Danarto
ABIMANYU nanar tatapan matanya memandangi genangan darah
yang bergerak perlahan-lahan semakin memenuhi kakinya. Kental merah anggur
keungu-unguan dan semburat berkilat-kilat kena cahaya dari luar. Matahari sudah
amat condong ke barat. Hari telah sore. Sebuah bola besar emas yang
kadang-kadang tampak berlumuran darah yang berleleran di angkasa. Sebuah bola
besar antara dua saudara satu keluarga darah Bharata. Dan apabila ia lenyap
ditelan malam, maka kedua saudara keluarga besar itu menghentikan peperangan mereka.
Sementara bayangan orang-orang dan kemah-kemah makin panjang
di padang yang membentang luas itu, Kurusetra. Abimanyu tetap tercenung-cenung
memandangi genangan darah itu. Adakah sesuatu yang aneh? Lalu ia naik ke tempat
tidurnya karena genangan darah kental itu telah benar-benar memenuhi seluruh
lantai kemahnya. Dalamnya semata kaki dan diam tak bergerak sedikitpun. Angker dan
menakjubkan! Mirip permadani darah.
Esok harinya, Abimanyu tegak dengan cakapnya dalam kereta
perangnya. Pagi itu ia mandi keramas. Ia ingin bersih lahir batin….
***
Sekilas kisah Abimanyu di atas, tokoh yang terlibat dalam
perang besar pada lakon Bharatayuda adalah penggalan cerita pendek (cerpen) berjudul
“Nostalgia” karya Sastrawan Danarto yang dibacakan oleh Agus Fartchur Rahman (mantan
Bupati Sragen), dalam acara bertajuk “40 Harinya Mas Danarto.”
Danarto meninggal dunia pada Selasa (10/4/2018) malam di Jakarta, dan dimakamkan Rabu siang (11/4/2018) di tanah kelahirannya, Sragen Jawa Tengah.
Agus Fatchur Rahman
Danarto meninggal dunia pada Selasa (10/4/2018) malam di Jakarta, dan dimakamkan Rabu siang (11/4/2018) di tanah kelahirannya, Sragen Jawa Tengah.
Untuk mengenang 40 hari wafatnya, para seniman kerabat
Serambi Sukowati Sragen menyelenggarakan acara pembacaan karya-karya Danarto,
Sabtu (19/5/2018) malam. Kegiatan berlangsung di Pendopo Pangrawit Sanggar Seni Serambi Sukowati, Sragen Wetan.
Selain Agus Fatchur Rahman, tampil juga Ari Dayak (seniman
teater) membacakan judul “Bengawan Solo.” Berikutnya, Mbah Pine Wiyatno (budayawan)
berduet dengan Lovita (siswi SMAN-1 Sragen) membacakan cerpen “Godlob.”
Para penonton seolah merasakan suasana ngeri di tengah Padhang Kurusetra, medan pertempuran keluarga Pandawa dan Kurawa.
Begitu juga saat ketiga yang lain tampil membacakan karya Danarto, para penonton diam membisu menyimak isi cerita.
Ari Dayak |
Lovita
Agus Fatchur Rahman, mantan Bupati Sragen yang juga seorang budayawan ini tampil total, membacakan karya Danarto dengan ekspresif, penuh penghayatan sehingga membuat para penonton
hanyut dalam cerita yang ditulis Danarto puluhan tahun silam.Para penonton seolah merasakan suasana ngeri di tengah Padhang Kurusetra, medan pertempuran keluarga Pandawa dan Kurawa.
Begitu juga saat ketiga yang lain tampil membacakan karya Danarto, para penonton diam membisu menyimak isi cerita.
Mbah Pine Wiyatno
Diantara deretan penonton, terlihat Ibudh, seorang penyair jalanan dan esais dari Solo. Ia naik motor dari Solo ke Sragen untuk menyaksikan acara yang dianggapnya luar biasa itu.
"Luar biasa dan layak diacungi jempol," kata Ibudh.
Dalam pandangan Ibudh, Bangsa Indonesia perlu mengembangkan gagasan-gagasan yang out of the box. Artinya, merealisasikan ide-ide kreatif yang tidak sekedar simbol dan seremonial, melainkan yang sarat makna.
"Memperingati sekian waktu wafatnya seorang tokoh dengan mengungkap kembali karya-karyanya adalah sebuah cara 'menghidupkan kembali' si almarhum," ujar anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Solo yang juga penulis buku Membaca Negeri ini.
Penggagas acara, Mbah Pine Wiyatno menjelaskan, kegiatan ini selain untuk mengenang Sastrawan kelahiran Sragen, juga sebagai sarana membangkitkan semangat generasi muda agar bisa meneladani kiprah Danarto yang telah melahirkan banyak karya sastra, seni rupa dan seni pertunjukan yang diakui secara nasional dan internasional.
"Luar biasa dan layak diacungi jempol," kata Ibudh.
Dalam pandangan Ibudh, Bangsa Indonesia perlu mengembangkan gagasan-gagasan yang out of the box. Artinya, merealisasikan ide-ide kreatif yang tidak sekedar simbol dan seremonial, melainkan yang sarat makna.
"Memperingati sekian waktu wafatnya seorang tokoh dengan mengungkap kembali karya-karyanya adalah sebuah cara 'menghidupkan kembali' si almarhum," ujar anggota Forum Lingkar Pena (FLP) Solo yang juga penulis buku Membaca Negeri ini.
Ibudh (berkacamata) bersama Mbah Pine
Penggagas acara, Mbah Pine Wiyatno menjelaskan, kegiatan ini selain untuk mengenang Sastrawan kelahiran Sragen, juga sebagai sarana membangkitkan semangat generasi muda agar bisa meneladani kiprah Danarto yang telah melahirkan banyak karya sastra, seni rupa dan seni pertunjukan yang diakui secara nasional dan internasional.
Menurut Mbah Pine, sebelum acara pembacaan karya-karya Danarto, para kerabat Serambi Sukowati mengadakan ziarah ke makam Sastrawan tersebut di Kampung Ngasem, Kroyo, Karangmalang, Sragen.
Lahirkan Karya-karya
Fenomenal
Danarto Selasa siang (10/4/2018) mengalami kecelakaan
tertabrak sepeda motor saat dirinya menyeberang jalan di depan kampus
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta. Sekitar enam jam kemudian, sastrawan yang
terkenal dengan karya kumpulan cerpen Godlob
itu meninggal dunia di Rumah Sakit Fatmawati Jakarta.
Danarto lahir di kampung Mojo, Sragen Kulon, Sragen, Jawa
Tengah, 27 Juni 1940. Dia dikenal sebagai sastrawan Indonesia yang melahirkan
karya dengan judul-judul aneh namun fenomenal dan mendunia.
Diantara karyanya adalah, Godlob (kumpulan cerpen, 1975), Obrok
Owok-owok, Ebrek Ewek-ewek (drama, 1976), Bel Geduweh Beh (drama, 1976), Adam
Ma'rifat (kumpulan cerpen, 1982), Orang
Jawa Naik Haji (catatan perjalanan ibadah haji, 1983), Berhala (kumpulan cerpen,
1987), Setangkai Melati di Sayap
Jibril (kumpulan cerpen, 2000) dan Begitu Ya Begitu tapi Mbok Jangan Begitu
(kumpulan esai, 2016).
Suparto
Karya-karyanya sungguh fenomenal.
ReplyDeleteInilah luar biasanya seorang sastrawan ya Pak, walau Ia tak lagi di dunia namun karyanya akan selalu mendunia.
Betul mbak Isnania. Namanya tetap abadi.
DeleteAndai saja tulisan saya tentang ABIMANYU bisa sedahsyat NOSTALGIA-nya Pak Danarto .
ReplyDeleteTulisan mas Heru tentang Abimanyu dan cerita lain pada lakon Bharatayudha, menurut saya tidak kalah dahsyatnya!
Delete