Dari hasil survey yang dilakukan di kalangan aktivis Islam, ternyata yang bisa membaca Al-Qur'an sekitar 40%. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 4% yang bacaanya benar sesuai tajwijd dan hanya 0,8% yang paham dengan apa yang dibacanya.
Pernyataan bernada keprihatinan itu disampaikan Mohammad Nasih, saat memberikan materi di hadapan peserta Workshop Literasi Masjid di Gedung IPHI Sragen Jawa Tengah, Sabtu (14/4/2018). Workshop yang diikuti sekitar 70 orang takmir masjid itu diselenggarakan oleh Pengurus Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (PII) Kabupaten Sragen.
Mohammad Nasih adalah seorang hafidz Al-Qur'an, yang juga pendiri Monash Institute dan pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia.
"Kalau di kalangan aktivis Islam saja kondisinya seperti itu, tentunya di kalangan masyarakat umum lebih rendah lagi yang bisa membaca Al-Qur'an dengan benar dan mampu memahaminya," kata Nasih.
Dengan kenyataan itu, Nasih mengharapkan Takmir Masjid bisa berperan aktif untuk menumbuhkan minat dan meningkatkan kemampuan membaca dan memahami Al-Qur'an bagi masyarakat Muslim sehingga bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Nasih, selama ini Masjid lebih banyak hanya untuk tempat beribadah sholat saja. Sementara perhatian terhadap warga sekitar yang membutuhkan sentuhan khusus agar bisa mengaji secara intensif kurang dilakukan.
Itulah sebabnya diperlukan literasi masjid, sebagai upaya menungkatkan fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat untuk ibadah sholat saja. Namun masjid harus bisa menjadi pusat peradaban, ruang belajar dan tempat untuk mengasah kepekaan sosial.
Itulah sebabnya diperlukan literasi masjid, sebagai upaya menungkatkan fungsi masjid tidak hanya sebagai tempat untuk ibadah sholat saja. Namun masjid harus bisa menjadi pusat peradaban, ruang belajar dan tempat untuk mengasah kepekaan sosial.
Comments
Post a Comment