Sabtu siang,
awal bulan…
Jarum jam sudah
menunjuk angka 13.45, tetapi Bus Pariwisata yang sudah siap di halaman kantor
kami sejak dua jam lalu belum juga berangkat. Beberapa teman mulai resah dan
menumpahkan kekesalannya.
“Ini sudah molor
dua jam lho,”
ungkap Bentor.
“Iya nih. Yang
ditunggu siapa to...?” sahut Jorono.
“Jadi berangkat ngga ini..?”
“Tinggal
aja yang telat…!" Teriak Bentor.
“Tolong sabar
dikit ya. Ini ada teman yang belum
datang. Kita tunggu sebentar, dia
sudah dalam perjalanan dari rumah,”
kata pimpinan rombongan, menenangkan kegelisahan anggotanya.
Mendengar
berbagai celotehan itu, aku memilih diam. Kalau ikut berkomentar, rasanya
sia-sia. Apalagi, yang suka berkoar-koar itu memang dikenal sebagai orang-orang
yang suka debat kusir. Mereka ngga mau
kalah dan mengalah.
Dan, suara-suara
menyakitkan yang muncul menjelang keberangkatan rombongan itu, ternyata juga
terjadi saat kami dalam perjalanan. Segala hal yang sebenarnya biasa saja, selalu dijadikan
kambing hitam untuk menumpahkan segala kekesalannya.
***
Pukul 14.15 Bus
Pariwisata yang kami tumpangi mulai bergerak meninggalkan halaman kantor menuju
kota Malang Jawa Timur. Tujuan kami adalah ke kawasan wisata Gunung Bromo.
Keberangkatan Bus yang membawa rombongan sekitar 50 orang ini molor dua jam dari rencana semula, lantaran menunggu satu orang teman yang datang terlambat.
Keberangkatan Bus yang membawa rombongan sekitar 50 orang ini molor dua jam dari rencana semula, lantaran menunggu satu orang teman yang datang terlambat.
“Ini gara-gara
Kamino yang tidak disiplin,
rencana kita jadi kacau,”
gerutu Bentor.
“Sudahlah, tidak
perlu diungkit-ungkit lagi,”
sahut Jorono.
“Kalau
dibiarkan, nanti di perjalanan atau di tempat tujuan dia ngga disiplin lagi gimana?”
“Yang penting saat
ini kita sudah berangkat, semoga lancar dan selamat.”
“Tapi tidak
hanya sekali ini Kamino
bikin ulah.”
“Sudahlah. Kamu itu benar-benar Bentor. Lambemu bocor suarane kaya motor?”
“Apa
katamu?”
“Ngga
apa. Soal ulah Kamino itu, harus diapakan…”
“Pimpinan harus
tegas!!”
“Tegas gimana?”
“Ambil tindakan dong!”
“Oh. Bentor... Bentor...”
Perdebatan Jorono dan Bentor terhenti ketika
kondektur Bus mulai menghidupkan layar video yang menampilkan penyanyi seronok.
Oh, Jorono dan Bentor ternyata sama-sama
tertarik nonton video dangdut koplo daripada
melanjutkan “eyel-eyelan”. Padahal selama
ini kalo sudah debat kusir, Bentor sulit dikalahkan.
Bentor
itu nama panggilan yang diberikan oleh teman dekatnya. Nama sebenarnya adalah
Jarno. Julukan Bentor disematkan pada Jarno lantaran omongannya yang bebas, ngeyel, keras dan nyerocos.
“Lambene (bibirnya) Jarno itu suka bocor seperti suara mesin motor ngga beres. Makanya kita beri nama aja Bentor. Padahal nama Jarno sendiri sebenarnya
juga punya arti unik : biarkan! Ah, biarkan dia memiliki nama oke gitu. Hehehe." Alasan Jorono memberi nama julukan pada Jarno.
Bus Pariwisata
terus melaju. Para penumpang mulai bisa merasakan perjalanan wisata setelah
satu jam lebih hanya mendengar debat kusir antara
Jorono dan Bentor yang menjengkelkan.
Tapi
kenyamanan penumpang dalam perjalanan ini tak berlangsung lama. Bentor mulai
bikin ulah lagi. Kali ini Bentor minta pada kondektur untuk diputarkan video lagu-lagu
jawa Campursari.
“Ganti
mas, videonya. Bosan dangdut koplo. Saya minta lagu Jawa Campursari. Biar nglaras.” Pinta Bentor pada kondektur.
“Ngga
ada itu om."
“Ngga
ada piye. Bus kaya gini bagusnya kok
lagu-lagunya ngga komplit.”
“Kalau
lagu Jaipongan, kami ada.”
“Lho,
semua penumpang di sini penggemar lagu Campursari.”
“Ya.
Maaf om.”
“Kalu
gini caranya, saya mau tidur sambil dengerin lagu Campursari ya susah.“
“Kalau
mau tidur ya tidur aja. Jangan berisik, ganggu orang lain.” Sahut Jorono.
“Aku
ngga ganggu kalian. Aku justru mau bantu carikan lagu yang bikin nglaras, bikin
kalian nyaman dalam perjalanan.” Bentor memberi alasan.
Ocehan Bentor yang mempersoalkan kaset video camursari akhirnya tak terdengar lagi ketika Bus masuk warung makan.
Ocehan Bentor yang mempersoalkan kaset video camursari akhirnya tak terdengar lagi ketika Bus masuk warung makan.
Namun
bukan Bentor namannya kalau bibirnya ngga ngomel terus. Di warung makan,
bukannya dia bersyukur bisa memilih dan menikmati menu yang disukainnya, namun
yang terjadi sebaliknya. Aneka jenis makanan dan minuman di warung makan ini dicibirnya.
"Payah. Menu cuma kayak gini bikin perut mules." Komentar Bentor sinis.
Lantaran bibirnya tak bisa diam, hampir saja Bantor kena bogem mentah sang pemilik warung makan yang tersinggung dengan ucapan Bentor. Untung, teman-temannya cepat melerai.
"Payah. Menu cuma kayak gini bikin perut mules." Komentar Bentor sinis.
Lantaran bibirnya tak bisa diam, hampir saja Bantor kena bogem mentah sang pemilik warung makan yang tersinggung dengan ucapan Bentor. Untung, teman-temannya cepat melerai.
Suparto
Bentor ... Bentor ... lambene dower koyo Bagong!
ReplyDeleteHehehe
Hehehe.. pokoke pinjam lambene Bagong wae..
Delete