha Allah)
Semoga kita termasuk orang
yng mendapat kesenangan sekaligus ketenangan. Kesenangan plus ketenangan itulah kebahagiaan.
Suparto
Comments
Post a Comment