Ahad (07/07/2024) umat Islam memasuki bulan Muharram 1446, yang
menandai datangnya tahun baru hijriyah. Ada sejuta harapan dan impian memenuhi
dada dalam menyambut datangnya tahun baru itu.
Pergantian waktu setahun ini, di satu sisi menunjukkan bahwa umur
kita bertambah satu tahun, tetapi kesempatan hidup kita di dunia telah
berkurang pula satu tahun. Ini berarti semakin jauh kita dari kelahiran dan
kian dekat kepada kematian.
Tahun baru hijriyah mengingatkan kita kepada kejadian
spektakuler yang pernah terjadi dalam sejarah Islam, yaitu peristiwa
"hijrah". Hijrah secara harfiah artinya perpindahan dari satu negeri
ke negeri lain, dari satu kawasan ke kawasan lain, atau perubahan lokasi dari
titik tertentu ke titik yang lain.
Secara historis, hijrah adalah peristiwa keberangkatan nabi
besar Muhammad s.a.w. dan para sahabatnya dari kota Makkah menuju kota Yathrib,
yang kemudian disebut al-Madinah al-Munawwarah.
Ada beberapa hikmah yang sangat berharga bagi kita berkaitan
dengan ditetapkannya peristiwa hijrah Rasulullah dari Makkah ke Madinah sebagai
awal tahun dari penanggalan atau kalender Islam, diantaranya:
Pertama: peristiwa hijrah Rasululah dan para sahabatnya dari
Makkah ke Madinah memiliki makna sangat berarti bagi setiap muslim. Hijrah
tersebut merupakan tonggak kebangkitan Islam yang semula diliputi suasana dan
situasi tidak kondusif di Makkah menuju suasana yang prospektif di Madinah.
Kedua: Hijrah mengandung semangat perjuangan dan rasa opimisme
yang tinggi, yaitu semangat berhijrah dari hal-hal yang buruk kepada yang baik,
dan hijrah dari hal-hal yang baik ke yang lebih baik lagi. Rasulullah s.a.w.
dan para sahabatnya telah melawan rasa takut dengan berhijrah, meski harus
meninggalkan tanah kelahiran, sanak saudara dan harta benda.
Ketiga: Hijrah mengandung semangat persaudaraan, seperti yang
dicontohkan oleh Rasulullah s.a.w. pada saat beliau mempertemukan antara kaum
muhajirin dengan kaum anshar, bahkan beliau telah membina hubungan baik dengan
beberapa kelompok yahudi yang hidup di Madinah dan sekitarnya.
Dalam konteks sekarang ini, makna hijrah tentu tidak harus
identik dengan meninggalkan kampung halaman seperti yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW dan kaum muhajirin, tetapi lebih kepada nilai-nilai dan
semangat berhijrah itu sendiri.
Jadikan makna hijrah dengan semangat menyambut masa depan dengan
penuh harapan. Kita yakin bahwa sehabis gelap akan terbit terang, setelah
kesusahan akan datang kemudahan dan kita yakin bahwa pagi pasti akan datang
walaupun malam terasa begitu lama dan panjang. Roda kehidupan selalu berputar
dan tidak mungkin berhenti.
Mari kita jadikan peralihan tahun sebagai momen untuk melihat
kembali catatan yang mewarnai perjalanan hidup masa lalu, dengan melakukan
renungan atas apa yang telah kita perbuat.
Kita gunakan kesempatan ini untuk memperbaiki dan meningkatkan
kualitas hidup di dunia demi kebahagiaan akhirat kelak, dengan bercermin kepada
nilai-nilai dan semangat hijrah dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.
Sebagaimana firman-Nya dalam surat al-Furqan[25]: 62,
وَهُوَ
الَّذِيْ جَعَلَ الَّيْلَ وَالنَّهَارَ خِلْفَةً لِّمَنْ اَرَادَ اَنْ يَّذَّكَّرَ
اَوْ اَرَادَ شُكُوْرًا
“Sesungguhnya Allah menjadikan pergantian siang dan malam
sebagai pelajaran dan mengungkapkan rasa syukur, dan Dia (pula) yang menjadikan
malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau
orang yang ingin bersyukur."
==
Hijrah Sepanjang Masa
Dari segi bahasa, hijrah artinya berpindah.
Sedangkan dalam konteks sejarah, hijrah merupakan peristiwa perpindahan yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW bersama para sahabat dari Makkah ke Madinah,
dengan tujuan mempertahankan dan menegakkan risalah Allah, berupa akidah dan
syari’at Islam.
Mereka berhijrah, berharap memperoleh rahmat
Allah Ta’ala. Sebagaimana firman Allah,
اِنَّ
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ
اللّٰهِ ۙ اُولٰۤىِٕكَ
يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللّٰهِ ۗوَاللّٰهُ
غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman,
orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan
rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah [2]: 218).
Pada ayat lain, Allah tegaskan bahwa orang yang berhijrah adalah orang
yang benar keimanannya.
وَالَّذِيْنَ
اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالَّذِيْنَ اٰوَوْا
وَّنَصَرُوْٓا اُولٰۤىِٕكَ هُمُ
الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّاۗ لَهُمْ مَّغْفِرَةٌ
وَّرِزْقٌ كَرِيْمٌ
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah
serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman
dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah
orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki
(nikmat) yang mulia.” (QS. Al-Anfal [8]:
74).
Allah juga menjelaskan bahwa mereka yang
berhijrah di jalan Allah adalah orang yang tinggi derajatnya dan termasuk orang
yang mendapat kemenangan besar.
اَلَّذِيْنَ
اٰمَنُوْا وَهَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِهِمْ
وَاَنْفُسِهِمْۙ اَعْظَمُ دَرَجَةً عِنْدَ اللّٰهِ ۗوَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ
الْفَاۤىِٕزُوْنَ
“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta
berjihad di jalan Allah dengan harta, benda dan diri mereka, adalah lebih
tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat
kemenangan.” (QS. At-Taubah
[9]: 20).
Atas dasar beberapa keterangan tersebut, maka
momentum menyambut tahun baru hijrah hendaknya kita maknai sebagai sarana untuk
melakukan perubahan diri secara maksimal dalam menyempurnakan iman dan
ketakwaan kepada Allah Ta’ala.
Peralihan tahun harus kita jadikan sebagai
momen untuk melihat kembali catatan yang mewarnai perjalanan hidup masa lalu,
dengan melakukan renungan atas apa yang telah kita perbuat.
Secara filosofis, renungan dan evaluasi untuk
melihat catatan perjalanan hidup bukan hanya dilakukan pada saat pergantian
tahun, namun harus dilakukan setiap hari, sepanjang hayat.
Seperti diungkapkan dalam Qur’an Surat
Al-Hasyr [59] : 18 Allah menegaskan,
“Hai orang-orang beriman, bertaqwalah kepada
Allah,dan setiap diri hendaklah selalu melihat apa yang telah dikerjakan untuk
hari esuk. Dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha teliti serta
Maha Mendengar.”
Tahun baru Islam ini hendaknya tetap kita sambut dengan
spirit hijrah. Ini bagian dari nikmat Allah yang patut kita syukuri. Menjadi
momentum bagi kita memperbarui semangat untuk melakukan perubahan menuju
keadaan yang lebih baik.
Rasulullah Saw bersabda:
“Muhajir adalah orang yang meninggalkan segala larangan Allah.”
(HR. Bukhari)
Kita tinggalkan segala hal yang dilarang oleh Allah Swt. Hijrah
dari syirik menuju tauhid. Dari kebathilan menuju kebenaran. Dari kemaksiatan
menuju ketaatan. Dari kezaliman menuju keadilan. Dari yang haram menuju yang
halal. Dari keburukan menuju kebaikan. Dan hijrah dari kemalasan menuju
semangat hidup yang menyala.
Semangat berhijrah tak boleh hilang ditelan waktu, harus
senantiasa hidup didalam jiwa kita, sepanjang masa. Saatnya bagi kita untuk
hijrah dengan segera dalam makna yang seluas-luasnya. Berubah dari kondisi yang
buruk menjadi baik dan dari baik menjadi lebih baik.
Spirit hijrah harus dimulai dari hal paling mendasar dalam diri
kita. Yakni keyakinan, keimanan. Jika selama ini masih ada keraguan dalam
keimanan, maka kita harus memiliki spirit hijrah sehingga iman kita kepada
Allah benar-benar iman yang kuat. Iman yang menancap di hati. Dibuktikan dalam
sikap dan perbuatan. Mewujud dalam perjuangan dan pengorbanan.
Allah Swt berfirman :
"Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah
orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka
tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka
pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.”(QS. Al Hujurat: 15)
Keyakinan kita terhadap akhirat harus semakin kuat. Keyakinan
kita kemudian membuahkan spirit hijrah. Yakni kita berusaha semakin mendekat
kepada Allah Swt.
Maka kita pun memperbaiki shalat kita. Memperbaiki dzikir dan
doa-doa kita. Memperbaiki tilawah kita. Memperbaiki zakat dan infaq kita.
Pendek kata, spirit hijrah harus membuat ibadah kita lebih baik, lebih khusyu’
lagi.
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk
tunduk hati mereka mengingat Allah?”
Firman Allah dalam Qur,an surat. Al Hadid 16.
Spirit hijrah juga harus mewarnai akhlak kita.
Spirit hijrah juga harus mewarnai semangat dan gaya hidup kita.
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al Insyirah: 5-6).
Dengan semangat berhijrah, kita ambil hikmah
dan tetap miliki harapan akan pertolongan Allah yang Mahakuasa.
Saat ini kita perlu mengejawantahkan hijrah
dalam konteks yang lebih luas. Makna hijrah dapat diimplementasikan dalam
berbagai konteks kehidupan.
Hijrah juga bermakna perpindahan atau
perubahan dari satu situasi kepada situasi lain yang lebih baik, perubahan dari
satu perilaku menuju perilaku yang lebih baik.
Maka, langkah nyata yang harus dilakukan,
baik secara pribadi maupun organisasi atau komunitas adalah dengan memperbanyak
amalan shalih (kebaikan) dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang masa. Kebaikan
yang bisa memberikan manfaat bagi orang banyak.
Nabi Muhammad SAW pun mengingatkan kepada kita agar terus
melakukan perubahan-perubahan menuju kebaikan sehingga menjadi orang-orang
beruntung. Jangan sampai kita menjadi orang yang merugi apalagi sampai menjadi
golongan orang celaka dengan tidak memperbaiki masa depan ke arah yang lebih
baik:
مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ .
وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ . وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ
شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ
Artinya: “Barang siapa hari ini lebih baik dari hari
kemarin, dialah tergolong orang yang beruntung, Barang siapa yang hari ini sama
dengan hari kemarin dialah tergolong orang yang merugi dan Barang siapa yang
hari ini lebih buruk dari hari kemarin dialah tergolong orang yang
celaka.” (HR Al Hakim).
Saatnya dalam perubahan tahun 1445 memasuki tahun 1446 Hijriyah ini kita juga mengamalkan pesan Khalifah Umar bin Khatthab:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوْا
Artinya: “Hitung-hitunglah dirimu sebelum kamu
dihitung.”
Dalam hal ini, mengapa Sayyidina Umar menilai bahwa evaluasi
diri lebih dini akan menguntungkan kita pada kehidupan kelak? Karena dengan
mengevaluasi diri sendiri, kita akan mengenali kekurangan-kekurangan yang
diharapkan dapat diperbaiki sesegera mungkin. Kondisi ini akan meminimalkan
kesalahan sehinga tanggung jawab dalam kehidupan di akhirat nanti menjadi lebih
ringan.
Yakinlah, dengan kebaikan itu, akan
berbuah dan melahirkan kebaikan pula. Sebagaimana firman Allah, SURAT
Ar-Rahman [55] : 60 :
هَلْ جَزَآءُ
ٱلْإِحْسَٰنِ إِلَّا ٱلْإِحْسَٰنُ
“Tidak ada balasan kebaikan kecuali (kebaikan) pula."
==
Jadikanah masa lalu sebagai pembelajaran
Dan masa depan sebagai harapan.
Wahai hati
Semga kamu kuat
Bukan hanya untuk hari ini
Tapi juga setiap hari
Awal hujan yang lebat
Adalah gerimis
Awal dari tahun yang hebat
Adalah dengan rasa yang optimis
Comments
Post a Comment