Agar dapat memahami makna memaafkan.
Kita perlu merenungkan situasi hidup tanpa memaafkan
Menurut Ihab bin Fathi ‘Asyur (2012), hidup tanpa memaafkan akan melanggengkan derita psikis yang berawal dari sikap permusuhan dan keinginan mengalahkan. Biasanya sikap dan keinginan tersebut – tanpa disadari – berlatar belakang amarah, yakni suatu emosi yang menghabiskan energi mental dalam tekanan jiwa yang tak pernah berhenti.
Kita terkungkung dalam penjara keinginan untuk balas dendam. Dengan dendam sebagai motif psikis, kita menginginkan orang yang bersalah kepada kita tersebut menderita. Dendam adalah keadilaninstinctual yang mencuat dari alam bawah sadar. Derita menghendaki derita atas nama keadilaninstinctual. Akibatnya kita terikat rantai dan berbalut kekerasan yang tidak pernah putus. Karena itu rantai derita ini harus diputus dengan sikap memaafkan.
Memaafkan merupakan bagian dari ketulusan hati dalam menjalankan perintah Allah. Ada tujuh rahasia mengapa kita harus menjadi orang yang suka memaafkan.
Pertama, Allah SWT sangat mencintai orang-orang yang memberikan maaf. Dari Abdullah bin Mas’ud RA, bahwasannya Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah Maha Pengampun, suka Pengampunan.” (HR. Al-Hakim).
Sikap pemaaf merupakan perilaku mulia dan agung. Dalam sebuah riwayat dari Sa’ad bin Abi Waqqash RA, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah Mahamulia dan mencintai kemuliaan. Maha Pemurah dan mencintai kedermawanan, mencintai akhlak mulia dan membenci akhlak tercela.” (HR. Ibnu ‘Asakir)
Kedua, menjadi pribadi yang pemaaf karena Allah pasti akan memberikan maaf dan ampunan terhadap dosa-dosa kita. Oleh sebab itu memberikan maaf bukan kebutuhan orang yang kita maafkan, tetapi kebutuhan kita sendiri yang harus memberikan maaf. Sebab kita membutuhkan ampunan Allah, sehingga menjadi kebutuhan kita memaafkan orang lain yang melakukan kesalahan kepada kita.
Allah memerintahkan agar kita menjadi pemaaf supaya Allah membalas dengan memberikan ampunan kepada kita. “Dan hendaknya mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. An-Nur [24]:22).
Memberi maaf kepada orang lain, agar Allah memberikan maaf dan ampunan-Nya kepada kita. Berlapang dada, agar Allah menyayangi kita. Dari Ibnu Jarir, Rasulullah bersabda, “Barangsiapa tidak berbelas kasih, maka tidak akan dibelaskasihani. Barangsiapa tidak memberikan ampunan, maka dia tidak akan diampuni. Dan barangsiapa tidak memaafkan, maka dia tidak dimaafkan” (HR. At-tabrani).
“Berbelaskasihanilah kalian, maka kalian akan dibelaskasihani dan berilah ampunan, niscaya kalian akan diampuni” (HR.Bukhari)
Ketiga, orang mulia di antara manusia dan dikenal sebagai orang baik serta diingat akan kebaikannya, karena sifat pemaaf dan lapang dada.
Menjadi manusia yang dikenal dengan kebaikannya merupakan hal yang sangat berharga di dunia, disamping akan mendapatkan pahala berlimpah di hari Kiamat kelak. Sikap pemaaf merupakan suatu kemuliaan dan keagungan, baik di dunia maupun di akherat.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Sedekah tidak akan mengurangi harta benda, Allah pasti akan menambah kemuliaan seorang hamba (yang mengedepankan sikap) pemaaf, dan jika seseorang merendahkan diri kepada Allah, pasti Allah akan memuliakannya.” (HR.Muslim)
Keempat, akan mendapatkan pahala dari sisi Allah yang dijanjikan kepada orang-orang pemaaf. Maaf atau ampuan bagaikan pelita menerangi jiwa yang gelap, sehingga Allah memberikan kemuliaan bagi orang yang selalu memberikan maaf.
Allah memberikan kemuliaan berupa kekuatan untuk memaafkan kepada orang-orang khusus yang terpilih. Mereka adalah orang-orang khusus yang diberikan petunjuk, sehingga mempunyai tekad yang kuat, kemuliaan jiwa, dan kebeningan hati yang dipenuhi oleh rasa cinta. “…..tetapi barangsiapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.” (QS. Asy-Syura [42]:43).
Orang yang memberikan maaf kepada orang lain sangat bermanfaat bagi dirinya sendiri sebelum manfaat tersebut tersebar kepada orang lain. Dengan memaafkan, maka hati akan menjadi benar dan kondisi emosi akan menjadi kondusif, sehingga kebahagiaan selalu hadir setiap saat.
Kelima, kita menjadi pemaaf agar jiwa menjadi bahagia dan hati kita lega, karena kita telah berhasil menaklukkan egoisme, amarah dan hawa nafsu serta menggantinya dengan rasa cinta. Kita bahagia karena telah melakukan kebaikan dan tercatat di sisi Allah sebagai orang yang baik.
Keenam, sikap pemaaf dan pengampun, maka terputus keinginan menjadi pendendam dan upaya balas dendam. Permusuhan akan terkikis dan dengan berlalunya waktu pasti akan lenyap dengan sendirinya.
Dengan menjadi pemaaf, maka diri kita telah memusnahkan hasrat permusuhan yang merupakan sifat-sifat setan. Sirnalah api fitnah yang dapat membakar diri sendiri dan juga masyarakat. Dengan menjauhi sifat fitnah, berarti kita tidak menjadi orang paling jahat yang pernah ada dalam kehidupan.
Tujuh, memaafkan akan melapangkan persoalan yang menghimpit diri dan orang lain. Memaafkan mampu merubah sakit hati menjadi belas kasih, berarti membagi kebahagiaan kepada orang lain.
Orang yang beremosi positif akan menarik pribadi orang lain untuk bersama-sama beremosi positif.
Dari sinilah kemudian terjadi perubahan paradigma yang akan berakhir dengan perubahan sikap, dari yang negatif menjadi positif.
Inilah diantara kekuatan memaafkan.
Ada kalanya, memaafkan itu sulit bagi diri ini. Tapi kenyataannya, memaafkan itu menenteramkan hati.
Jika anda menjadi pribadi yang lemah lembut dan pemaaf, maka akan melunakkan hati yang keras.
Suparto
Comments
Post a Comment