اللهُ
أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣)
اللهُ
أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا
لاَإِلٰهَ إِلَّا اللهُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
إِنَّ
الحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ ، وَنَعُوْذُ
بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا آيُّهَا
الحَاضِرُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ. يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ
كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
Hadirin,
Jamaah Shalat Idul Fitri Rahimakumullah
Sejak tadi malam, gemuruh
alunan suara takbir, tahlil dan tahmid dari jutaan umat muslim di dunia,
bergema memenuhi angkasa. Mereka serentak mengucap kalimah suci, mengagungkan
asma Allah – Sang Penguasa Jagat Raya, sebagai ungkapan rasa syukur dan sikap
penghambaan kepada Allah SWT.
Pagi ini, seluruh kaum
muslimin menampakkan rasa syukur dan gembira, setelah mampu melaksanakan puasa
dan ibadah lain di bulan Ramadhan. Wajah ceria berhias senyum memancarkan
cahaya Ilahi memantul dari hati orang-orang mukmin, yang insya Allah mendapat
predikat Muttaqin, orang yang bertaqwa.
Saat ini pula, kita memasuki
hari yang penuh kebahagiaan rohani, kelezatan samawi dan kenikmatan spiritual,
sejalan dengan Firman Allah pada QS. Al-Baqarah ayat 185 :
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا
اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan
hendaknya kamu mencukupkan bilangannya dan hendaknya kamu mengagungkan Allah
atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Alhamdulilah, baru saja kita
menyelesaikan ibadah puasa Ramadhan yang diakhiri dengan menunaikan zakat
fitrah.
Ibadah puasa Ramadhan yang
baru saja kita laksanakan, sesungguhnya suatu proses pendidikan dan latihan
bagi orang-orang beriman, menghantarkan pada puncak nilai-nilai
kemanusiaan yang disebut dengan takwa.
Itulah
makna firman Allah,
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ
مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ
“Hai
orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu menjadi orang yang bertakwa,” (Qur’an
Surat (QS) Al-Baqarah [2]:183).
Dengan
pendidikan dan latihan sebulan lamanya, grafik iman dan takwa kita meningkat,
dosa-dosa telah terampuni, dan pahala melimpah diperoleh. Semoga kita lulus
ujian dan memperoleh piagam penghargaan yang bertuliskan :
“Ghufira
lahu ma taqaddama min dzambih - Diampuni dosa-dosanya yang telah
lampau,” (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim).
Tetapi,
dosa-dosa yang telah terampuni itu, barulah dosa-dosa yang berhubungan dengan
Allah. Sedangkan dosa dan kesalahan kepada sesama manusia belum terampuni
sebelum kita saling memaafkan.
Maka,
inilah yang kita lihat di hari nan fitri saat ini, orang saling
bersilaturahim, mohon maaf lahir dan batin, agar betul-betul fitri, bersih dari
segala noda. Setelah dosa kita terhadap Allah (secara vertikal) diampuni,
kesalahan kita terhadap sesama manusia (horizontal) juga terhapus.
Hadirin yang berbahagia.
Dalam tradisi masyarakat Indonesia, kita mengenal istilah
Halal bi Halal, yang sering dimaknai sebagai bersilaturahim dan bersalaman
untuk saling meminta dan memberi maaf agar hati yang membeku menjadi cair.
Dengn halal bihalal semua rasa benci, dendam, permusuhan, dengki, buruk sangka
dan sifat negatif lainnya hilang dari diri kita.
Inti Halal bi Halal adalah silaturahim untuk saling
memaafkan. Silaturahim berarti menyambung atau menghubungkan tali kasih sayang
yang dilandasi nilai-nilai persaudaraan, dan kesetiakawanan diantara seluruh
umat manusia.
Hal ini mengambil sumber dari ajaran Islam tentang hubungan
manusia dengan Allah (hablun min Alloh) dan hubungan manusia dengan
sesamanya (hablun min an-nas).
Dalam Al-Qur’an surat An-Nur ayat 22, Allah berfirman,
وَلْيَعْفُوْا وَلْيَصْفَحُوْاۗ اَلَا تُحِبُّوْنَ اَنْ يَّغْفِرَ
اللّٰهُ لَكُمْ ۗوَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
”… dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang
dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha
Pengampun, Maha Penyayang.”
Dalam ayat tersebut pemberian ampunan dari Allah tegas
dikaitkan dengan pelaksanaan perintah memberi maaf dan berlapang dada atas
kesalahan orang lain terhadap dirinya.
Kaitannya dengan silaturahim, dalam sebuah hadits yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori dan Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda : “Maukah
kalian aku tunjukkan amal yang lebih besar pahalanya daripada shalat dan puasa?
Yaitu engkau damaikan orang-orang yang bertengkar. Barang siapa yang ingin
panjangkan usia dan banyak rejeki, sambungkanlah tali silaturahim.”
Karena itulah, Hari Lebaran atau Idul Fitri ini dianggap
saat yang paling tepat untuk merajut tali persaudaraan. Meneguhkan kembali tali
silaturahim untuk menemukan makna hidup yang lebih indah. Dihiasi dengan hati
yang bening, terlepas dari belenggu penderitaan karena kotornya hati.
Menebar kasih sayang terhadap sesama melalui silaturahim
terasa indah dan mengesankan. Tapi syaratnya harus tulus ikhlas. Jangan
dikotori dengan perasaan untuk mengingat-ingat dan mencari kesalahan, aib dan
kejelekan orang lain. Yang perlu justru mengingat-ingat dan meneliti aib dan
kejelekan diri sendiri secara jujur, sebelum menilai orang lain.
Silaturahim tidak terbatas hanya saling berkunjung
atau berjabatan tangan saja, tetapi mempunyai makna yang lebih dalam.
Yakni kita harus mampu menghubungkan / menyambungkan dan menghimpunkan
berdasarkan kasih sayang. Rasulullah SAW, bersabda, ”Yang disebut
silaturahim itu bukanlah sekedar seseorang yang membalas kunjungan atau
pemberian, tetapi silaturahim itu nenyambungkan yang terputus,”(Hadits
Riwayat Bukhari).
Kalau orang berkunjung kepada kita dan kita membalas
mengunjunginya, ini tidak memerlukan kekuatan mental yang tinggi. Bisa jadi hal
itu dilakukan lantaran kita merasa berhutang budi.
”Tetapi jika ada orang yang tidak pernah bersilaturahim
kepada kita, kemudian dengan niat tulus kita kunjungi orang tersebut walaupun
harus menempuh perjalanan cukup jauh dan sulit, maka inilah yang disebut
silaturahim dengan sebenarnya.”
Apalagi kalau ada orang yang membenci kita, kemudian kita
berupaya untuk menemuinya. Padahal, jelas-jelas hak kita pernah terambil / terampas,
hati kita sempat terlukai, tetapi kita tidak dedam ingin membalasnya, malah
kita kunjungi dengan ketulusan hati, maka disinilah kekuatan dari hahekat
silaturahim.
Suatu ketika Rasulullah memberi nasehat, ”Hendaklah
kalian mengharapkan kemuliaan dari Allah,”
“Apakah yang dimasud itu ya Rasul,” tanya seorang
sahabat.
“Hendaknya kalian suka menghubungkan tali silaturahmi
kepada orang yang telah memutuskan engkau, memberikan sesuatu kepada orang yang
tidak pernah memberi sesuatu kepadamu, dan hendaknya kamu memaafkan orang yang
menyakitimu,”(Hadits Riwayat Al-Hakim).
Itulah tiga hal yang disebut Rasulullah dengan
ungkapan afdhalul fadhail (perbuatan yang paling utama
diantara yang utama), ”(Ada) suatu perbuatan
yang paling utama diantara perbuatan yang utama, bersilaturrahim dengan orang
yang memutuskannya, memberi pada orang yang tidak pernah memberi, dan memaafkan
orang yang berlaku kurang baik pada kita,” (HR.
Imam Thabrani dari Mu’adz bin Jabal).
Para
Hadirin Yang dirahmati Allah.
Suasana Idul Fitri adalah momen paling tepat untuk
melakukan hal ini. Setelah sebulan kita jalankan puasa dan berbagai ibadah yang
lain dan berharap diapuni segala dosa kita kepada Allah, maka kita berusaha
membersihkan hati, saling memaafkan, meminta dan meberi maaf dengan sesama
manusia.
Dalam kondisi demikian, keikhlasan untuk meminta maaf
atas segala kesalahan dirinya, maka sikap memaafkan adalah sifat yang mulia dan
menjadi ciri bagi orang bertaqwa. Salah satu sifat mulia yang dianjurkan dalam
Al Qur’an adalah sikap memaafkan,
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ
وَاَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِيْنَ
”Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang
ma’ruf (kebajikan), serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh,” (QS. Al-A’raf [7]:199)
Mereka yang tidak mengikuti ajaran mulia Al Qur'an akan
merasa sulit memaafkan orang lain. Sebab, mereka mudah marah terhadap kesalahan
orang lain yang dibenci. Padahal, Allah telah menganjurkan orang beriman bahwa
memaafkan adalah lebih baik,
وَاِنْ تَعْفُوْا
وَتَصْفَحُوْا وَتَغْفِرُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
”...
dan jika kamu maafkan dan kamu santuni serta ampuni (mereka), maka sungguh,
Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang,”
(QS. At-Taghabun, [64]:14)
Di dalam Qur’an Surat Asy-syura [42]:43, Allah berfirman,
وَلَمَنْ صَبَرَ وَغَفَرَ اِنَّ ذٰلِكَ
لَمِنْ عَزْمِ الْاُمُوْرِ
"Barang
siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang
mulia,"
Dengan dasar tersebut, kaum beriman adalah orang-orang
yang bersifat memaafkan, pengasih dan berlapang dada, sebagaimana dinyatakan
dalam Al Qur'an,
وَالۡكٰظِمِيۡنَ
الۡغَيۡظَ وَالۡعَافِيۡنَ عَنِ النَّاسِؕ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الۡمُحۡسِنِيۡنَۚ
١٣٤
"...menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang lain, dan Allah menyukai orang yang berbuat kebaikan." (QS. Ali ‘Imran [3]:134)
اللهُ
أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) اللهُ أَكْبَرُ (×٣) وَ لِلّٰهِ اْلحَمْدُ
Jamaah
Shalat Idul Fitri Rahimakumullah
Dalam berbagai referensi disebutkan, mereka yang mampu
memaafkan akan menjadi lebih sehat baik jiwa maupun raganya. Penderitaannya
berkurang setelah memaafkan orang yang menyakitinya.
Beberapa orang pernah menyatakan, setelah memaafkan
kesalahan orang lain, ia merasakan dirinya lebih baik, secara batiniyah maupun
jasmaniyahnya. Gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh seperti sakit punggung
akibat stress [tekanan jiwa], susah tidur dan sakit perut
makin berkurang setelah dirinya menjadi orang yang suka memaafkan.
Sifat pemaaf memicu terciptanya kondisi yang lebih baik
dalam pikiran seperti harapan, kesabaran dan percaya diri. Sebaliknya,
kemarahan dan kejengkelan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan
emosi negatif dalam diri orang, dan merusak keseimbangan emosional bahkan
kesehatan jasmani mereka.
Kemarahan adalah keadaan pikiran yang sangat merusak
kesehatan manusia. Memaafkan, di sisi lain, meskipun berat, terasa
membahagiakan, sekaligus menunjukkan akhlak terpuji. Memaafkan mampu
menghilangkan segala dampak merusak dari kemarahan, dan membantu orang tersebut
menikmati hidup yang indah dan sehat, baik secara lahir maupun batin.
Memaafkan, adalah salah satu perilaku yang membuat orang
tetap sehat, dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang.
Dari sisi kebugaran jiwa,
dengan memaafkan orang lain, ruang emosi kita akan relatif bersih dari
beban negatif kebencian, dendam pada orang lain.
Sebenarnya, kebencian
kita pada orang lain justru merugikan kita lebih dulu sebelum membahayakan
orang lain. Karena hari-hari yang kita lalui habis
untuk memikirkan orang yang kita benci, sehingga hati kita menjadi panas
membara.
Kalau kita tidak mau
memaafkan orang lain dan kita tidak sudi menerima permintaan maaf dari orang
lain. Maka akan menyebabkan kebencian dan dendam
terus berlanjut sehingga merusak sistem emosi.
Apa yang harus kita lakukan?. Bersihkan hati dengan
menghapus kebencian dan dendam dari kesalahan orang lain yang kita anggap telah
merugikan, menyakiti kita. Kemudian, menghapus keinginan untuk membalas dendam.
Namun, tujuan sebenarnya dari memaafkan – sebagaimana
segala sesuatu lainnya – haruslah untuk mendapatkan ridha Allah. Kenyataan
bahwa sifat-sifat akhlak seperti ini, dan bahwa manfaatnya telah dibuktikan
secara ilmiah, telah dinyatakan dalam banyak ayat Al Qur’an, adalah satu saja
dari banyak sumber kearifan yang dikandungnya.
Dalam agama Islam,
memaafkan termasuk salah satu karakteristik utama ketakwaan dan termasuk
perilaku / sifat yang sangat disenangi Allah.
Dengan demikian, betapa pentingnya kita menyambungkan
tali kasih sayang (silaturahim). Kalau kasih sayang tersambung kepada
makhluk-makhluk Alloh, maka Allah pun akan menyayangi kita. Apabila kasih
sayang Allah tercurah untuk kita, akan terasa indah dan bahagia kita menikmati
hidup di dunia ini. Dan insya Allah, kita juga akan menjadi orang yang
beruntung hidup di dunia dan akhirat.
Semoga kita bisa
melestarikan nilai-nilai luhur ajaran Islam tersebut sepanjang hayat setelah
berakhirnya Ramadhan tahun ini.
Akhirnya, dalam kesempatan
merayakan Hari Raya Idul Fitri 1445 Hijriyah ini mari kita bersihkan hati kita untuk saling memaafkan. Hilangkan
segala dendam dan kesumpekan hati. Agar tercipta kedamaian dan harmonisasi
diantara kita semua.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ
الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ
الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ
السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
Mari kita berdoa semoga
Allah menjauhkan kita dari segala penyakit dan bencana yang menghinakan. Dan melimpahkan keselamatan, kekuatan dan
kesehatan lahir batin, hidup kita selalu
barokah, bermanfaat bagi sesama dalam rangka meraih ridla Allah, kebahagiaan
sejati di dunia dan akhirat. Aamiin, ya Rabbal ‘aalamiin.
إِنَّ
اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يٰأَ يُّها الَّذِيْنَ
آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَلِ مُحَمَّد اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ ٍ.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ
وَاْلمُسْلِمَاتِ، اَلْأَحْياءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ. رَبَّنَا آتِناَ فِى
الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
وَاَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
وَلَذِكْرُ
اللهِ أَكْبَرْ
Sragen, 1 Syawwal 1445 H.
Comments
Post a Comment