Gedung RRI Pusat |
Hari ini, tanggal 30
September 2018, kita coba buka lembaran sejarah kelam bangsa Indonesia ketika
53 tahun lalu terjadi pembunuhan enam perwira tinggi militer yang dikenal
sebagai peristiwa Gerakan 30S-PKI. Tulisan
ini tidak bermaksud mengungkit-ungkit borok bangsa, namun untuk mengingatkan
kita semua, kemudian diambil pelajaran dan hikmahnya agar pertiwa itu tidak terulang
lagi.
Dalam tulisan ini saya ingin menyampaikan sisi lain tentang peristiwa berdarah itu dalam siaran
Radio Republik Indonesia (RRI) pusat Jakarta berdasarkan buku Herman Dwi
Sucipto (2014) berjudul “Mengurai Kabut Pekat Dalang G30S Antara Fakta dan Rekayasa.”
Mengenai beberapa catatan tentang buku tersebut telah
saya tulis setahun yang lalu. Lihat…MISTERI DALANG G30S-PKI
***
Dalam peristiwa pembunuhan
yang terjadi pada tanggal 30 September sampai 1 Oktober 1965, enam perwira tinggi
militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha yang
diduga merupakan upaya kudeta (pengambilan kekuasaan), yang kemudian dituduhkan
kepada anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).
Saat itu, minggu pertama
bulan Oktober 1965, rakyat Indonesia dikejutkan oleh serangkaian berita Radio
Republik Indonesia (RRI) Jakarta tentang terjadinya suatu gejolak pada
pemerintahan pusat ibu kota Jakarta. Pada hari jumat tanggal 1 Oktober 1965,
secara berturut-turut RRI pusat Jakarta menyiarkan empat berita penting.
Sekitar pukul 07.00 pagi, RRI
Jakarta menyiarkan berita bahwa pada hari Kamis tanggal 30 September 1965, di
Jakarta telah terjadi gerakan militer dalam Angkatan Darat yang dinamakan “Gerakan
30 September”, dipimpin oleh Letkol Untung, Komandan Batalyon Cakrabirawa,
pengawal pribadi Presiden Soekarno. Beberapa jenderal telah ditangkap, alat-alat
komunikasi yang penting, serta tempat penting lainnya sudah dikuasai gerakan
tersebut, namun Presdien Soekarno selamat dalam aksi tersebut. Gerakan tersebut
ditujukan kepada jenderal-jenderal, yang menamai dirinya dengan Dewan Jenderal.
Komandan Gerakan 30 September itu menerangkan bahwa setelah ini akan dibentuk
Dewan Revolusi Indonesia dari tingkat pusat, kabupaten, kecamatan, dan desa.
Sekitar pukul 13.00 siang
hari itu juga, RRI menyiarkan berita mengenai
Dekrit No.1 Tentang Pembentukan Dewan Revolusi Indonesia dan Keputusan No. 1 Tentang
Susunan Dewan Revolusi Indonesia. Dalam siaran berita kedua ini, diumumkan
bahwa struktur dalam aksi yang menamai Gerakan 30 September adalah Letkol Untung
sebagai komandan, Brigjen Soepardjo, Lektkol Udara Heru, Kolonel Laut Sunardi,
dan Ajun Komisaris Besar Polisi Anwas sebagai Wakil Komandan.
RRI Jakarta pada pukul
19.00, menyiarkan pidato radio Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan
Darat (Kostrad), Mayjen Soeharto, yang menyampaikan bahwa Gerakan 30 September
tersebut adalah golongan kontra revolusioner, yang telah menculik beberapa
perwira tinggi Angkatan Darat, dan telah mengambil alih kekuasaan Negara dari Presiden
atau Pemimpin Besar Revolusi, Soekarno.
Sedangkan, perwira-perwira
tinggi Angkatan Darat yang telah diculik adalah Letjen. A. Yani, Mayjend.
Suprapto, Mayjend, S. Parman, Mayjend. MT. Haryono, Brigjend. D.I. Pandjaitan,
dan Brigjend. Sutoyo Siswomihardjo. Dengan prosedur tetap Angkatan Darat, Mayor
Jenderal Soeharto mengumumkan bahwa untuk sementara, pimpinan Angkatan Darat
dipegang oleh dirinya.
Selanjutnya, pada tengah
malam tanggal 1 Oktober 1965 menjelang 2 Oktober, RRI menyiarkan lagi tentang
pengumuman yang disampaikan oleh presiden atau Panglima tertinggi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesai (sekarang TNI). Dinyatakan bahwa PBR (Pemimpin
Besar Revolusi), yakni Soekarno dalam keadaan sehat dan tetap memegang pimpinan
negara dan revolusi.
Selang satu hari setelah
itu, yakni pada tanggal 3 Oktober 1965, jam 01.30 RRI menyiarkan pidato Presiden
Soekarno. Isi pidato tersebut menegaskan kembali bahwa beliau berada dalam
keadaan sehat wal afiat dan tetap memegang tampuk piminan Negara serta tampuk
pimpinan pemerintahan dan revolusi Indonesia.
Beliau mengumkan bahwa tanggal 2
Oktober, beliau telah memanggil semua panglima Angkatan Bersenjata bersama
wakil perdana menteri kedua Dr. Leimena, dan pejabat penting lainnya. Pimpinan Agkatan
Darat langsung berada di tangan beliau dn tugas sehari-hari dijalankan oleh
Mayjend Pranoto Reksosamodra, sedangkan Mayjend Soeharto, panglima Kostrad
ditunjuk untuk melaksanakan pemulihan keamanan dan ketertiban.
***
Kronologi
Pada aksi yang dikenal dengan Gerakan 30 September atau awal Oktober 1965 di Jakarta ini, diperkirakan terjadi jam 00.00, tanggal 30 September 1965. Pada versi yang lain dimulai pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 01.30.
Pada awal peristiwa tersebut, Letnan Kolonel Inf. Untung dengan diikuti Sjam, Pomo, Brigjend TNI Supardjo dan Kolonel Inf, A. Latief tiba di Lubang Buaya. Ia memberikan perintah pelaksnaan kepada semua komandan pasukan agar segera berangkat menuju ke sasaran masing-masing yang telah ditetapkan.
Pada aksi yang dikenal dengan Gerakan 30 September atau awal Oktober 1965 di Jakarta ini, diperkirakan terjadi jam 00.00, tanggal 30 September 1965. Pada versi yang lain dimulai pada tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 01.30.
Pada awal peristiwa tersebut, Letnan Kolonel Inf. Untung dengan diikuti Sjam, Pomo, Brigjend TNI Supardjo dan Kolonel Inf, A. Latief tiba di Lubang Buaya. Ia memberikan perintah pelaksnaan kepada semua komandan pasukan agar segera berangkat menuju ke sasaran masing-masing yang telah ditetapkan.
- Apa yang mereka lakukan, adalah kisah mendebarkan dan mencekam. Peristiwa itu akan kita tulis besok tentang kronologi tragedi berdarah.
Comments
Post a Comment