Skip to main content

MEREFLEKSIKAN KEPEMIMPINAN ABU BAKAR AS-SHIDIQ DI ERA DEMOKRATISASI


Kultum Ramadhan Shalat Tarawih di Masjid Al-Falah Sragen, Senin (11/6/2018)  malam itu terasa istimewa. Di hadapan ratusan jamaah, tampil seorang pembicara bernama Ngatmin Abbas, yang tak lain adalah Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sragen.

Dengan suara lantang, dia membacakan makalahnya berjudul “Merefleksikan Kepemimpinan Abu Bakar As-Shidiq di Era Demokratisasi.” Berikut uraian lengkapnya, dengan editing seperlunya.

Bulan Ramadhan mengingatkan kepada kita ummat Islam bahwa Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang, berkehendak untuk mengutus seorang Rasul kepada manusia pada masa kekosongan wahyu untuk mengembalikan manusia kepada substansi dan jati dirinya, membimbing manusia keluar dari kegelapan menuju cahaya, dari kesesatan menuju kecerdasan.

Allah memilih Rasul-Nya, yaitu Muhammad bin Abdullah untuk menerima wahyu, dan dimulailah perjalanan al-Qur’an yang penuh berkah, yakni dengan turunnya wahyu yang pertama surah al-Alaq ayat 1-5.  “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (Q.S. al-Alaq : 1-5)

Tiba-tiba air mata bahagia dan rasa syukur Rasulullah saw meleleh membasahi pipinya, sembari memeluk Abu Bakar. Lantas beliau menceritakan bagaimana proses turunnya wahyu di Gua Hira kepada Abu Bakar. Abu Bakar menundukkan kepalanya dengan penuh kekhusyukan dan ketakwaan, dengan penuh penghormatan terhadap panji Allah yang ia lihat di hadapannya menjulang hingga menyentuh bintang gemintang. 

Panji Allah yang menjelma dalam baris-baris ayat nan suci yang baru saja diturunkan. Lalu Abu Bakar mengangkat kepalanya dan memegang erat tangan kanan Rasulullah dengan kedua tangannya dan berkata, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa engkau adalah utusan Allah.” Dan, “Aku bersaksi bahwa engkau seorang yang jujur lagi terpercaya...”.

Dengan kisah tersebut, Ngatmin Abbas mencoba menguraikan kepemimpinan Abu Bakar untuk merefleksikan kepemimpinan umat pada sekarang dan era yang akan datang.

Abu Bakar, seorang laki-laki yang setia menemani Rasulullah untuk merubah alam, membersihkan dunia, dan meluruskan kehidupan, seorang laki-laki yang menjadi sahabat Rasul-Nya, orang kedua yang kelak akan menyempurnakan tugas dan peran kenabian.

Iman Abu Bakar seperti hembusan udara yang tenang. Kita senantiasa menghirupnya tanpa bisa merabanya, tanpa menimbulkan gejolak. Ia, sahabat setia menemani Rasulullah hijrah dari Mekkah ke Madinah. Hijrah bukanlah tamsya yang menyenangkan, tetapi perjuangan yang berliku penuh onak dan duri, petualangan yang berbahaya, pengusiran yang menyakitkan, dan pahit getirnya menuju jalan dakwah.

Abu Bakar tidak mengetahui ada jalan lain kecuali satu, yaitu jalan keimanan, jalan pengorbanan, jalan menuju ridha Allah dan Rasul-Nya. Ketika ia diseru untuk menunaikan tugasnya, itu keberuntungan yang sangat ia dambakan, mekarlah kebahagiaan, ia merasa, setiap kali bertambah kegentingan dan bahayanya, ia menjadi manusia paling beruntung dan orang paling bahagia. Kebahagiaan itu memancar saat Abu Bakar menjadi teman Rasulullah hijrah, ia orang beruntung yang menyaksikan fragmen perjuangan, yang kelak akan melanjutkan estafet kepemimpinan beliau.

Saat Abu Bakar mendengar berita mengenai wafatnya Rasulullah, lantas ia mengucapkan istirja’ (innaa lillaahi wa innaa ilahi raaji’uun), ia tak kuasa menahan air matanya yang meleleh bercampur dengan kalimat-kalimat yang keluar dari bibirnya “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepadan-Nya kami akan dikembalikan.”

Di hadapan kaum muslimin Abu Bakar membacakan surah Ali Imran ayat 114,  “Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh Telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? barangsiapa yang berbalik ke belakang, Maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada Allah sedikitpun, dan Allah akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.”

Abu Bakar dengan sikap tenang, sembari memuji Allah dan berkata: “Wahai sekalian manusia, barangsiapa yang menyembah Muhammad, maka ia telah meninggal, dan barangsiapa menyembah Allah, maka sesungguhnya Dia Maha Hidup dan tidak akan mati ...”

Abu Bakar berhasil menenteramkan hati kaum muslimin, juga menenteramkan hati Umar Ibnul Khaththab. Ia sujud tersungkur ke atas bumi, ketika mendengar kata-kata Abu Bakar bahwa Rasulullah benar-benar meninggal.

Setelah Rasulullah wafat kepemimpinan Umat Islam dilanjutkan Abu Bakar yang disebut Khulafaur Rasulillah saw. dan dilanjutkan dengan Amirul Mukminin Umar Ibnu Khathab. Mungkin sebagian ada kaum muslimin yang mengatakan Abu Bakar adalah pemimpin yang adil, penguasa yang demokratis? Begitu pula Umar Ibnul Khathab, keduanya memiliki gaya kepemimpinan yang tidak jauh berbeda.Seperti apakah tipe kepemimpinan Abu Bakar dan Umar Ibnul Khathab? Adakah korelasi antara kepemimpinan pada era demokrasi sekarang ini?

Untuk menjawab pertanyaan itu dan menghilangkan keraguan, secara aksioma, pertanyaan ini tidak memerlukan penjelasan yang panjang lebar. Jika seandainya ada yang mengatakan bahwa Abu Bakar dan Umar adalah “penguasa diktator yang adil” maka ada dua alasan.

Pertama, Abu Bakar dan Umar tidak pernah sedikitpun menjadi penguasa diktator. Kedua, di dalam dunia ini tidak ada yang namanya “pemimpin yang diktator dan adil”. Fenomena paling sederhana dari konsep adil adalah jika semua yang memiliki hak bisa mendapat haknya. Jika sebagian dari hak manusia adalah kebebasan untuk memilih kehidupan dan menentukan nasibnya, maka secara otomatis hilanglah kediktatoran.

Abu Bakar dan Umar sangat menyadari hal itu, keduanya sangat patuh kepada apa-apa yang telah diturunkan Allah. Tetapi dalam banyak urasan umat, Abu Bakar dan Umar senantiasa memberi kesempatan kepada kaum muslimin untuk berdiskusi dan menentukan pilihan yang terbaik.

Sepintas Abu Bakar dan Umar bukanlah pemimpin yang menganut paham demokrasi, karena pada masa itu belum ada lembaga-lembaga demokrasi modern, seperti parlemen, unjuk rasa yang terorginisir, dan kebebasan pers. Tetapi tipe kepemimpinan seperti saya sampaikan di atas menggambarkan kepemimpinan yang demokratis, jujur dan adil. Bakar dan Umar bekerja dengan loyalitas yang tinggi dan menempatkan musyawarah dalam mengambil keputusan.

Seandainya Abu Bakar dan Umar memerintah pada masa sekarang, niscaya mereka akan memberikan apresiasi kepada sistem demokrasi, mengambil manfaat untuk merealisasikan inti pokok demokrasi, yakni pemimpin yang bekerja dalam batas undang-undang yang berlaku.

Hal itu didasarkan pada firman Allah surah Ali Imran ayat 159, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Sesungguhnya, fase-fase sejarah yang terjadi ketika itu tidak mendukung keduanya mempraktikkan sistem demokrasi dalam bentuk seperti sekarang ini. Akan tetapi, mereka berdua telah mengejawantahkan substansi demokrasi itu sendiri secara luas sesuai dengan perkembangan zaman.

Jika pada masa itu belum menampilkan apa yang disebut parlemen, yang berfungsi untuk mengawasi jalannya pemerintahan dan membuat undang-undang, maka sistem syura (musyawarah) ketika itu termasuk salah satu syiar dari sekian banyak syiar-syiar Allah, dan itu dianggap sebagai hak setiap anggota masyarakat.

“Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.”

Kepemimpinan bukanlah suatu keistimewaan, tetapi merupakan pelayanan kepada masyarakat, bahkan dalam banyak hal, pelayanan itu mengandung tanggung jawab. 

Pada saat, di kalangan kaum Muhajirin dan Ansar menginginkan jabatan khalifah pengganti Nabi Muhammad saw. yang mengisyaratkan adanya perselisihan, maka Abu Bakar berpidato, agar masing-masing pihak (Muhajirin dan Ansar) tetap mengutamakan Islam setelah ditinggal oleh Nabi Muhammad saw.

Jangan menjadi bercerai berai dan hancur karena persoalan kepemimpinan, apalagi dengan munculnya gagasan memilih dua orang sebagai kepala negara dalam satu negara. Pencalonannya dilakukan oleh perseorangan, yaitu Umar bin Khattab, yang ternyata disetujui oleh semua yang hadir pada saat di Saqifah waktu itu. Setelah itu, diikuti pembaiatan yang kedua di Masjid Nabawi. 

Model pemilihan ini ditempuh karena Rasulullah saw. tidak menunjuk secara langsung pengganti atau mewariskan kepemimpinan kepada siapa pun.

Marilah kita simak pidato Abu Bakar saat dilantik menjadi khalifah, “Sesungguhnya, aku menjadi pemimpin urusan kalian, padahal aku bukanlah yang terbaik di antara kalian.

Jika aku berbuat benar, maka bantulah aku. Jika aku berbuat salah, maka luruskanlah aku. Ingatlah, sesungguhnya orang yang lemah di antara kalian adalah kuat di mataku hingga aku memberi haknya? Ingatlah, sesungguhnya orang yang kuat di antara kalian adalah lemah di mataku hingga aku mengambil yang hak darinya?

Taatilah aku selama aku mentaati Allah dan Rasul-Nya, dan jika aku membangkang Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada ketaatan bagi kalian kepadaku.”

Pidato Abu Bakar tersebut mengandung arti yang sangat penting, karena terbukti pemerintahannya sangat demokratis dan berdaulat. Artinya, pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah pengganti Rasulullah mendapat pengakuan dari pengakuan rakyat. Dengan kata lain, pemilihan dan penetapan Abu Bakar sebagai khalifah dilakukan secara demokratis.

Dalam ka’idah fiqih disebutkan, bahwa Pilkada atau Pemilu adalah bentuk implementasi pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam permusyawaratan. Terpilihnya pemimpin yang kredibel, Insya Allah akan membawa ke arah yang lebih baik, dan sebaliknya terpilihnya pemimpin yang khianat akan mengarahkan terjadi kehancuran, karena berawal dari pilihan kita sendiri.

Mulailah dari diri kita sendiri untuk berlaku jujur dan bertanggung jawab pada saat memberikan suara di TPS. Maka satu menit di dalam bilik suara ketika mencoblos pada saat itulah kita memberikan mandat kepada pemimpin yang terpilih.

Oleh sebab itu untuk mewujudkan Pemilu yang damai, maka kita hendaknya menjauhi hoax (berita bohong), tolak politik uang, dan intimidasi. Rakyat juga memiliki kedaulatan moral dan politik dalam menentukan para pemimpinnya, serta tidak boleh terkecoh oleh permainan politik yang menjual citra dan janji-janji politik yang tidak sejalan dengan kenyataan.

Kepada seluruh masyarakat agar berpartisipasi dalam proses demokrasi secara aktif, cerdas dan bertanggungjawab, menempatkan perbedaan pilihan sebagai sebuah keniscayaan dan tidak terprovokasi oleh usaha-usaha menggagalkan penyelenggaraan Pemilu/Pilkada dan hasil-hasilnya. Tetap memelihara ukhuwah dan menghindarkan diri dari perpecahan, serta menjunjung tinggi etika dalam berdemokrasi.

Semoga kita mendapat hidayah dan taufiq-Nya, semoga Pilgub Jateng tahun 2018 dan Pemilu 2019 mendatang dapat berjalan lancar, tertib, aman, dan damai, serta dijauhkan dari segala marabahaya dan perpecahan.

Mudah-mudahan Allah Subhanahu Wata'ala memberikan jalan kebaikan, membukakan pintu taubat atas kesalahan dosa kita, serta melimpahkan berkah-Nya. Semoga Indonesia menjadi negeri yang baik dan memperoleh ampunan dari-Nya, negeri yang (baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur).

Amin ya Rabbal ‘alamin.

Comments

Popular posts from this blog

TANGGAP WACANA ATUR PAMBAGYA HARJA

Pada rangkaian acara resepsi pernikahan, keluarga yang mempunyai hajat (punya kerja), berkewajiban menyampaikan sambutan (tanggap wacana) selamat datang kepada seluruh hadirin. Dalam tatacara resepsi adat Jawa disebut Atur Pambagya Harja, atau atur pambagya wilujeng. Dalam sambutan ini, orang yang punya kerja akan mewakilkan kepada orang tertentu yang ditunjuk, biasanya ketua RT/RW, atau orang yang dituakan di lingkungannya. Nah, ketika menjadi ketua RT, saya pernah mendapat tugas untuk menyampaikan pidato (tanggap wacana) tersebut. ****** Berikut contoh / tuladha atur pambagya harja yang pernah saya sampaikan…. Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -        Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -        Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Allah SWT, Gusti Ingkang Mah

CONTOH ATUR PANAMPI PASRAH TEMANTEN SARIMBIT ACARA NGUNDUH MANTU

Bp-Ibu Bambang Sutopo  Assalamu'alaikum wrwb. 1.      Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.. 2.      Panjenenganipun Bapa Suwardi minangka sulih sarira saking Bapa Gito Suwarno-Ibu Tuginem, ingkang tuhu kinurmatan. 3.      Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang bagya mulya. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Allah SWT - Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bp. Bambang Sutopo, S.Pd,  sekalian Ibu Jari, keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah saking kulawarga Bapa Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem. Ingkang sepisan , kula minangkani punapa ingkang dados kersanipun Bapa Bambang Sutopo sekalian dalasan sedaya kulawarga, ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bp Gito Suwarno sekalian Ibu Tuginem-sapendherek,  ingkang pidalem w onten ing   Dukuh Jenggrik,  Desa Purwosuman,  Kec. Sidoharjo, Kab Sragen. Kaping kalih , menggah salam taklim 

ATUR PASRAH BOYONG TEMANTEN KEKALIH

Salah satu rangkaian adat Jawa setelah melangsungkan resepsi pernikahan adalah, keluarga temanten perempuan memboyong kedua mempelai kepada keluarga orangtua mempelai laki-laki (besan).  Sebelum masuk rumah keluarga besan, diadakan acara “Atur Pasrah” dari keluarga mempelai perempuan, dan “Atur Panampi” dari keluarga besan. Berikut adalah tuladha (contoh) sederhana “Atur Pasrah” yang saya susun dan laksanakan. *** Assalamu ‘alaikum Wr.Wb. Bismillahirrahmanirrahim. Al-hamdu lillahi rabbil ‘alamin. * Para sesepuh pinisepuh ingkang dahat kinabekten ** Panjenenganipun Bp.Waluyo dalasan Ibu Sumarni ingkang kinurmatan *** P ara rawuh kakung putri ingkang bagya mulya . Kanti  ngunjukaken raos syukur dumateng Allah SWT, Gusti Ingkang Moho Agung. Sowan kula mriki dipun saroyo dening panjenenganipun Bapa Haji Supriyadi, S.Pd dalasan Ibu Hajah Lasmi ingkang pidalem wonten Plumbungan Indah RT.27/RW.08 Kelurahan Plumbungan, Kecamatan Karangmalang, Sragen, kepareng matur

Pidato Kocak Dai Gokil

Humor sebagai salah satu bumbu komunikasi dalam berpidato hingga kini masih diakui kehebatannya. Ketrampilan   menyelipkan humor-humor segar dalam berpidato atau ceramah,   menjadi daya pikat tersendiri bagi audien atau pendengarnya sehingga membuat mereka betah mengikuti acara sampai selesai. Buku saku berjudul “Pidato-pidato Kocak ala Pesantren” karya Ustad Nadzirin (Mbah Rien) ini mungkin bisa menjadi referensi bagi pembaca yang ingin menciptakan suasana segar dalam berpidato. Buku setebal   88 halaman yang diterbitkan oleh Mitra Gayatri Kediri (tanpa tahun) ini berisi contoh-contoh pidato penuh humor. Membaca buku yang menyajikan enam contoh pidato yang oleh penulisnya dimaksudkan untuk bekal dakwah   para dai gokil dan humoris ini saya ngakak abis .  Pengin tahu cuplikannya? Silahkan simak berikut ini. “Saudara dan saudari.  Baik eyang putra maupun eyang putri…Semua tanpa kecuali yang saya cintai… Meski kalian semua tidak merasa saya cintai…” “…..Allah tela

Atur Wangsulan Lamaran Calon Temanten

Meski tugas juru bicara untuk menyampaikan lamaran (pinangan) seperti yang saya tulis kemarin berlangsung 'glagepan' dan 'gobyoss', namun oleh beberapa teman,  saya dianggap 'sukses'.  "Bagus Pak. Sederhana dan 'cekak aos' apa yang menjadi inti," kata teman.  Tapi bagi saya pribadi, respon teman itu mungkin bisa diartikan lain. Sekedar untuk menyenangkan saya atau 'nyindir'. Namun tetap saya ucapkan terima kasih, karena memberi saya kesempatan untuk belajar dari pengalaman.  Betul. Beberapa hari setelah kejadian itu, saya diminta lagi untuk menjadi 'juru bicara' sebagai pihak yang harus menyampaikan jawaban/tanggapan atas lamaran di keluarga lain. Saya pun tak bisa mengelak. Karena waktunya sangat mendadak maka konsep saya tulis tangan dengan banyak coretan.  Seperti diketahui, setelah adanya lamaran dari keluarga pihak lelaki, biasannya diikuti dengan kunjungan balasan untuk  menyampaikan jawaban atau balasan.

ATUR PASRAH CALON TEMANTEN KAKUNG BADE IJAB ( Kanthi Prasaja ) )

Setelah dua kali mendapat mandat menjadi ‘talanging basa’ atau juru bicara untuk menyampaikan dan menerima ‘lamaran’ atau pinangan, dikesempatan lain ternyata saya ‘dipaksa’ lagi menjalani tugas untuk urusan adat Jawa. Kali ini, saya diminta salah satu keluarga untuk menjadi juru bicara ‘atur pasrah calon temanten kakung’ - pasrah calon mempelai pria, kepada calon besan menjelang acara ijab qabul. Permintaan tersebut saya jalani, meski, sekali lagi, dengan cara yang amat sederhana dan apa adanya. Pengetahuan dan pengalaman yang sangat minim tidak menghalangi saya untuk melaksanakan tugas tersebut sebagai bagian dari pengabdian di tengah masyarakat. ****** Berikut contoh atau tuladha apa yang saya sampaikan tersebut. Assalamu 'alaikum wr.wb. ·           *** Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten.      *** Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. ·          *** Panjenenganipun Bapak Susilo ingkang hamikili Bapak Sukimin sek

Tanggap Wacana Basa Jawi dan Contoh Lamaran

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi informasi yang berpengaruh pada perubahan perilaku masyarakat, ternyata masih banyak orang tetap memegang teguh   dan ‘nguri-nguri’ (melestarikan) warisan ‘Budaya Jawa’. Salah satu warisan tersebut adalah ‘Tanggap Wacana Basa Jawi’ atau pidato bahasa jawa dalam acara-acara adat maupun ‘pasamuan’ (pertemuan) keluarga dan warga kampung, terutama   di ‘tlatah’ (daerah) Jawa Tengah dan Jawa Timur. Atau di berbagai daerah di Indonesia yang terdapat komunitas atau kelompok masyarakat ‘Jawa’. Bagi sebagian orang, meski mereka hidup di lingkungan masyarakat berbudaya Jawa, tanggap wacana basa jawi (pidato bahasa jawa) sering dianggap momok karena sulit pengetrapannya. Ketidakmampuan mereka bisa karena sudah ngga peduli dengan bubaya jawa atau ngga mau belajar, sehingga keadaan sekarang ini ibarat ‘Wong Jowo Ilang Jawane’ – orang Jawa sudah kehilangan jatidirinya sebagai orang Jawa. Namun bagi orang yang kebetulan di- tua -kan di li

ATUR PAMBAGYA HARJA WILUJENG

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb. -       Para Sesepuh Pinisepuh, ingkang satuhu kula bekteni -       Para Rawuh Kakung sumawana putri ingkang kinurmatan Sakderengipun kula matur menggah wigatosing sedya wonten kelenggahan punika, sumangga panjenengan sedaya kula derek-aken ngunjuk-aken raos syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingkang Maha Kawasa, awit saking peparing ni’mat saha berkahipun, panjenengan dalasan kula saget makempal manunggal, wonten papan punika kanthi wilujeng mboten wonten alangan satunggal punapa. Para Rawuh Kakung Sumawana Putri ingkang minulya. Kula minangka talanging basa saking panjenenganipun Bapa Ignasius Sarono, S.Pd dalasan Ibu Dra. Christiana Sri Wahyuni Kustiasih, M.Pd , ingkang pidalem ing Plumbungan Indah Sragen, wonten kalenggahan punika kepareng matur : Sepisan , bilih Bapa Ibu Iganasius Sarono ngaturaken syukur dumateng ngarsanipun Gusti Ingakang Maha Kawasa, awit   saking Berkahi-pun, saha donga pangestu panjenengan sedaya, sampun kal

ATUR PANAMPI PASRAH CALON TEMANTEN BADE IJAB

Assalamu'alaikum wrwb. -    Para Sesepuh-Pinisepuh ingkang dahat kinabekten. -    Para Rawuh kakung sumawana putri ingkang kinurmatan. -    Panjenenganipun Bapak….                  ingkang hamikili Bapak Karjiyono, SE, MM – Ibu Rr. Erniani Djihad Sismiyati (alm) ingkang tuhu kinurmatan. Kanthi ngonjukaken raos syukur dhumateng Gusti Ingkang Maha Agung, kula minangka sulih salira saking panjenenganipun Bp. Haji Mulyono Raharjo, S.Pd, MM   sekalian Ibu Sri Sayekti, Sm,Hk keparenga tumanggap atur menggah paring pangandikan pasrah calon temanten kakung. Ingkang sepisan , kula minangkani Bapak Mulyono Raharjo sekalian, dalasan sedaya kulawarga ngaturaken pambagya sugeng ing sarawuh panjenengan minangka Dhuta Saraya Pasrah saking Bapak Karjiyono, sapendherek, ingkang pidalem wonten ing   Jombor Lor, RT.01/18, Kel. Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Ngayogyakarta Hadiningrat. Kaping kalih , menggah salam taklim Bp. Karjiyono sekalian lumantar panjenengan s