"Sekiranya umatku mengetahui keutamaan-keutamaan yang ada di
bulan Ramadhan, niscaya mereka menghendaki agar
sepanjang tahun adalah bulan Ramadhan" (HR Ibnu Majah).
Ramadhan telah sebulan berlalu. Semoga
seluruh ibadah yang kita kerjakan di bulan Ramadhan tahun ini diterima Allah SWT.
Dan kita diampuni segala dosa kita. Serta menjadikan kita semua orang-orang
yang bertakwa.
Semoga ibadah yang kita laksanakan selama
sebulan Ramadhan itu mampu kita jadikan bekal dalam perjalanan 11 bulan
berikutnya. Dan kita diijinkan Allah untuk bertemu Bulan Ramadhan tahun mendatang.
Aamiin. Yaa Rabbal ’aalamin.
Bagi sebagian hamba, berpisah dengan Ramadhan amat memberatkan hati. Karena harus berpisah dengan siang yang diisi beragam amal kebajikan, dan berpisah dengan malam untuk
beribadah kepada Sang Pencipta.
Bagi hamba-hamba seperti mereka, tidaklah
mudah untuk berpisah dengan saat-saat seperti itu. Di saat mayoritas muslim berbahagia dan bersuka cita menyambut satu Syawal, ada sebagian
yang berlinang air mata. Bukan karena tidak ikut berbahagia
menyambut hari raya Idul Fitri, namun lebih karena kesedihan
ketika harus berpisah dengan bulan suci.
Mereka itulah hamba yang dimaksud dalam
hadits Nabi di atas. Merekalah hamba-hamba yang berharap agar semua bulan dalam tahun Hijriah adalah Ramadhan.
Cinderamata Ramadhan
Bulan suci Ramadhan adalah salah satu
anugerah terbesar yang diberikan Allah kepada orang-orang beriman. Pemanfaatan setiap detik di
bulan Ramadhan dalam bentuk ibadah kepada-Nya dan amal
kebajikan terhadap sesama akan membuahkan hasil. Jika
dilakukan secara tulus ikhlas, Ramadhan akan menjadi
ladang buah yang siap dipetik dan dipanen.
Ramadhan adalah ajang penggemblengan mental
dan spiritual seorang muslim untuk bekal persiapan menghadapi pertempuran baru
setelah Ramadhan berakhir. Musuh utama yang akan dihadapi adalah hawa nafsu dan syaitan
yang selama Ramadhan tersisihkan.
Berbahagialah setiap hamba yang telah melatih
lisannya di bulan suci untuk berpuasa dari bergunjing dan ucapan kotor. Melatih pandangannya untuk berpuasa dari
melihat yang diharamkan. Menahan pendengarannya dari ucapan-ucapan yang dilarang, dari mendengar ghibah,
dan sejenisnya. Yang melatih perutnya untuk berpuasa
dari segala hal yang diharamkan.
Berbahagialah orang yang menahan laparnya dan
dapat merasakan kelaparan
saudara-saudaranya baik di bulan Ramadhan maupun di
bulan-bulan lainnya. Kemudian berbagi kebahagiaan dengan sesama lewat zakat dan sedekah. Beruntunglah mereka yang telah membekali diri dengan sikap peduli dan empati yang dilatih sepanjang Ramadhan.
Walaupun gemblengan di bulan ini terasa berat
pada tingkat individu,
namun pada tingkat kolektif (jama’ah) justru membawa banyak hal positif. Setiap muslim pada bulan Ramadhan sama-sama dapat menyaksikan dan merasakan kebangkitan rohani. Suasana yang sebelumnya "biasa-biasa" saja, berubah menjadi lebih
religius dan penuh dengan semangat ibadah.
Ibadah puasa dapat membawa pengaruh positif
bagi kejiwaan seorang
hamba. Rasa lapar, haus serta usaha mengekang hawa nafsu
yang dapat membatalkan puasa merupakan pembelajaran yang
efektif untuk dapat mengendalikan diri terutama untuk
sebelas bulan selanjutnya.
Dalam bulan Ramadhan seluruh potensi umat
disatukan. Umat Islam
berlomba-lomba untuk berbuat sebanyak mungkin amal kebajikan.
Baik dengan cara memperbanyak ibadah dan sedekah, maupun
amalan positif lain. Semua potensi tenaga, waktu dan pikiran
umat Islam pada bulan Ramadhan terfokus
pada amalan-amalan positif. Pada bulan ini hampir tidak
ada kesempatan sedikitpun untuk pengalokasian seluruh
potensi tersebut dalam hal-hal negatif dan sia-sia.
Dan bukan hanya potensi umat saja yang
bersatu dalam bulan ini. Umat Islam berkumpul diberbagai tempat untuk
melaksanakan aktivitas keislamannya secara serentak dan
kolektif. Mulai dari berbuka puasa bersama, salat wajib
dan salat tarawih berjamaah, dan puncaknya adalah saat
umat Islam berbondong-bondong menghadiri salat Idul
Fitri di lapangan ataupun di masjid. Semuanya dilakukan dengan semangat persatuan dan
kebersamaan, secara jama’ah.
Namun semua itu bukanlah tujuan akhir dari
semua aktivitas ibadah dan amal kebajikan di bulan Ramadhan. Akhir atau puncak pencapaian seorang hamba dari segala gemblengan dan pembekalan dalam bulan Ramadhan tadi tidak lain adalah takwa. Muara akhir dari pengendalian diri dan hawa nafsu, olah spiritual,
penyucian diri serta peduli dan empati adalah ketakwaan kepada
Sang Rabbul ‘Izzati.
”Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqarah: 183).
Ketakwaan seorang muslim inilah cinderamata
atau kenangan terindah yang ditinggalkan Ramadhan baginya. Cinderamata ini
dimaksudkan sebagai bekal dan modal dalam menjalani
hari-hari selama sebelas bulan setelah Ramadhan.
Hamba yang bertakwa adalah orang yang
senantiasa berhati-hati dan memiliki kepekaan perasaan. Ia selalu merasakan adanya pengawasan kapan dan dimanapun dirinya berada. Baik
saat sendiri maupun kala berada di keramaian. Baik di
bulan Ramadhan maupun dalam bulan-bulan lainnya.
Inilah hakikat takwa yang dapat diraih dari
proses interaksi seorang hamba dengan dirinya, dengan sesama dan khususnya dengan Rabbnya selama bulan suci ini.
Melestarikan Spirit Ramadhan
Hari-hari Ramadhan boleh saja berlalu, namun hendaknya
tidak begitu dengan semangat yang ditinggalkannya. Sedapat mungkin spirit dan
segala nilai positif yang telah seorang hamba latih dan praktikkan selama bulan
suci itu tetap terbawa dalam aktivitas kesehariannya di luar Ramadhan.
Kebanyakan orang setelah beberapa hari berlalunya
Ramadhan segera membereskan perkara duniawinya yang mungkin sempat mengalami
hambatan disebabkan faktor kondisi dan aktivitas di bulan Ramadhan.
Potensi spiritual yang telah diolah selama Ramadhan
sedikit demi sedikit semakin pudar dan meredup. Bahkan tidak sedikit di
antaranya kembali terjerumus ke lembah kemaksiatan.
Demi melestarikan spirit Ramadhan dan mempertahankannya,
seorang hamba hendaklah memiliki sikap istiqomah. Istiqomah sendiri terdiri
atas beberapa unsur yang membangunnya, antara lain; sifat konsisten, komitmen,
daya tahan uji serta fokus dalam menjalankan sesuatu atau menggapai sebuah
tujuan.
Dalam setiap hari sedikitnya 17 kali seorang hamba
diharuskan memohon doa kepada Allah agar diberikan sikap istiqomah ini. Baik
disadari atau tidak dalam setiap rakaat shalat fardlu terlantun panjatan doa Ihdinash-shiraathal mustaqiim :
Tunjukkan kami (Ya Allah) jalan yang lurus (Al-Fatihah: 6)
Kata ‘lurus’ dalam ayat di atas berarti istiqomah. Lurus
dalam ayat tersebut menggambarkan konsistensi, tanpa pernah melenceng atau
berbelok. Lurus pada ayat di atas berarti komitmen dan fokus dalam menggapai
tujuan.
Istiqomah memang bukan sesuatu yang mudah diraih. Maka
wajar jika setiap hari minimal 17 kali seorang hamba memohon untuk tetap
diberikan sikap ini. Dalam suasana kondusif di bulan Ramadhan setiap hambapun
dilatih untuk beristiqomah dalam menjalankan setiap ibadah dan amal kebajikan
serta menjauhi segala larangan dan mengendalikan hawa nafsunya.
Ada beberapa kiat yang bisa
dilaksanakan seorang hamba agar dapat tetap istiqomah melestarikan spirit
Ramadhan, khususnya kualitas ketakwaan yang telah diraih, dan mentransfernya
dalam hari-hari di bulan lainnya. Hal ini tidak lain agar seorang hamba tidak
kembali ke jalan kesesatan, kegelapan dan melepaskan ketakwaannya kepada Allah
setelah Ramadhan berlalu.
Ramadhan sbagai titik tolak
Menjadikan bulan Ramadhan sebagai titik tolak perjuangan
selama setahun, dan bukan sebagai tujuan akhir, akan membantu melestarikan
spiritualitas Ramadhan tetap membara. Karena Ramadhan adalah bulan perubahan
menuju hal-hal positif. Ramadhan adalah momen pembekalan mental dan spiritual.
Aspek-aspek yang dilatih dalam Ramadhan mulai dari
keteraturan dan ketepatan waktu, keseimbangan antara suplemen jasmani dan
rohani, kesabaran, muhasabah hingga kepekaan sosial, semuanya adalah modal awal
menghadapi perjalan panjang.
Semua bekal, nilai dan takwa yang telah didapat selama
Ramadhan harus diaplikasikan dan dipraktekkan secara berkesinambungan dalam
kehidupan kesehariannya, bukan untuk dilupakan dan ditinggalkan begitu saja.
Memerangi syaitan
Syaitan pergi dan terkucilkan dengan
datangnya Ramadhan. Namun segera setelah Ramadhan berlalu syaitan akan kembali
mendekati setiap insan dan menjerumuskannya ke lembah kenistaan.
Syaitan adalah musuh yang seringkali luput dari perhatian
atau bahkan tidak diperhitungkan sama sekali. Padahal jelas sudah sejauh mana
permusuhan syaitan terhadap manusia dan apa yang ia inginkan darinya.
Syaitan sangat teliti dalam merencanakan setiap strategi
untuk membuat manusia berbuat dosa dan lalai akan Tuhannya. Betapa konsisten
dan istiqomahnya syaitan dalam mencapai tujuannya, yaitu menjerumuskan sebanyak
mungkin manusia ke dalam neraka. Setelah Ramadhan, syaitan harus tetap
diperangi, bukan untuk dijadikan kawan.
Dan fenomena tersebut adalah dampak tidak langsung
darinya. Banyak orang yang mulai mengakhirkan sholat. Mushaf-mushaf Al- Qur’an
kembali menghiasi rak-rak buku, tak tersentuh bahkan berdebu.
Ada beberapa hal yang bisa dilakukan setelah Ramadhan
berlalu untuk menghindari meluasnya fenomena di atas.
Pertama adalah memastikan untuk mendirikan sholat lima waktu
secara berjama’ah, khususnya di shubuh hari. Sedapat mungkin sholat berjama’ah
dilakukan di dalam masjid. Kalau hal itu belum bisa dilakukan, setidaknya
menjaga untuk mendirikan sholat tepat di awal waktunya.
Kedua dengan tetap membaca Al-Qur’an al-Karim. Hendaknya
seorang muslim menjaga tadarus Al-Qur’an setiap harinya, walau hanya satu
halaman. Sedikit namun konsisten, itulah yang terbaik dari sesuatu.
Ketiga adalah dzikir dan mengingat Allah. Dengan tetap membaca
do’a dan dzikir-dzikir di pagi dan petang hari, mulai dari do’a bangun tidur,
sebelum makan, bercermin, keluar dari rumah hingga kembali dan berdo’a lagi
sebelum tidur.
Keempat berkawan dengan hamba yang sholih. Mencari dan memilih
sahabat atau kawan sholih dalam mendampingi kegiatan keseharian akan membantu
melestarikan ketaatan dan ketakwaan seorang hamba. Seorang kawan yang sholih
senantiasa mengajak kepada kebaikan dan selalu mengingatkan di kala kawannya
melakukan kemaksiatan.
Kelima, senantiasa memanjatkan
do’a kepada Sang Pencipta. Banyak ayat dan hadits yang memberitahukan tentang
keutamaan do’a dan menyarankan
manusia untuk memperbanyaknya. Allah telah menjamin bahwa Ia akan menjawab dan
mengabulkan do’a hambanya, terlebih hamba-hamba yang dekat kepada-Nya.
Bahkan Allah SWT murka kepada setiap hamba yang tidak
pernah memanjatkan do’a kepada-Nya, seakan ia sudah tidak memerlukan Rahmat
dari-Nya lagi. Setiap manusia pasti membutuhkan pertolongan Tuhannya. Maka
sudah selayaknya seorang manusia mengalokasikan sedikit dari waktunya dalam
sehari untuk berdo’a kepada-Nya, walau sekedar dua atau tiga menit. Berdo’a
untuk ditetapkan atau ditambahkan kadar ketaatan dan ketakwaannya.
Demikian beberapa langkah yang bisa dilaksanakan setelah Ramadhan. Setelah sebulan berpuasa dengan segala aktivitas ibadah yang penuh dengan spiritualitas dan penyucian diri, seorang hamba akan lahir menjadi manusia baru, yakni manusia yang lebih mengedepankan perilaku religi sekaligus merawat moralitas. Manusia baru ini tidak membedakan antara sebelas bulan pasca Ramadhan dan Ramadhan itu sendiri. Spirit Ramadhan terus membimbingnya pada sebelas bulan lainnya. Baginya Ramadhan tetap ada di sepanjang tahun.
Sumber : http://www.scribd.com/doc/18981225/Ramadhan-Sepanjang-Tahun yang mengutip Buku Panduan Ramadhan 1430, Dept. Media & Informasi PPI Maroko. Ramadhan Sepanjang Tahun
Comments
Post a Comment