Dalam
agama Islam, kita mengenal dua hari raya bagi seluruh kaum muslimin, yakni hari
raya Idul Fithri dan hari raya
Idul Adha.
Hari
raya Idul Fithri yaitu dimana hari tersebut dianggap sebagai hari yang suci,
karena dosa-dosa yang telah lalu
dihapuskan oleh Allah Ta’ala setelah melaksanakan puasa di bulan Ramadhan.
Itupun hanya orang-orang tertentu saja yang mampu meraihnya. Dan orang-orang
mukminlah yang mampu mendapatkan keistimewaan itu dari sisi
Rabb-nya.
Sedangkan
hari raya Idul Adha adalah hari raya berkurban. Pada hari raya Idul Adha
diperingati peristiwa kurban, yaitu ketika
Nabi Ibrahim yang bersedia mengorbankan putranya Ismail disembelih atas
perintah Allah, kemudian sembelihan itu digantikan oleh
Allah dengan seekor domba.
Namun menurut sahabat Rasulullah
SAW yang mulia, yaitu Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, mengatakan bahwa orang mukmin memiliki 5
hari raya, hari yang ditunggu-tunggu, saat merasakan kebahagiaan tiada tara:
Pertama
“Setiap hari yang dilalui oleh
seorang mukmin, sementara
ia
tercatat tidak berdosa pada hari
tersebut, maka itu
adalah hari raya baginya”.
Orang
mukmin yang mengisi hari-harinya, dimulai dari dia bangun tidur sampai tidur lagi dia isi dengan amalan-amalan kebaikan, isi dengan
melakukan banyak ibadah kepada Allah serta menjauhi perbuatan dosa dan maksiat.
Ia sadar bahwa apapun
ucapan yang dia lontarkan, amalan apapun yang dia
kerjakan, baik ucapan dan perbuatan yang baik maupun yang buruk, maka akan ada
malaikat yang siap mencatat ucapan dan perbuatannya.
Orang mukmin yang hatinya
diliputi keimanan yang begitu kuat, sehingga hari-hari
yang ia jalani dia takut untuk berbuat dosa dan maksiat. Adapun jika dia
berbuat dosa, maka ia segera beristighfar dan bertaubat
kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan menggantinya dengan melakukan
amalan-amalan shalih.
Kedua
“Hari
ketika seorang mukmin wafat
meninggalkan dunia dengan membawa iman, dengan husnul khatimah maka
itu adalah hari raya baginya”.
Seorang
mukmin ketika ia menghadap Allah SWT.
dengan membawa keimanan dalam hatinya, ketika di akhir hayatnya dia mengucapkan kalimat laa
ilaaha illallaah. Bagi orang mukmin yang
shaleh dan menjaga imannya, maka ia akan dimudahkan oleh Allah dalam menghadapi
sakaratul maut dan dimudahkan juga untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan
malaikat di alam kubur.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟
ٱللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِۦ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ
(QS. Ali Imran 102)
Artinya: Hai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan
janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.
يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ
(27) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (28) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي
(29) وَادْخُلِي جَنَّتِي (30
Artinya:
"Wahai jiwa yang
tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang ridho dan diridhoi-Nya. Maka
masuklah kedalam golongan Hamba-hambaKu. dan masuklah kedalam surga-Ku."
(Q.S. Al-Fajr :27-30)
Ibnu Katsir menyatakan
bahwa ayat ini menerangkan tentang jiwa yang tenang yang diseru oleh Allah dan
akan ditunaikan janji pada mereka untuk masuk surga.
Mereka ridho pada
jiwanya dan Allah pun ridha pada mereka.
Mereka diajak masuk
dalam golongan hamba-hamba Allah yang shalih dan mereka pun diajak untuk masuk
surga.
Kata Ibnu Katsir
rahimahullah, ini adalah panggilan Allah pada seseorang menjelang sakratul
maut, juga ketika bangkit pada hari kiamat.
Sebagaimana para
malaikat memberikan kabar gembira seperti ini pada seorang mukmin ketika ia
menjelang sakratul maut dan bangkit dari kuburnya. Sama halnya seperti ayat
ini.
Ketiga
“Hari
ketika seorang mukmin melewati jembatan shirat dan
selamat dari huru hara hari kiamat, maka itu adalah hari raya baginya”.
Di
antara rangkaian peristiwa menegangkan yang akan
dialami manusia pada hari Kiamat adalah melintasi
jembatan ash-Sirath.
Saking tegangnya melintasi
jembatan
tersebut,
manusia tak lagi peduli dan ingat terhadap orang-orang
terdekatnya. Ini pula yang menjadi kekhawtiuran Sayyidah
‘Aisyah
di hadapan Baginda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Pada suatu
ketika, istri tercinta
sang baginda ini tampak
menangis tersedu-sedu. Saat ditanya oleh beliau, ia menjawab, “Aku menangis karena teringat
pada neraka. Apakah pada hari Kiamat kalian akan ingat
kepada keluarga kalian?
”Beliau menjawab: “Adapun dalam tiga
tempat, seseorang tidak akan ingat kepada yang lain : pertama
saat di timbangan amal, sampai dia mengetahui apakah
timbangan amal baiknya ringan atau berat.Kedua, saat
beterbangannya catatan
amal, sampai dia mengetahui di mana catatannya jatuh, apakah di sebelah kanan, di sebelah kiri, atau di belakangnya. Dan
ketiga, saat berada di jembatan
al-Shirat yang dipasangkan di antara
dua punggung neraka Jahanam, sampai dia mengetahui apakah bisa melintas atau tidak”,
(HR. Abu Dawud).
Lebih jelasnya, gambaran
tentang jembatan ash-Shirath dan orang-orang yang melintas di atasnya dapat disimak secara seksama dalam riwayat
ath-Thabrani dari Ibnu Mas‘ud. Melalui riwayat ini,Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam menyabdakan: “Jembatan al-Sirath dipasangkan di
tengah-tengah Jahanam seperti pedang tipis yang sangat tajam. Ia
sebuah jembatan yang licin dan menggelincirkan. Di atasnya penuh besi-besi
pengait dari api yang siap menyambar, mengait, dan
menghempaskan ke neraka. Di antara
mereka ada orang yang
melintas
secepat petir. Dia berhasil selamat dan
tak melekat (bergelantung) pada jembatan.
Ada
pula yang melintas secepat angin. Dia berhasil selamat dan tak melekat di
atasnya. Ada pula yang melintas secepat kuda.
Ada pula yang melintas seperti orang berlari. Ada pula yang melintas seperti orang berjalan cepat. Ada pula yang berjalan seperti orang berjalan normal.
Dan
manusia yang terakhir melintas adalah
seorang laki-laki yang telah hangus terbakar api dan menghadapi kesulitan di
atasnya, kemudian dimasukkan Allah ke dalam surga berkat karunia,
kemuliaan, dan rahmat-Nya”.
Mengingat beratnya peristiwa
yang akan dihadapi kelak saat melintasi jembatan ash-Shirath, marilah kita
senantiasa mempersiapkan peristiwa
tersebut. Jika kita ingin selamat dan melintas ash-Shirath dengan cepat, maka jagalah shalat lima waktu
secara berjamaah. Sebab itu pula salah satu pesan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam kepada umatnya, “Siapa saja yang menjaga shalat lima waktu secara berjamaah, maka ia menjadi orang pertama yang melintasi jembatan ash-Shirath yang
cepatnya seperti kilat menyambar, kemudian dikumpulkan Allah bersama golongan tabiin.
”Demikian seperti yang diriwayatkan oleh
ath-Thabrani dari Abu Hurairah dan Ibnu ‘Abbas.
Keempat
"Hari ketika seorang mukmin
memasuki surga, maka itu
adalah hari raya baginya".
Masuk surga dengan
selamat apalagi tanpa hisab adalah dambaan setiap muslim. Namun
faktanya, muslim yang masuk surga dengan
melalui proses hisab dan bahkan terlebih dahulu merasakan proses siksaan neraka
adalah sebuah keniscayaan.
Maka
beruntunglah bagi orang-orang yang diselamatkan dari siksa neraka dan dimasukkan oleh Allah ke
dalam surga.
Kelima
"Hari ketika
seorang mukmin melihat Rabbnya, maka itu adalah hari raya baginya".
Melihat
Wajah Allah pada hari kiamat adalah suatu kenikmatan bagi penduduk surga.
Penghuni surga akan melihat Rabb mereka, tak mungkin mereka ragu hingga lemah
dalam melihat Rabb mereka. Mereka melihat Rabb mereka seperti melihat
bulan pada malam purnama. Inilah sebagaimana disebutkan dalam ayat,
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ
نَاضِرَةٌ , إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
“Wajah-wajah (orang-rang mukmin)
pada hari itu berseri-seri. Kepada
Rabbnyalah mereka
melihat.” (QS.
Al-Qiyamah: 22-23).
Juga dalam Firman
Allah, “Bagi orang-orang yang berbuat baik,
ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan melihat Allah). Dan
wajah mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak (pula) dalam kehinaan. Mereka
itulah penghuni surga, mereka kekal di dalamnya. (QS.Yunus: 26).
لِلَّذِيْنَ اَحْسَنُوا الْحُسْنٰى وَزِيَادَةٌ ۗوَلَا يَرْهَقُ
وُجُوْهَهُمْ قَتَرٌ وَّلَا ذِلَّةٌ ۗاُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ الْجَنَّةِ هُمْ
فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
Imam Ibnu Katsir dalam kitab
tafsirnya yang berjudul Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim mengakatakan Yang dimaksud
al-husna adalah surga, sedangkan az-ziyadah adalah melihat wajah Allah pada hari kiamat. Dalam ayat lainnya
disebutkan,
لَهُم مَّا يَشَآءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا
مَزِيدٌ
“Mereka di dalamnya memperoleh
Apa
yang mereka kehendaki; dan
pada sisi Kami ada
tambahannya.” (QS. Qaaf:
35). Tambahan di sini maksudnya, Allah akan menampakkan wajah pada mereka. Shuhaib
bin Sinan radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Jika penghuni surga telah masuk surga, Allah Ta’ala berfirman,
(yang artinya) “Apakah kalian (wahai penghuni surga)
menginginkan sesuatu sebagai tambahan (dari kenikmatan surga)?” Maka mereka menjawab,
“Bukankah Engkau telah memutihkan
Wajah-wajah kami?
Bukankah Engkau telah
memasukkan kami ke dalam
surga dan menyelamatkan kami dari (azab) neraka?” Maka (pada waktu itu) Allah membuka hijab (yang menutupi wajah-Nya
Yang Mahamulia), dan penghuni surga tidak pernah mendapatkan suatu (kenikmatan)
yang lebih mereka sukai daripada melihat (wajah) Allah ‘azza wa jalla.”
Kemudian Rasulullah Saw. membaca ayat tersebut di atas (Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya). (HR. Muslim No.181)
Comments
Post a Comment