Mari kita senantiasa meningkatkan dan menguatkan ketakwaan kita
kepada Allah swt. Barometer dari
ketakwaan adalah kemampuan kita untuk sekuat tenaga menjalankan
perintah-perintah Allah dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya.
Dengan posisi berada di jalan yang telah digariskan oleh Allah
swt, semoga menjadikan kita mampu menghantarkan pada tujuan yang benar dan
hakiki, yakni bahagia di dunia dan akhirat.
Ketakwaan ini juga telah ditegaskan oleh Allah swt sebagai bekal
yang paling baik dalam menjalani kehidupan.
Allah berfirman :
وَتَزَوَّدُوْا فَاِنَّ
خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوٰىۖ وَاتَّقُوْنِ يٰٓاُولِى الْاَلْبَابِ
Artinya: “Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal
adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang mempunyai akal
sehat!”. (QS al-Baqarah: 197)
Mari kita semua untuk
kembali merenungkan nikmat-nikmat dan rezeki yang telah dianugerahkan oleh
Allah swt dalam kehidupan.
Segala nikmat ini adalah nyata adanya dan telah ditegaskan dalam
Al-Qur’an surat Al-Kautsar ayat 1:
اِنَّآ اَعْطَيْنٰكَ
الْكَوْثَر
Artinya: “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang
banyak.”
Nikmat yang telah diberikan ini tidak boleh menjadikan kita lupa
sehingga jauh dari Allah swt. Sebaliknya, harus mampu dijadikan sebagai sarana
untuk beribadah dan membawa kita lebih dekat kepada Allah swt.
Sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, dijelaskan Allah
pada ayat kedua surat Al-Kautsar:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْۗ
Artinya: “Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan
berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).”
Dalam ayat ini, Allah perintahkan kita untuk terus mendekatkan
diri kepada-Nya dengan dua bentuk ibadah.
Pertama adalah shalat yang memang sudah menjadi kewajiban dan
rutinitas harian kita dengan melaksanakannya lima waktu setiap hari, yakni
Shubuh, Dhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya.
Kedua adalah dengan berkurban yang merupakan ibadah tahunan dan
dilaksanakan pada bulan tanggal 10, 11,12 dan 13 Dzulhijjah.
Dari sisi bahasa, kurban berasal dari bahasa Arab, yakni qaruba
– yaqrubu – qurban yang artinya dekat.
Untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui kurban, kita
dituntut berkurban menyisihkan harta untuk membeli, menyembelih hewan kurban
dan memberikannya kepada orang lain.
Dalam
Qur’an surat Al-Haj [22]:36 Allah berfirman,
وَالْبُدْنَ
جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا
اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا
مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan
telah Kami jadikan untukmu binatang Kurban itu sebagian dari syi’ar Allah, kamu
memperoleh kebaikan yang banyak daripadanya, maka sebutlah nama Allah ketika
kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri. Kemudian apabila telah gugur,
makanlah sebagian dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya
(yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah telah Kami
mudahkan binatang-binatang qurban itu bagi kamu, agar kamu bersyukur.
Dari
ayat tersebut dapat diketahui bahwa penyembelihan hewan Qurban merupakan syi’ar
agama Allah. Kemudian terdapat kegembiraan karena bisa menikmati daging Qurban,
sedangkan orang lain dan fakir miskin memperoleh bagian.
Dalam
hadits Riwayat Ahmad dan Ibnu Majah disebutkan ”Mereka bertanya : apakah yang
kita peroleh dari udl-hiyah (hewan qurban)?”. Rasulullah SAW
menjawab,” pada setiap bulu ada kebaikan untukmu”. Mereka bertanya lagi,
”bulu-bulu halusnya?” Rasulullah menegaskan, “Pada setiap helai dari bulu-bulu
halusnya juga ada kebaikan untukmu.”
Ikhlas
Tentu kita harus benar-benar ikhlas dan menata hati dengan benar
dalam berkurban ini.
Jangan sampai, karena niatan yang salah seperti ingin dipuji
orang dan niatan lainnya yang tidak lillahi ta’ala, sehingga malah menjadikan
kita semakin jauh dari Rahmat Allah.
Bahwa segala hal yang
kita kerjakan harus ikhlas, semata-mata karena ketaatan dan memenuhi perintah
Allah, dan hanya karena mengharap ridla Allah semata, bukan karena yang lain.
Dalam QS Al-Bayyinah [9]) : 5, Allah berfirman :
وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا
لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ
حُنَفَاۤءَ
وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِۗ
”Padahal mereka hanya diperintah menyembah
Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan
juga agar melaksanakan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus (benar).”
Menyembelih hewan kurban menurut Imam Malik dan Imam al-Syafi’i
adalah kesunnahan yang diutamakan atau sunnah muakkadah.
Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa ibadah kurban
adalah wajib bagi Muslim yang mampu.
Nabi Muhammad Saw pun telah memberi contoh dengan tidak pernah
meninggalkan ibadah kurban sejak disyariatkannya sampai beliau wafat.
Sebagai sebuah kesunnahan yang ditekankan dan rutin dilakukan
oleh Nabi Muhammad, ibadah kurban memiliki keutamaan istimewa sebagaimana
haditst Nabi dari Siti Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi dan Ibnu
Majah:
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ
مِنْ عَمَلٍ يَوْمَ النَّحْرِ أَحَبَّ إِلَى اللهِ مِنْ إِهْرَاقِ الدَّمِ
إِنَّهَا لَتَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَشْعَارِهَا
وَأَظْلَافِهَا وَأَنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللهِ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَنْ يَقَعَ
مِنْ الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Artinya: “Tidak ada suatu amalan yang dikerjakan anak Adam
(manusia) pada hari raya Idul Adha (An-Nahr) yang lebih dicintai oleh Allah
dari menyembelih hewan. Karena hewan itu akan datang pada hari kiamat dengan
tanduk-tanduknya, bulu-bulunya, dan kuku-kuku kakinya. Darah hewan itu akan
sampai di sisi Allah sebelum menetes ke tanah. Karenanya, lapangkanlah jiwamu
untuk melakukannya.”
Keutamaan lain dari ibadah kurban adalah Membuktikan
kecintaan kepada Allah melebihi segala macam kecintaan kepada yang lain.
Seperti dicontohkan dalam kisah Ibrahim dan Ismail, bahwa jika Allah telah
memerintahkan, kecintaan apapun yang bersifat duniawi harus dikurbankan.
Pada surat At-taubah [9]:
24 ditegaskan,
قُلْ اِنْ كَانَ
اٰبَاۤؤُكُمْ وَاَبْنَاۤؤُكُمْ وَاِخْوَانُكُمْ وَاَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيْرَتُكُمْ
وَاَمْوَالُ ِۨاقْتَرَفْتُمُوْهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسٰكِنُ
تَرْضَوْنَهَآ اَحَبَّ اِلَيْكُمْ مِّنَ اللّٰهِ وَرَسُوْلِهٖ وَجِهَادٍ فِيْ
سَبِيْلِهٖ فَتَرَبَّصُوْا حَتّٰى يَأْتِيَ اللّٰهُ بِاَمْرِهٖۗ وَاللّٰهُ لَا
يَهْدِى الْقَوْمَ الْفٰسِقِيْنَ
“Katakanlah! Sekiranya
bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, isteri-isterimu, kaum
keluargamu, perdaganganmu yang kamu khawatir rugi, semuanya lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad dijalan-Nya maka tunggulah
sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk
kepada orang-orang fasik.”
Keutamaan lain sebagai Bukti rasa syukur
kepada Allah.
Dalam
Surat Al-haj [22] : 36, Allah berfirman : “Demikianlah Kami
mudahkan binatang qurban untukmu, mudah-mudahan kamu bersyukur”.
Pada
Surat Ibrahim (14) : 34, disebutkan
”Dan
Dia (Allah) telah memberikan kepadamu keperluan dari apa yang kamu mohonkan
kepada-Nya. Dan jika kamu mau menghitung ni’mat Allah, pasti tidak akan dapat
kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia
itu sangat dzalim dan tidak tahu bersyukur”.
Sebagai
bukti ketaqwaan kepada Allah.
Dalam Surat Al-haj [22] : 37, Allah
berfirman,
لَنْ يَّنَالَ اللّٰهَ لُحُوْمُهَا وَلَا دِمَاۤؤُهَا
وَلٰكِنْ يَّنَالُهُ التَّقْوٰى مِنْكُمْۗ كَذٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ
لِتُكَبِّرُوا اللّٰهَ عَلٰى مَا هَدٰىكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِيْنَ
“Daging-daging
binatang qurban itu serta darahnya sekali-kali tidak akan dapat mencapai
(ridla) Allah, tetapi ketaqwaaan dari kamu itulah yang dapat mencapainya.
Demikianlah Allah telah memudahkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah
terhadap hidayah-Nya kepadamu. Dan berikanlah kabar gembira kepada orang-orang
yang berbuat baik”.
Karena itu niat ikhlas
dalam berqurban harus dijadikan motivasi utama karena menjadi dasar
sah tidaknya, atau sampai tidaknya nilai qurban itu terhadap ridla Allah.
Itulah dimensi vertikal sebagai ibadah yang ditujukan hanya
kepada Allah swt, sementara dimensi horizontal adalah ibadah sosial berupa
berbagi rezeki untuk membahagiakan orang lain.
Ketika kita mampu membahagiakan orang lain, maka kita pun akan
merasa bahagia dan pada akhirnya kebahagiaan bersama juga akan mudah terwujud
sehingga kehidupan di tengah-tengah masyarakat pun akan bahagia dan damai.
Dengan agungnya makna dan tujuan dari ibadah kurban ini, maka
sudah selayaknya kita berusaha untuk dapat melaksanakannya sehingga kita akan
semakin dekat kepada Allah.
Tentu kita tidak ingin menjadi hamba yang kufur nikmat dan
terputus rahmat Allah karena kita tidak berkurban padahal sebenarnya kita
mampu.
Mari kita bersama-sama menjadi hamba yang cinta kepada Allah dan
Rasul-Nya dengan menjalankan perintah-perintahnya.
Jangan sampai kita pada kondisi yang disebutkan dalam surat
Al-Kautsar ayat 3:
اِنَّ شَانِئَكَ هُوَ
الْاَبْتَرُ
Artinya: "Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang
terputus (dari rahmat Allah)."
----------
Suparto
Comments
Post a Comment